Tes di Pasar Dihentikan, Kecamatan Fokus Tes Korona di Permukiman
Melakukan tes di pasar lebih sulit dibandingkan dengan di permukiman. Pengunjung pasar berasal dari berbagai wilayah, termasuk luar daerah DKI Jakarta yang menyusahkan tindak lanjut.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Meningkatnya jumlah kasus Covid-19 membuat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memikirkan strategi baru jemput bola. Kini tidak dilakukan lagi tes cepat maupun tes reaksi berantai polimerase (PCR) di pasar-pasar, karena menyusahkan penelusuran kasus. Tes fokus dilakukan di wilayah permukiman, terutama permukiman padat.
“Bulan Juni sempat dilakukan tes cepat di Pasar Kebayoran Lama. Dari sebelas orang yang positif, mayoritas adalah warga tempat lain,” kata Rully Dewi Anggraeni, Kepala Puskesmas Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, ketika ditemui hari Selasa (8/9/2020).
Ia menjelaskan, para pasien positif itu tidak hanya berasal dari Jakarta, tetapi juga kota-kota satelit seperti Tangerang Selatan dan Depok. Baik pedagang maupun pembeli di Pasar Kebayoran Lama tidak hanya warga Ibu Kota, tetapi juga wilayah sekitar. Adanya stasiun kereta api dan pangkalan angkutan kota membuat kedatangan orang-orang dari luar Jakarta ramai setiap hari.
Terungkapnya pasien positif yang berasal dari wilayah lain membuat Puskesmas Kebayoran Lama tidak bisa memantau. Jika pasien tersebut warga Jakarta, masih bisa dilakukan koordinasi antarkecamatan. Akan tetapi, jika antarkota, Puskesmas Kebayoran Lama hanya bisa memberi tahu dinas kesehatan kota tersebut. Puskesmas tidak bisa melakukan penelusuran jejak kontak pasien karena sudah di luar wilayah kerjanya.
Menurut Rully, melakukan tes di pasar juga lebih sukar dibandingkan dengan di permukiman. Ketika berkoordinasi dengan pengurus pasar untuk melakukan tes PCR, ada seratus pedagang yang mendaftar. Akan tetapi, pada hari tes hanya 60 orang yang datang.
Demikian pula ketika Puskesmas Kebayoran Lama menanyakan kepada pengurus pasar bila perlu diadakan tes lagi. Responsnya banyak pedagang menolak karena takut harus menutup usaha 5-7 hari demi menunggu hasil tes keluar.
“Oleh sebab itu, kami sekarang fokus melakukan tes di permukiman, terutama RW (rukun warga) yang padat. Setidaknya jika penduduk susah diminta agar ikut tes, pengurus RW dan kelurahan bisa turun tangan membantu,” tutur Rully.
Jadwal pengetesan di RW bisa saja mundur karena ketua RW dan tokoh masyarakat setempat harus membujuk warga terlebih dulu. Puskesmas Kebayoran Lama tidak mempermasalahkan hal ini, karena yang penting semua penduduk dites. Penelusuran jejak dan isolasi juga lebih mudah dilakukan karena dipantau oleh puskesmas kelurahan dan satuan tugas di setiap RW.
Rully menjelaskan, di kecamatan tersebut kluster yang berkembang ialah kluster permukiman dan perkantoran. Kebayoran Lama mencakup kompleks perumahan elite, perkampungan, permukiman padat penduduk, pasar, mal, ruko, dan perkantoran. Kluster perkantoran ditangani dengan cara berkoordinasi dengan satuan tugas setiap kantor. Para pekerja umumnya juga bukan warga Kebayoran Lama.
Kluster permukiman merupakan tantangan tersendiri, terutama di permukiman padat yang satu rumah bisa dihuni enam hingga sepuluh orang. Beberapa kelurahan seperti Grogol Utara dan Pondok Pinang memiliki inisiatif menyediakan tempat isolasi bagi warga yang terpapar Covid-19, tetapi tidak menunjukkan gejala sakit (OTG).
Hal serupa juga terjadi di Kecamatan Tanah Abang. Menurut Camat Tanah Abang, Yassin Pasaribu, semua pasar di wilayahnya sudah selesai dites cepat pada bulan Mei. Penelusuran memang repot karena banyak yang merupakan warga luar daerah.
“Pastinya saat ini rutin melakukan tes cepat di semua kelurahan. Caranya ialah mendatangi satu RW, melakukan tes, menunggu hasil, dan melakukan penelusuan apabila ada yang positif. Setelah itu baru petugas puskesmas melanjutkan pengetesan ke RW lain,” ujarnya. Hal ini di luar warga yang datang ke puskesmas karena memiliki gejala sakit.
Menurut Yassin, permasalahannya ialah tempat isolasi semakin penuh. Maraknya permukiman padat di Tanah Abang mengakibatkan warga yang OTG tidak bisa diisolasi di rumah, karena ada banyak anggota keluarga.
Rumah sakit dan Wisma Atlet Kemayoran hanya diperuntukkan bagi pasien yang memiliki gejala sakit. Sejauh ini ada tiga rumah dinas lurah dan satu gedung kesenian yang dijadikan tempat isolasi. Namun, isinya kian padat karena jumlah kasus terus bertambah.
Rencananya, sekolah-sekolah di Tanah Abang akan dialihfungsikan menjadi tempat isolasi. Pemikiran ini sudah disetujui oleh Suku Dinas Pendidikan Jakarta Pusat dan pihak sekolah. Pertimbangannya ialah semua SD, SMP, dan SMA masih melakukan kegiatan belajar di rumah. Setiap hari memang ada guru piket yang datang ke sekolah, pekerjaan mereka juga bisa dialihkan ke rumah masing-masing.
“Kendala saat ini ialah mencukupi sarana seperti tempat tidur dan kipas angin. Kami masih terus mengusahakan, mungkin akan membeli tempat tidur lipat seperti yang dipakai di gelanggang olahraga yang menampung para tunawisma,” tutur Yassin.
Sementara itu, Gubernur Jakarta Anies Baswedan melakukan pertemuan virtual dengan 1.174 tenaga kesehatan yang baru direkrut untuk membantu menangani pandemi Covid-19. Mereka semua bergabung secara sukarela dan akan disebar ke berbagai rumah sakit rujukan.
Rincian para tenaga kesehatan baru ini adalah dua dokter spesialis paru, satu dokter penyakit dalam, satu dokter spesialis anestesi, satu dokter spesialis anak, tiga dokter spesialis kandungan, 140 dokter umum, 740 perawat, empat perawat pencegah dan pengendalian infeksi, 12 bidan, 14 orang radiografer, 118 pranata laboratorium, 89 penyuluh kesehatan, serta 49 petugas surveilans.