Minim Terobosan, Pemerintah Tangerang Selatan Bertumpu pada Kesadaran Masyarakat
Perpanjangan PSBB di Tangerang Raya belum menghadirkan upaya baru memutus mata rantai penularan. Pemerintah terus melakukan pengawasan sembari berharap masyarakat semakin sadar untuk menerapkan protokol kesehatan.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·5 menit baca
TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Tidak ada kebijakan progresif dalam perpanjangan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB di Tangerang Raya tahap ke-11. PSBB tetap longgar, tetapi dengan upaya pengawasan di tempat-tempat ramai. Selebihnya, upaya menekan penularan virus bertumpu pada kesadaran masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan.
Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany, Senin (7/9/2020), mengatakan, peraturan wali kota (perwali) yang mengatur pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB sudah mengalami perubahan hingga lima kali. Dibandingkan dengan perwali pertama, Airin menyebut, perwali perubahan kelima memuat ketentuan yang lebih longgar. Pusat perbelanjaan, kafe, dan restoran, serta beberapa kegiatan olahraga yang sebelumnya dilarang kini telah diperbolehkan.
”Kami lebih longgar sebetulnya. Kami berharap protokol kesehatan di hulu (masyarakat) bisa dilakukan secara disiplin,” ujar Airin.
Alih-alih diketatkan seperti PSBB tahap pertama, ucapan Airin itu memberi sinyal momen perpanjangan PSBB tahap 11 di Tangerang Selatan tidak akan banyak berubah. Airin secara terbuka mengakui tidak akan mengembalikan PSBB yang ketat seperti dulu karena berkepentingan membuat roda perekonomian di wilayahnya tetap berjalan.
Menurut Airin, jika kembali menerapkan PSBB yang tanpa pelonggaran, potensi penerimaan asli daerah (PAD) Tangerang Selatan bakal menurun drastis. Sebelum pandemi Covid-19 melanda, Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang Selatan bisa memperoleh pendapatan hingga Rp 14 miliar dalam sehari yang besumber dari pajak dan retribusi. Ketika PSBB pertama diterapkan, PAD yang diperoleh menurun hingga Rp 500 juta per hari lantaran sejumlah tempat usaha harus tutup mengikuti aturan dalam perwali.
Wali Kota Airin secara terbuka mengakui tidak akan mengembalikan PSBB yang ketat seperti dulu karena berkepentingan membuat roda perekonomian di wilayahnya tetap berjalan.
Jumlah itu, kata Airin, sangat tidak mumpuni untuk membiayai pengeluaran pemerintahan. Oleh sebab itu, ia memilih melonggarkan PSBB sembari berharap masyarakat bisa memiliki kesadaran untuk disiplin menerapkan protokol kesehatan.
”Jadi, nanti (kalau PSBB diketatkan) kita enggak punya uang. Makanya, pelonggaran tetap kami lakukan sepanjang masyarakat bisa disiplin,” katanya.
Kesadaran masyarakat terhadap protokol kesehatan, dalam pengamatan Airin, belum sepenuhnya terbangun. Untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat, Airin menyerahkan pengawasan sepenuhnya kepada Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
Dalam perwali terbaru telah diatur sejumlah sanki bagi masyarakat yang tidak mengindahkan protokol kesehatan. Sejauh ini sanksi yang diberikan petugas Satpol PP sebatas teguran dan imbauan serta sanksi sosial. Adapun sanksi denda yang lebih tegas belum diterapkan.
Kepala Seksi Penyelidikan dan Penyidikan Satpol PP Kota Tangerang Selatan Muksin Al Fachry mengutarakan, sanksi denda belum diterapkan karena pertimbangan kesulitan ekonomi yang tengah dihadapi masyarakat. Petugas Satpol PP, kata Muksin, merasa tak enak hati kala meminta pelanggar membayar denda.
