WNA Tolak Akui Aniaya Anak hingga Meninggal, Polisi Klaim Punya Cukup Bukti
Sebelum meninggal, korban hanya tinggal berdua bersama ibunya. Sang ibu juga diyakini tahu anaknya menderita lebam karena ada bukti ia berusaha mencarikan obat pereda memar.
Oleh
Johanes Galuh Bimantara
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian Resor Metropolitan Jakarta Pusat menetapkan ML (29), warga negara Maroko, sebagai tersangka penganiayaan yang menyebabkan anak kandungnya meninggal. Meski demikian, perempuan ini menolak mengakui perbuatan itu.
”Dalam hal ini kepolisian tidak mencari pengakuan dari pelaku, tetapi yang kami yakini adalah bukti-bukti dan fakta-fakta yang ada,” ucap Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus dalam konferensi pers yang disiarkan secara daring, Senin (7/9/2020). Karena ML belum mau mengaku, petugas pun belum mendapatkan informasi terkait motivasi pelaku menganiaya mendiang SHA, bocah perempuan berusia lima tahun.
ML hanya tinggal berdua dengan SHA di sebuah apartemen di Karet Tengsin, Jakarta Pusat. Yusri menerangkan, awalnya pada Selasa (1/9/2020) sekitar pukul 11.45, petugas keamanan apartemen menerima telepon dari H, ayah korban yang berada di Belanda, untuk dimintai tolong mengecek ke unit yang ditempati istri dan anaknya.
Petugas keamanan bertemu ML yang sedang menangis sambil menjelaskan bahwa SHA jatuh di toilet dengan posisi terlentang, lalu korban dibawa ke kasur dan ditutupi selimut. Korban lantas dibawa ke salah satu rumah sakit di Jakarta Pusat. Di sana, dokter menyatakan korban meninggal sebelum sampai rumah sakit.
Personel Polres Metro Jakarta Pusat lantas menyelidiki kematian SHA mengingat rumah sakit mendapati terdapat lebam di sekujur tubuh korban.
Personel Polres Metro Jakarta Pusat lantas menyelidiki kematian SHA mengingat rumah sakit mendapati terdapat lebam di sekujur tubuh korban. Berdasarkan hasil visum et repertum terhadap jasad korban, ada luka-luka lecet yang sedang menyembuh pada wajah, perut, dan lengan atas kiri. Selain itu, terdapat memar-memar berbeda warna pada hampir seluruh tubuh, diduga akibat kekerasan benda tumpul.
Dari pola dan gambarannya, sebagian luka lecet dan memar di anggota gerak atas sesuai dengan luka akibat gigitan manusia. ”Yang mengakibatkan kematian adalah benturan benda tumpul di bagian belakang kepalanya,” ujar Yusri.
Selain itu, korban diperkirakan meninggal sekitar 7-8 jam sebelum dilakukan visum et repertum. Itu semua mengarahkan kecurigaan polisi pada ML.
Sebab, lanjut Yusri, selama tanggal 31 Agustus hingga 1 September, SHA hanya bersama ibunya di apartemen. ML juga diketahui sempat meminta tolong kepada petugas keamanan apartemen untuk membeli thrombophob gel, yang merupakan pereda memar, 31 Agustus sore. Foto produk obat oles berupa gel untuk meredakan memar itu masih tersimpan di telepon selulernya. Artinya, ML diyakini tahu jika anaknya menderita lebam.
Polisi akhirnya mendapat pengakuan ML hanya terkait luka gigitan. ML mengatakan menggigit anaknya saat bermain di balkon tanggal 27 Agustus, dengan alasan agar korban mau masuk ke dalam dan terhindar dari risiko jatuh. Untuk luka dan lebam lainnya, ML mengaku tidak bertanggung jawab.
Terhadap tersangka, polisi mengenakan Pasal 76C juncto Pasal 80 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak, dan/atau Pasal 338 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Ancaman hukumannya penjara maksimal 15 tahun.
Kepala Polres Metro Jakarta Pusat Komisaris Besar Heru Novianto menambahkan, ML dan H beberapa tahun lalu menikah siri di Indonesia hingga lahirlah SHA. Mereka kemudian menitipkan SHA kepada orangtua asuh, kemudian pergi ke luar negeri.
Sekitar satu bulan lalu, ML kembali ke Indonesia berjumpa SHA. Ia menyebutkan bersiap membawa anaknya ke Maroko.
Yusri mengatakan, ML terlihat normal selama pemeriksaan. Meski demikian, polisi akan membawanya ke psikiater di rumah sakit untuk pemeriksaan kejiwaan sebagai bagian dari pendalaman kasus.
Sebelumnya, kekerasan terhadap anak kandung juga dilakukan AM (40) di Duren Sawit, Jakarta Timur. AM menganiaya anak perempuannya, RPP (12), bahkan sempat menyeretnya sampai mengakibatkan kaki RPP berdarah.
Polisi menerima informasi tentang perbuatan AM pada Rabu (22/7/2020) setelah video penganiayaan RPP oleh AM viral di media sosial. Seorang warga berinisiatif mendokumentasikan bukti kekejaman AM, yang dilakukan Rabu sore.
Selama Januari-14 Juli 2020 atau pada masa pandemi Covid-19, ada 735 orangtua dan anggota keluarga yang melakukan kekerasan terhadap anak.
Kepala Polres Metro Jakarta Timur Kombes Arie Ardian Rishadi menuturkan, berdasarkan keterangan saksi dan RPP, AM sudah lebih dari satu kali melakukan kekerasan terhadap korban. Terkait penganiayaan terakhir, tanggal 22 Juli sore, ibu tiri korban meminta dia menjemur pakaian. Bibi RPP menyarankan korban untuk menjemur menggunakan gantungan baju karena tempat menjemur sudah penuh.
Ibu tiri RPP diduga tidak senang korban menjemur tidak sesuai dengan perintahnya sehingga memarahi korban. AM yang mendengar istrinya memarahi RPP kemudian turut emosi. ”Pelaku menjambak korban dan menyeret korban lebih kurang sejauh 7 meter,” ujar Arie.
Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, jumlah orangtua dan anggota keluarga yang menjadi pelaku kekerasan terhadap anak naik setiap tahun. Pada 2016-2018, ada 1.663 hingga 2.672 orang. Pada 2019, jumlahnya sedikit menurun menjadi 2.314 orang. Selama Januari-14 Juli 2020 atau pada masa pandemi Covid-19, ada 735 orangtua dan anggota keluarga yang melakukan kekerasan terhadap anak (Kompas, 20/7/2020).