Penumpang Berlomba Menghindari Kerumunan di Kereta
Lonjakan kasus Covid-19 tak lantas mengurangi kepadatan penumpang di moda kereta rel listrik. Jam berangkat dan pulang kantor tetap didominasi penumpang yang berkerumun tanpa jarak fisik ideal.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Langkah Sofian (25) bergegas saat mengarah ke Stasiun Tanah Abang, Jakarta Pusat. Kamis (3/9/2020) sore, ia buru-buru turun dari ojek yang ditumpanginya dan segera mendekati pintu tiket elektronik.
Tidak hanya Sofian, sore itu puluhan orang lain juga tergesa-gesa. Sekitar pukul 17.00, mereka berlari ke arah eskalator untuk mencapai peron. Langkah mereka semua tertahan karena eskalator penuh sesak dengan orang.
Setelah sampai di atas, Sofian dan para penumpang lain juga tertahan protokol jaga jarak fisik saat pandemi Covid-19. Namun, jarak tersebut tak bertahan lama. Saat kereta sampai di peron kedatangan, desakan penumpang seakan tak terhindarkan.
Sofian yang menuju peron lima stasiun itu masih harus antre saat masuk kereta. ”Saya benar-benar menghindari jam padat seperti ini. Tetapi, mau bagaimana lagi, dari kantor saja waktu pulangnya sudah terlambat,” ucap pegawai administrasi perguruan tinggi swasta di lingkungan Jalan S Parman, Jakarta Barat, itu.
Sebagai pengguna kereta rel listrik (KRL) rutin, Sofian hafal betul dengan kepadatan antrean menjelang sore. Setiap pagi sekitar pukul 04.00, kepadatan di Stasiun Rangkasbitung sudah mengular. Sementara saat sore, dia menghindari pulang pada pukul 17.00 agar terhindar dari kerumunan saat pulang.
Covid-19 dan pembatasan sosial nyatanya tidak menghentikan kepadatan di stasiun kereta. Bahkan, saat kasus positif harian di Jakarta terus melonjak hingga 1.406 kasus per 3 September 2020, kepadatan penumpang di kereta seakan tak terhindarkan lagi.
Gusti (27), perempuan yang berkantor di Kuningan, Jakarta Pusat, juga menghadapi kepadatan serupa di Stasiun Manggarai. Kereta ke arah Bekasi, Jawa Barat, penuh sesak saat ditumpanginya sekitar pukul 17.30.
Kepadatan kereta itu terus berlangsung tanpa jeda. Saat kereta mencapai Stasiun Jatinegara, kepadatan hanya bertukar posisi hingga stasiun berikutnya. ”Meski padat, KRL sejauh ini angkutan yang paling murah buat sampai ke rumah. Saya coba tahan diri saja dengan kepadatan yang ada, yang penting masker enggak boleh lepas,” ucap pegawai di perusahaan air minum milik pemerintah daerah ini.
Meski kepadatan penumpang terus terjadi, PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) mencatat volume penumpang terus turun selama periode Agustus 2020. Angka pada pekan pertama dan kedua Agustus berada di kisaran 2 juta penumpang. Sebagai pembanding, angka pada pekan keempat Juli 2020 justru memuncak hingga 3,4 juta penumpang.
Vice President Corporate Communication PT KCI Erni Sylvianne Purba mengatakan, jumlah kereta pun ditambah untuk mengatasi lonjakan penumpang. Sebanyak 91 unit KRL beroperasi dengan total 975 perjalanan sehari. Jumlah KRL lebih banyak daripada hari normal yang hanya 88 unit.
Walakin, antrean penumpang tetap melonjak pada jam-jam padat. Pukul 07.00-08.00 dan pukul 17.00-18.00 adalah jam dengan penumpang terpadat. Mengacu data 24 Agustus, total penumpang saat jam tersebut hingga 40.000 orang. ”Jam padat itu cenderung terjadi saat jam berangkat dan pulang kantor. Maka itu, kami menambah unit KRL dan beroperasi pada pukul 04.00 hingga pukul 21.00,” jelas Erni saat dihubungi, Kamis sore.
Dengan jumlah unit saat ini, Erni meyakini kereta dapat mengakomodasi perjalanan penumpang. Para penumpang juga disarankan tidak memaksakan diri saat kereta penuh. Hal tersebut demi menjaga aturan pembatasan sosial yang telah ditentukan pemerintah.
Ketua Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Tri Yunis Miko menyarankan agar penumpang sebisa mungkin menghindari kereta di saat lonjakan kasus terjadi. Sebab, tren kasus belakangan juga mengarah pada wilayah sekitar Jakarta. Dia menduga penularan terjadi saat orang melakukan pergerakan dengan transportasi umum.
”Sejumlah wilayah Bogor, Depok, dan Bekasi kini menjadi zona merah. Penumpang sebaiknya menghindari moda angkutan umum. Kalau memungkinkan, jangan bepergian,” ujarnya.