Pemerkosaan Anak di Kabupaten Bekasi, Diduga Korban Tidak Terlindungi di Rumah Sendiri
Dua kasus pemerkosaan terhadap anak dibawa umur terjadi di Kabupaten Bekasi. Salah satu korban berinisial SB selama delapan tahun diperkosa oleh pamannya sendiri hingga hamil tiga bulan.
Oleh
STEFANUS ATO
·3 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Dua kasus pemerkosaan terhadap anak dibawa umur berinisial AA (12) dan SB (15) terbongkar di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, selama kurun dua hari terakhir. AA diperkosa dua pelaku ketika meminta perlindungan untuk menginap di bengkel para pelaku bekerja. Sementara SB, selama delapan tahun atau saat masih berusia 7 tahun, diperkosa pamannya sendiri hingga kini hamil tiga bulan.
Kepala Unit Reserse Kriminal Kepolisian Sektor Cikarang Barat Inspektur Satu Trisno mengatakan, AA merupakan pelajar sekolah menengah pertama sempat dikabarkan hilang bersama teman bermainnya SA (14) sejak 4 September 2020. Mereka kabur dari rumah karena ada persoalan keluarga yang masih diselidiki polisi.
”Mereka sebenarnya bukan hilang, melainkan takut pulang ke rumah. Kami masih selidiki alasan korban takut pulang ke rumah,” kata Trisno, Selasa (8/9/2020) di Bekasi.
AA yang takut pulang ke rumah itu kemudian meminta izin kepada salah satu pemilik bengkel di sekitar Jalan CBL, Desa Wanajaya, Cibitung, Kabupaten Bekasi, untuk menginap mulai dari 4 September hingga 6 September 2020. Di bengkel itu ada sejumlah laki-laki yang setiap hari bekerja dan menginap di bengkel tersebut.
”Saat menginap di situ AA dicabuli, dilecehkan, dan diperlakukan macam-macam. Korban dan para pelaku tidak punya hubungan apa pun,” katanya.
Setelah diperkosa dan dilecehkan, AA baru kembali ke rumahnya pada 6 September 2020 pagi dan melaporkan musibah itu ke orangtuanya. Pihak orangtua korban yang tak terima dengan kejadian itu pun langsung melaporkan peristiwa pemerkosaan itu ke polisi.
”Pelakunya ada dua orang. Salah satu pelaku bernama Panjul (19) sudah kami tangkap,” kata Trisno.
Delapan tahun diperkosa
Kasus pemerkosaan terhadap anak dibawa umur juga menimpa pelajar SB di Kampung Buaran, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi. SB selama 8 tahun diperkosa oleh pamannya sendiri, Suherman. Kasus itu terbongkar setelah korban hamil dengan usia kandungan tiga bulan.
Kepala Polsek Tambun Ajun Komisaris Gana Yudha mengatakan, SB yang masih duduk di bangku SMP sudah disetubuhi korban sejak 2012 atau saat korban masih berusia 7 tahun. Tindakan bejat pelaku baru terbongkar Agustus 2020 setelah korban sering mengeluh sakit perut dan mual-mual.
Korban kemudian dibawa orangtuanya ke rumah sakit untuk diperiksa. Saat itu, karena dokter curiga korban hamil, maka kepada korban dilakukan tes kehamilan. Hasilnya, usia kandungan korban sudah tiga bulan.
”Setelah dites kehamilan, akhirnya orangtua korban tahu. Anaknya kemudian baru jujur atas semua tindakan pamannya selama ini,” kata Gana.
Peristiwa yang dialami SB itu pun mengakibatkan kondisi kejiwaannya terguncang dan trauma.
Korban, kata Gana, selama kurun delapan tahun ketika akan diperkosa pamannya, ia berusaha untuk menolak. Namun, pelaku mengancam akan memberitahu ayah korban kalau korban sudah pernah berhubungan seksual dengan pelaku.
Rumah berdekatan
Gana menambahkan, selama delapan tahun, saat pamannya ingin memuaskan hasrat seksualnya ia meminta korban datang ke rumah pelaku yang letaknya berdekatan. Tindakan pemerkosaan sejak 2012 itu pun semua dilakukan di rumah pelaku.
Peristiwa yang dialami SB itu pun mengakibatkan kondisi kejiwaannya terguncang dan trauma. Sejak kasus tersebut terbongkar, korban menderita trauma dan takut saat melihat pelaku. SB juga lebih banyak menghabiskan waktu di rumah dengan mengurung diri.
”Sudah kami ajukan kerja sama dengan pihak psikiater. Kami akan terus memantau kondisi psikis korban dan jika ada pengaruh pada tumbuh kembangnya maka akan dilakukan terapi trauma,” kata Gana.
Akibat tindakan bejat pelaku, polisi sudah menangkap dan menetapkan pelaku sebagai tersangka sejak ada laporan dari orangtua korban pada 22 Agustus 2020. Pelaku terancam hukuman pidana penjara maksimal 15 tahun. Ia disangka melanggar Pasal 81 dan 82 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.