Hari pertama pengetatan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), Senin (14/9/2020), sejumlah stasiun kereta rel listrik (KRL) di Jakarta relatif lebih sepi dibandingkan dengan pekan lalu.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pada hari pertama pengetatan pembatasan sosial berskala besar, sejumlah stasiun kereta di Jakarta relatif lebih sepi dibandingkan dengan pekan lalu. Dampak dari sepinya penumpang ini dikeluhkan para pengemudi ojek dan penjual makanan yang saban hari menggantungkan rezeki dari hilir-mudik penumpang di stasiun.
Stasiun Sudirman, Jakarta Pusat, Senin (14/9/2020) sekitar pukul 08.00, relatif lengang. Tidak terlihat kerumunan meskipun para penumpang KRL harus melewati pengecekan suhu tubuh satu per satu di pintu keluar.
Sepinya Stasiun Sudirman diamini Wahyudi (38), karyawan salah satu perusahaan swasta di Jakarta Pusat. Ia menilai aktivitas penumpang di dalam kereta dan stasiun pada Senin ini lebih sepi dibandingkan dengan Senin (7/9/2020) pekan lalu.
”Lebih sepi. Di KRL juga masih kebagian tempat duduk. Padahal, biasanya berdiri kalau jam-jam segini,” kata pria yang berangkat dari Stasiun Bekasi tersebut.
Pada hari pertama pengetatan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), lanjut Wahyudi, perusahaannya masih memberlakukan skema 50:50. Artinya, 50 persen karyawan di kantornya bekerja dari rumah, sedangkan 50 persen lainnya bekerja di kantor.
Hanya saja, perusahaan membagi jam kerja karyawan menjadi dua sif. Karyawan yang kebagian jadwal di sif pertama masuk pada pukul 08.00 dan pulang pada pukul 17.00. Sementara sif kedua masuk pada pukul 09.00 dan pulang pada pukul 18.00.
”Enggak ada perbedaan, sih, sejak PSBB yang pertama sampai yang sekarang. Mungkin karena saya kerja di bidang perbankan kali, ya,” ujarnya.
Sementara Wildan (21), karyawan perusahaan swasta di kawasan Jakarta Selatan, juga mengakui ada penurunan jumlah penumpang di Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan. Hanya saja, jika dibandingkan dengan jumlah penumpang pekan lalu, penurunannya tidak signifikan.
Secara umum, pria yang berangkat dari Stasiun Cilebut, Bogor, Jawa Barat, menuju Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan, ini menilai aktivitas penumpang masih relatif ramai. ”Dibilang sepi, sih, enggak, ya. Tetapi, ramai banget juga enggak. Masih banyak juga yang berdiri. Ya, hampir mendekati pekan lalu,” ujarnya.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) selaku operator KRL, pada Senin (14/9/2020) hingga pukul 08.00, tercatat ada 92.546 pengguna KRL. Jumlah ini berkurang sekitar 19 persen dibanding Senin pekan lalu, di mana jumlah penumpang saat itu mencapai 114.075 orang.
Penurunan penumpang dibandingkan dengan pekan lalu juga terpantau di sejumlah stasiun. Di Stasiun Bogor terjadi penurunan penumpang 17 persen, sedangkan di Stasiun Bojonggede turun 4 persen. Jumlah penumpang Stasiun Citayam juga berkurang 18 persen, sedangkan di Stasiun Bekasi turun 25 persen.
”Jam operasional KRL pukul 04.00-21.00 dengan 975 perjalanan per hari. Namun, kami terus melakukan evaluasi,” kata Vice President Corporate Communications PT KCI Anne Purba dalam keterangan tertulis.
Pesanan minim
Di luar Stasiun Manggarai, puluhan pengemudi ojek daring duduk berkerumun menunggu penumpang. Mereka mengeluhkan anjloknya pesanan dari penumpang seiring dengan adanya pengetatan PSBB.
”Dari pukul 07.00, saya baru dapat satu penumpang ke daerah Salemba. Saya sempat nyari di Stasiun Cikini enggak dapat, akhirnya balik ke sini. Sudah dua jam nganggur,” kata Idrus (51), salah satu pengemudi ojek daring.
Hal yang sama dialami pengemudi ojek daring lain di Stasiun Manggarai, Sudarisman (61). Pukul 07.00-10.00 belum satu pun penumpang yang diantarkannya. Biasanya, di jam tersebut setidaknya ia sudah mengantarkan satu penumpang.
”Dari jam 7-10 belum dapat sama sekali. Saya enggak tahu aplikasi saya yang bermasalah atau gimana,” ujarnya.
Ia menduga aplikasinya bermasalah karena aktivitas penumpang yang keluar dari Stasiun Manggarai pagi itu menurutnya tidak jauh berbeda dengan hari-hari kerja sebelumnya. ”Pesanan sepi, padahal stasiun enggak sepi-sepi amat,” ujarnya.
Wahyu (42), pengemudi ojek konvensional di kawasan Stasiun Sudirman, juga mengalami nasib serupa. Dari pukul 06.00 hingga 09.00, ia masih berusaha mencari penumpang pertamanya. Biasanya, ia sudah mendapatkan satu penumpang di jam tersebut.
”Kalau PSBB yang pertama kami malah diuntungkan karena ojek daring enggak bisa ambil penumpang. Kalau sekarang tambah apes,” katanya.
Sementara itu, pengetatan PSBB membuat kawasan perkantoran juga relatif lebih sepi daripada biasanya. Lalu lintas di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat, pada pukul 10.00 relatif sepi. Pejalan kaki yang biasanya terlihat hilir mudik di jalur pedestrian, tadi pagi tidak banyak terlihat.
Di kawasan perkantoran Sudirman, Jakarta, tepatnya di sekitar Gedung Ayana Midplaza, tidak banyak karyawan berlalu lalang. Hal yang sama juga ditemui di pujasera sekitar kawasan tersebut.
Berimbas ke pedagang
Puji (32), penjual mi ayam, turut terdampak sepinya aktivitas perkantoran tersebut. Wanita yang berjualan mulai pukul 07.00 tersebut biasanya sudah melayani para pembeli pada jam-jam sarapan. Setidaknya 20 porsi terjual di pagi hari saja.
”Ada yang makan di tempat, ada yang bungkus. Kalau biasanya pagi sudah dapat 20 porsi, hari ini jam 10.30 belum dapat 20 porsi,” katanya.
Fendi, salah satu pesuruh (office boy/OB) di Gedung Midplaza, mengungkapkan, karyawan yang masuk di kantornya pada Senin ini lebih sedikit daripada biasanya. Jika biasanya ada 30 karyawan yang masuk, kini tidak lebih dari 20 karyawan.
”Selama pandemi ini biasanya memang pada nitip ke saya buat dibelikan makanan. Sekarang ada 11 orang yang nitip. Biasanya lebih banyak. Kayaknya pada bawa bekal juga,” katanya.