Pemkot Bogor Sesuaikan dengan Kebijakan PSBB DKI Jakarta
Penerapan PSBB ketat di Jakarta sangat bersinggungan dengan wilayah Bodetabek. Karena itu, perlu kesetaraan kebijakan oleh kepala daerah di Jabodetabek agr PSBB berjalan efektif.
Oleh
AGUIDO ADRI
·4 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Dalam rapat terkait kebijakan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB secara ketat, sejumlah kepala daerah di DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi masih merumuskan teknis penerapan PSBB agar berjalan efektif. Sementara itu, Pemerintah Kota Bogor, Jawa Barat, siap membantu dan mendukung penanganan pandemi Covid-19 di Jakarta yang terus meningkat tajam.
Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim mengatakan, Pemerintah Kota Bogor akan menyesuaikan dengan kebijakan PSBB di DKI Jakarta karena sangat bersinggungan dengan daerah penyangga lainnya. Oleh karena itu, perlu kesetaraan kebijakan dan para kepala daerah di Jabodetabek masih merumuskan langkah teknis agar PSBB berjalan efektif sehingga mampu menurunkan jumlah kasus positif yang terus naik. Jika tidak ada kesetaraan kebijakan dalam penerapan PSBB, dikhawatirkan pergerakan warga di Jakarta tidak terpantau atau masih bebas bepergian ke wilayah Bodetabek.
”Gubernur Jawa Barat menginstruksi penerapan kebijakan di zona Bodebek mengacu pada Pemprov DKI yang berencana menerapkan PSBB. Jadi, kami menyesuaikan dan ini perlu kesiapan (zona Bodebek) jika PSBB di Jakarta terlaksana. Terkait teknis untuk penyesuainya, itu yang kami masih cari,” tutur Dedie seusai rapat dengan sejumlah kepala daerah se-Jabodetabek, Kamis (10/9/2020).
Penerapan teknis PSBB di Jakarta selanjutnya yang masih perlu dibahas, lanjut Dedie, menyangkut kesiapan pemerintah pusat, kementerian, serta lembaga menjalankan kerja di rumah (work from home).
”Itu semua butuh koordinasi yang matang karena melibatkan tiga unsur, yaitu Pemerintah DKI Jakarta dengan provinsi dan kabupaten kota di Bodetabek serta Pemerintah DKI dengan pemerintah pusat. Untuk sementara belum ada rumusan teknis terkait keputusan penerapan PSBB di Jakarta. Tapi kami (Pemkot Bogor) siap meyesuaikan kebijakan dari Pemprov DKI Jakarta,” kata Dedie.
Ia melanjutkan, rapat kepala daerah se-Jabodetabek juga membahas terkait tingginya angka kasus positif di Jakarta sehingga menyebabkan ketersediaan ruang perawatan di rumah sakit yang hampir penuh. Oleh karena itu, bantuan dan dukungan dari wilayah Bodetabek sangat dibutuhkan untuk penanganan pasien di Jakarta.
”Untuk Bodetabek mendukung DKI Jakarta menyediakan ruang isolasi. Sementara untuk Kota Bogor sudah menerima pasien dari Jakarta. Selanjutnya, bagaimana dengan kesiapan yang lain? Pembahasan ini pun perlu detail terkait kesiapan ruang isolasi di daerah lain. Ini juga sesuai arahan Gubernur Jawa Barat. Kami memandang, dari sisi kemanusiaan, apa yang terjadi di DKI Jakarta kami siap bantu. Jadi, berpikirnya sekarang harus komprehensif,” ucap Dedie.
Wali Kota Bogor Bima Arya mengatakan, setelah PSBB ketat di Jabodetabek, bergeser pelonggaran PSBB tanpa sikap disiplin dan kepatuhan protokol kesehatan. Ledakan kasus positif pun terjadi sehingga menyebabkan Kota Bogor masuk zona merah pada 29 Agustus.
”Kata kuncinya disiplin. Kedisiplinan protokol kesehatan di lingkungan masyarakat tidak mungkin terkendali jika pemerintah daerah di Jabodetabek tidak berkolaborasi. Tren PSBB secara ketat di Jabodetabek membuat warga ikut terbit dan angka penyebaran bisa ditekan. Teatapi ketika PSBB dilonggarkan, ada relaksasi, dan pengawasan terkait kepatuhan protokol kesehatan longgar, kasus perlahan naik,” tutur Bima, Rabu.
Jika melihat tren kenaikan positif di Kota Bogor yang berujung pada status zona merah, pada Maret-April ada 107 persen kasus positif. Persentase kasus cukup tinggi karena pada bulan pertama belum ada PSBB. Setelah ada kebijakan PSBB pada April-Mei, kasus positif turun 50 persen.
Namun, setelah ada pelonggaran dengan kebijakan relaksasi pada Mei-Juni, kasus positif naik 154 persen. Tren kenaikan drastis pada Agustus sebesar 215 persen. Hingga Kamis, 10 September, tercatat ada penambahan 19 kasus sehingga total terkonfirmasi positif sebanyak 817 kasus. Adapun kasus masih sakit atau dalam perawatan berkurang 5 orang sehingga total 279 kasus. Sementara kasus sembuh bertambah 21 orang menjadi total 500 kasus serta kasus meninggal bertambah 3 orang, total 35 kasus.
Terintegrasi langsung dengan Jakarta sebagai pusat episentrum Covid-19 disadari betul oleh Bima dan kepala daerah di Bodebek. Langkah sinergi dan kolaborasi menjadi penting dalam menangani pandemi Covid-19 yang terus meningkat kasus positifnya. Banyaknya warga Kota Bogor yang bekerja di Jakarta memberikan efek domino ketika mereka kembali pulang.
Bima menilai, PSBB proporsional atau transisi tidak cukup kuat untuk membendung penyebaran virus korona penyebab Covid-19 dan penambahan jumlah kasus di Jabodetabek. Oleh karena itu, sejak ditetapkan sebagai zona merah, Pemkot Bogor menerapkan kebijakan pembatasan sosial berskala mikro dan komunitas (PSBMK). Dalam kebijakan tersebut berlaku pembatasan aktivitas warga dan pembatasan jam operasional unit usaha.
Langkah yang terus terbukti mampu mengubah status Kota Bogor dari zona merah menjadi zona oranye pada 7 September. Meski begitu, warga Kota Bogor tetap diingatkan untuk selalu waspada dan patuh pada protokol kesehatan karena risiko penularan belum berhenti.
Dedie melanjutkan, Pemkot Bogor tetap fokus pada penanganan pandemi di Kota Bogor, salah satunya akan lebih memantapkan kebijakan PSBMK sebagai upaya menekan penyebaran Covid-19. Untuk itu, saat ini Pemkot Bogor mendorong pelaku usaha restoran, kafe, hotel, dan perkantoran agar memiliki satuan tugas (satgas) Covid-19 untuk mengawasi penerapan protokol kesehatan di tempat masing-masing.
Satgas Covid-19 itu memiliki kewajiban mengawasai secara internal dan untuk memberikan laporan rutin terkait perkembangan situasi kesehatan pekerja dan penerapan protokol kesehatan kepada tim Satgas Covid-19 Kota Bogor.