Makan di Tempat Masih Terlalu Berisiko, Sebaiknya Dibawa Pulang
Makan di tempat atau dine-in diyakini masih terlalu besar risikonya menjadi medium transmisi Covid-19. Sebaiknya jangan mengambil risiko makan di tempat jika ingin menikmati hidangan restoran. Lebih baik bawa pulang!
Oleh
SATRIO PANGARSO WISANGGENI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pembatasan sosial berskala besar yang akan digelar kembali di DKI Jakarta akan melarang restoran untuk melayani pelanggan di dalam restoran. Makan di tempat atau dine-in diyakini masih terlalu besar risikonya dalam menjadi medium transmisi Covid-19.
Penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang diumumkan pada Minggu (13/9/2020) akan dimulai kembali di DKI Jakarta pada Senin (14/9) besok. Melalui penetapan PSBB ini restoran dan rumah makan hanya diperbolehkan memberikan layanan take away atau dibawa pulang. Dine-in dinilai menyimpan risiko penularan yang terlalu besar.
Hal ini sesuai dengan laporan terbaru dari Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (CDC) Amerika Serikat yang diterbitkan pada Jumat (11/9). Laporan tersebut menemukan bahwa pasien yang positif Covid-19 memiliki kemungkinan dua kali lebih besar untuk pernah dine-in di restoran dibandingkan masyarakat yang negatif. Temuan ini menyusul investigasi CDC terhadap sebelas rumah sakit di AS.
Peneliti CDC, Kiva A Fisher yang memimpin penelitian ini mengatakan bahwa makan dan minum di tempat dapat menjadi faktor risiko yang penting dalam penyebaran Covid-19. “Penggunaan masker terus menerus dan kedisiplinan menjaga jarak sulit dipastikan ketika makan atau minum,” tulis Fisher dalam penelitiannya.
Penggunaan masker terus menerus dan kedisiplinan menjaga jarak sulit dipastikan ketika makan atau minum
Profesor epidemiologi dan biostatistik Harvard University AS Miguel Hernan menyebut makan-minum dalam ruangan atau indoor dining sebagai faktor pembeda kesuksesan penanganan pandemi di New York, AS, dan Madrid, Spanyol.
New York dan Madrid masing-masing mengalami puncak pandemi pada April dan Maret 2020. Namun pada Juni, kedua kota besar dunia tersebut sudah berhasil meminimalisasi penyebaran; sekitar 9.00–10.000 menjadi kurang dari 1.000 per hari. Namun kini, Madrid mengalami puncak kedua, 12.183 kasus baru dilaporkan pada Jumat (11/9). Sedangkan New York tetap di bawah 1.000 per hari.
“Selama ini indoor dining di NY (New York) tutup, dan baru dibuka dengan kapasitas 25 persen pada 30 September. Di Madrid, restoran sudah buka dengan kapasitas 60 poersen pada Juni. Protokol pun tidak tegas diterapkan,” kata Hernan dalam cuitan Twitternya.
Bantuan pemerintah
Konsultan industri makanan dan minumanBilly Oscar mengatakan, penerapan PSBB ini membuat para pengusaha restoran berada dalam posisi yang sulit dan serba salah. Sebab dine-in masih memang peranan penting dalam keberlanjutan sebuah usaha restoran.
Meskipun pembelian via daring semakin banyak dimanfaatkan oleh masyarakat di masa pandemi ini, Billy mengatakan, porsi besar penghasilan restoran masih berasal dari pelanggan yang makan di tempat.
Ia mengatakan dine-in menyumbang sekitar 70-80 persen dari pemasukan restoran. Layanan pesan antar dan makanan beku hanya menyumbang sekitar 20-30 persen. Sehingga, jika dine-in dihilangkan, maka, menurut Billy, dampaknya akan besar sekali bagi karyawan restoran.
“Ini bukan masalah untung-rugi saja, tetapi ekosistem lapangan kerja karyawan dari restoran itu sendiri sampai pemasok bahan makanan dan packaging itu akan terpengaruh. Semua bakal kena,” kata Billy yang menjadi senior konsultan di firma Soal Perut.
Untuk itu, Billy berharap subsidi gaji dari pemerintah dapat dikucurkan dengan tepat kepada pekerja sektor food and beverages. “Kami berharap ini dapat membantu kerugian dan membantu hidup para karyawan,” kata Billy.
Menilik situsnya, Soal Perut pernah menangani sejumlah restoran seperti Marco Padang, RON’s Laboratory, Prince House Group, Pesto Autentico, Cassis Gourmand, Open Door Jakarta, dan Artotel Indonesia.
Imunitas
Billy berharap pemerintah dapat mempertimbangkan kembali skema penutupan layanan dine-in restoran; misalnya dengan penerapan jam tutup yang lebih awal. Terlebih lagi, restoran selama ini sudah menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Staf mengenakan masker dan tabir wajah dan partisi plastik di meja yang selalu didisinfeksi.
“Dan setahu saya, pemerintah pernah mengatakan, klaster perkantoran itu penyebaran yang besar. Kalo rumah makan dan restoran kan orang cuma sebentar 60—90 menit. Sedangkan kantor bisa 8 jam sehari,” kata Billy.
Billy juga setuju dengan pernyataan yang beredar di masyarakat bahwa kebahagiaan dapat meningkatkan imunitas. Menurutnya, menikmati makanan yang enak di restoran jelas akan meningkatkan kebahagiaan penikmatnya.
“Sejumlah hidangan tidak enak jika tidak dimakan di restoran. Terlebih lagi, mengapa saya sarankan ini, karena di restoran ada protokol kesehatan yang ketat,” pungkas Billy.
Sejumlah hidangan tidak enak jika tidak dimakan di restoran. Terlebih lagi, mengapa saya sarankan ini, karena di restoran ada protokol kesehatan yang ketat
Kebahagiaan ataupun kondisi mental masyarakat dan dampak positifnya terhadap imunitasnya memang sering disampaikan oleh pemerintah. Terakhir, pada wacana pembukaan kembali bioskop, Saat itu, Koordinator Tim Pakar Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito mengatakan, kebahagiaan menonton film menjadi salah satu faktor yang akan berkontribusi pada peningkatan imunitas masyarakat.
Spesialis penyakit dalam yang juga pakar vaksin Dirga Sakti Rambe mengatakan, memang kondisi psikis yang baik dapat berkontribusi pada sistem imunitas. Tetapi, hal ini bukan faktor pendorong yang utama.
“Imunitas itu sesuatu yang sangat kompleks dan melibatkan berbagai faktor. Tetapi sekarang ini malah ada anggapan asal bahagia bakal bebas dari penyakit. Ini ngawur,” kata Dirga.