Seruan untuk Tangerang Raya, Jangan Tunggu Terlambat Tangani Covid-19
Pemkot Tangsel mengisyaratkan untuk tidak memperketat PSBB hingga kasus benar-benar tidak terkendali.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·3 menit baca
TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Pemerintah Kota Tangerang Selatan belum berencana memperketat pembatasan sosial berskala besar atau PSBB mengikuti DKI Jakarta. Keputusan memperketat PSBB baru akan dilakukan jika situasi di lapangan semakin memburuk. Pakar kesehatan masyarakat menilai langkah itu akan terlambat.
”Belum ada perubahan regulasi PSBB di Tangsel (Tangerang Selatan). Peraturan wali kota tentang PSBB masih mengikuti Pergub (Peraturan Gubernur) Banten yang diterbitkan pekan lalu,” ujar Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rahmi Diany, Senin (14/9/2020), ketika disinggung mengenai rencana memperketat regulasi PSBB Tangsel yang kini mengakomodasi sejumlah pelonggaran.
Regulasi pelaksanaan PSBB di Tangsel mengacu pada Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 42 Tahun 2020. Dalam perwali tersebut terdapat sejumlah pelonggaran PSBB. Perkantoran atau perusahaan di wilayah Tangsel tidak lagi diwajibkan menerapkan sistem kerja dari rumah bagi karyawannya. Restoran yang sebelumnya hanya melayani pesan antar, kini sudah boleh melayani makan di tempat. Tempat ibadah pun tidak lagi ditutup.
Meski masih memberlakukan PSBB yang longgar, Airin tidak menampik kemungkinan bakal mengubah kebijakan atau memperketat PSBB jika situasi di lapangan memburuk. Hal itu, kata dia, dimungkinkan karena evaluasi pelaksanaan PSBB dilakukan setiap hari.
Data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Tangsel per 14 September 2020 menyebutkan jumlah pasien terkonfirmasi positif Covid-19 yang meninggal mencapai 49 orang. Sementara kasus terkonfirmasi positif bertambah satu menjadi 880 kasus.
Peningkatan zona Tangsel dari oranye menjadi merah pada pekan lalu tidak serta-merta membuat Airin segera mengubah kebijakan untuk memperketat PSBB. Ia lebih memilih mengantisipasi lonjakan pasien dengan memperkuat kapasitas rumah sakit yang ada di Tangsel.
Menurut Airin, ia telah menggelar rapat dengan para direktur rumah sakit di Tangsel. Dari rapat itu diperoleh kesepakatan bahwa kapasitas atau daya tampung rumah sakit di Tangsel bakal ditingkatkan agar tetap bisa menampung jika ada kenaikan pasien. Kemudian diupayakan langkah-langkah meningkatkan tenaga kesehatan untuk mengiringi peningkatan kapasitas.
”Pasti kami akan perketat lagi, tetapi kami lihat datanya. Sebagai contoh, Tangsel masuk zona merah lagi sekarang karena ada yang meninggal dan beberapa kriteria tertentu. Tetapi, sepanjang hal-hal itu tidak terpenuhi (tidak lagi ada korban meninggal), Tangsel juga bisa menjadi oranye lagi. Itu yang menjadi panduan,” tutur Airin.
Selain menambah kapasitas rumah sakit, langkah antisipasi lain yang akan diambil Airin adalah mengaktifkan kembali Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di tingkat rukun tetangga dan rukun warga (RT/RW). Jika pada PSBB yang ketat terdahulu para ketua RT/RW ditekankan pada upaya memeriksa pergerakan warga dan penyaluran bantuan sosial, kali ini mereka lebih difungsikan untuk mengingatkan masyarakat agar disiplin menerapkan protokol kesehatan.
Tindakan serupa juga diambil Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar dan Wali Kota Tangerang Arief Wismansyah yang menyatakan bakal mengkaji pelonggaran PSBB. Untuk sementara, belum ada rencana memperketat PSBB Tangerang karena mereka masih mengacu pada Pergub Banten. Adapun Gubernur Banten Wahidin Halim mengatakan, belum akan menarik tuas rem darurat dan lebih memilih mempertahankan PSBB Tangerang Raya yang longgar seperti sekarang.
Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Budi Haryanto mengatakan, pengetatan PSBB yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebaiknya juga diikuti pemerintah daerah di sekitarnya. Menurut Budi, diperlukan kecerdasan pemerintah daerah di sekitar DKI Jakarta untuk melakukan upaya agresif dalam menurunkan kemungkinan penyebaran Covid-19.
Bagi Budi, yang paling penting dilakukan oleh pemerintah daerah adalah mengupayakan agar orang sehat tidak tertular Covid-19. Sebab, jika orang sakit terus bertambah banyak akan ada fase di mana kapasitas rumah sakit tidak akan lagi mampu menampung lonjakan pasien.
Jika fasilitas kesehatan terbebani jumlah orang sakit yang terlampau besar, akan berdampak buruk bagi kualitas penyembuhan pasien. ”Kefatalan bisa dipastikan terjadi. Kalau sudah begitu, akan terlambat. Berpikir seperti itu (memperketat PSBB bila kasus sudah semakin tinggi) adalah cara berpikir yang terlambat,” ujar Budi.