Ia berdalih, petugas Satpol PP memutuskan tidak mendenda agar pelanggar bisa menggunakan uangnya untuk membeli kebutuhan pokok yang lebih mendesak. Muksin mengatakan akan mencari cara lain untuk mendisiplinkan masyarakat. Dia membantah Satpol PP tak optimal dalam berkeliling melakukan pengawasan. Menurut Muksin, Satpol PP telah menindak lebih dari 500 orang pelanggar selama PSBB tahap kesembilan.
”Makanya, nanti kami mau cari apa formula yang pas untuk mendisiplinkan warga. Sebisa mungkin inovasi yang beda dengan daerah lain,” ujarnya.
Analis kebijakan publik dari Universitas Islam Syekh-Yusuf Tangerang, Adib Miftahul, menilai mustahil bagi pemerintah di Tangerang Raya untuk menekan penyebaran Covid-19 dengan berharap pada tumbuhnya kesadaran masyarakat tanpa diiringi penerapan sanksi yang tegas.
Adib melihat perpanjangan PSBB tidak memberi efek signifikan terhadap upaya penanggulangan Covid-19 karena penindakan atau implementasi perwali makin kendur.
”Jadi, hanya tegas di awal-awal saja. Setelah itu, makin ke sini makin banyak pelanggaran dibiarkan tanpa penindakan tegas,” ujarnya.
Jam malam
Wacana pemerintah daerah di Tangerang Raya untuk menerapkan jam malam sebagaimana dilakukan Pemkot Depok dan Pemkot Bogor pun tidak jadi diberlakukan. Setelah berdiskusi dengan jajaran forum komunikasi pimpinan daerah, Airin menilai pemberlakuan jam malam di Tangerang Selatan belum begitu mendesak.
Kebijakan jam malam berkaitan dengan upaya menekan penyebaran virus. Jam malam bermaksud membatasi aktivitas warga yang cenderung kumpul-kumpul di malam hari. Dengan demikian, potensi penularan virus bisa dicegah.
Pilihan tak memberlakukan jam malam didasari atas mulai menurunnya persoalan ketersediaan fasilitas kesehatan bagi pasien Covid-19. Sebelumnya, sejumlah rumah sakit di Tangerang Selatan melaporkan jumlah pasien Covid-19 yang mereka tangani kian meningkat pada akhir Agustus 2020.
”Kafe dan restoran dalam perwal yang saya buat juga sudah diatur boleh buka sampai jam berapa. Kalau masih buka, tugas dari Satpol PP dan polisi untuk membubarkan,” kata Airin.
Pilihan serupa juga diambil Wali Kota Tangerang Arief Wismansyah. Menurut Arief, kebijakan pembatasan aktivitas masyarakat pada malam hari belum begitu diperlukan. Sebab, Pemkot Tangerang telah membuat kebijakan pembatasan di beberapa titik keramaian di Tangerang, misalnya Pasar Lama. Di sana, jam operasional pasar dibatasi hingga pukul 18.00.
”Pengawasan kami tingkatkan, termasuk cek penerapan protokol kesehatan ke pabrik-pabrik. Rata-rata sudah menerapkan protokol kesehatan, tetapi belum benar,” kata Arief.
Adapun Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar juga menyatakan belum akan memperketat PSBB seperti di tahap awal. Zaki mengatakan, pengetatan PSBB baru akan dikaji apabila situasi di Kabupaten Tangerang makin memburuk.
Namun, peningkatan jumlah kasus Covid-19 di Kabupaten Tangerang membuat pemerintah memutuskan membuka kembali Grya Anabatic di Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang. Beberapa bulan sebelumnya, Grya Anabatic ditutup oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang karena jumlah pasien Covid-19 mengalami penurunan. Grya Anabatic merupakan semacam rumah isolasi mandiri bagi pasien Covid-19 yang tak bergejala atau asimptomatik.
”Grya Anabatic kami rencanakan akan buka hingga Desember 2020. Sesuai arahan Bupati, Grya Anabatic segera dibuka maksimal Senin pekan depan untuk pasien OTG (orang tanpa gejala),” ujar Moch Maesyal Rasyid, Sekretaris Daerah Kabupaten Tangerang, melalui keterangan tertulis.