Secuil Kisah Enam Bulan Covid-19 di Kawasan Melawai
Enam bulan pandemi Covid-19 seperti jauh dari kawasan ramai di Jakarta Selatan ini. Ini baru menyoal kedisiplinan mengenakan masker.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Membangkitkan kembali kesadaran publik untuk mengenakan masker menjadi tantangan mengingat apatisme yang ada. Di Kelurahan Melawai, Jakarta Selatan, misalnya, rencana membentuk gugus tugas di tempat-tempat perbelanjaan menghadapi kendala, para penjual dan pengunjung kurang disiplin.
Karakter wilayah Melawai ada hunian, restoran dan kafe, mal, pusat perbelanjaan, serta perkantoran. Menurut Lurah Melawai Chenris Rahmasari, ketika ditemui pada Rabu (2/9/2020), mengelola ketertiban warga yang tinggal di hunian pribadi relatif tidak ada masalah karena karakter ekonomi warga dan hunian kelas menengah ke atas.
Pada Maret 2020 hingga sekarang, delapan warga kelurahan ini positif Covid-19, yang semuanya sudah sembuh setelah menjalani isolasi mandiri. Para penyintas adalah dokter perawat pasien yang menularkannya kepada anggota keluarga serta staf rumah tangga. Kini, belum ada lagi pasien positif di Melawai.
Enam bulan keberlangsungan pandemi Covid-19, pekan ini rerata kasus positif (positivity rate) Jakarta meningkat menjadi 11,2 persen. Pekan lalu, reratanya 10 persen.
”Bulan lalu kami melakukan uji usap saluran pernapasan di Blok M Square, salah satu tempat perbelanjaan. Ada beberapa orang yang positif dan ternyata adalah pengunjung yang berasal dari wilayah lain. Untuk pedagang sendiri hingga kini belum ada yang positif,” tutur Chenris.
Chenris mengungkapkan rencana membentuk gugus tugas Covid-19 khusus untuk wilayah Blok M. Di daerah ini, ada tiga pusat perbelanjaan, masing-masing Pasaraya yang merupakan mal dengan pengunjung cenderung para pekerja kelas menengah, serta Blok M Square dan Mal Blok M yang lebih beragam pengunjungnya. Ada pula terminal dan stasiun bus Transjakarta.
Di luar itu, juga ada jajaran ruko yang merupakan hunian di lantai atasnya dan berbagai tempat usaha, seperti toko, kafe, dan restoran di lantai bawah. Trotoarnya, pada malam hari, menjadi lapak bisnis pedagang kaki lima. Parkir juga menjadi manajemen tersendiri di wilayah ini.
Menurut Chenris, setiap unit usaha, seperti mal, terminal, dan parkir, memiliki gugus tugas tersendiri di bawah naungan rukun warga (RW). Mereka berkoordinasi dengan para petugas di kelurahan yang melakukan patroli rutin. Gugus tugas diharapkan sudah bisa diluncurkan pada pekan ini.
”Tidak bisa kalau hanya petugas kelurahan atau dari Suku Dinas Jakarta Selatan yang mengawasi. Tenaga kami terbatas. Warga yang tinggal di Melawai maupun yang bekerja di sini harus ikut bertanggung jawab,” ujarnya.
Namun, kenyataannya tidak semudah yang diharapkan. Di Mal Blok M, tempat belanja yang terletak di bawah tanah terminal, mayoritas penjual tidak memakai masker. Bahkan, ada penjual makanan di pujasera yang tidak bermasker sambil sibuk menyusun jajanan gorengan di etalase. Beberapa meter dari pujasera, sekelompok penjual sibuk nongkrong dan bermain catur. Ketika kiosnya didatangi pembeli, baru mereka bergegas memakai masker, tetapi ada pula penjual yang harus diingatkan terlebih dulu.
”Memang masih suka lupa, apalagi kalau habis makan atau merokok,” kata Ujang, penjual aksesori. Ia mengaku pembeli suka mengingatkan agar memakai kembali maskernya. Ujang tidak pernah tersinggung karena biasanya pembeli menegurnya dengan sopan dan ia mengerti alasannya demi kesehatan bersama. Akan tetapi, ia mengatakan tidak berani menegur pembeli yang tak bermasker. Alasannya takut pembeli itu tidak jadi belanja di kiosnya.
Namun, tidak semua penjual mengerti aturan bermasker. Di tempat obral baju depan supermarket, tak satu pun pramuniaganya mengenakan masker. Ketika ditegur pembeli, mereka beralasan pengap. Saat diingatkan bahwa memakai masker untuk keselamatan bersama, salah satu pramuniaga malah melengos dan meninggalkan tempat sambil mengomel, ”Kalau sakit, ya, sakit saja. Rese banget, sih, nyuruhpake masker.”
Meningkat
Enam bulan keberlangsungan pandemi Covid-19, pekan ini rerata kasus positif (positivity rate) Jakarta meningkat menjadi 11,2 persen. Pekan lalu, reratanya 10 persen. Batas aman yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai bukti pengendalian pandemi adalah 5 persen. Artinya, Ibu Kota masih kesulitan mengendalikan penyebaran virus korona baru. Berbeda dengan di bulan Mei ketika pembatasan sosial berskala besar proporsional masih berlaku.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dwi Oktavia Tatri Lestari Handayani mengungkapkan, hari Rabu ada 42.303 kasus positif. Sebanyak 31.741 orang sudah sembuh dan 1.237 orang meninggal. Secara nasional, tingkat kematian akibat Covid-19 adalah 4,2 persen. Di Jakarta tingkat kematiannya 2,9 persen.
Pemerintah Provinsi Jakarta masih mengandalkan imbauan agar masyarakat sebisa mungkin tinggal di rumah dan hanya keluar jika perlu. Akan tetapi, sejauh ini belum ada arahan mengenai pembatasan jam malam untuk warga seperti yang diberlakukan di Depok dan Bogor. Pusat-pusat perbelanjaan sendiri sudah ditutup pada pukul 20.00 meskipun masih ada restoran dan kafe independen yang beroperasi melebihi jam itu.
Meskipun begitu, perlu kewaspadaan tinggi untuk menghentikan penularan. Epidemiolog Universitas Indonesia, Pandu Riono, mengatakan, perlu dicari alasan keengganan masyarakat untuk bermasker, selain adanya penegakan hukum berupa teguran dan denda dari aparat pemerintah.
”Masalahnya, kini justru banyak pejabat pemerintah pusat dan daerah yang terkena Covid-19. Gedung-gedung pemerintahan juga ada yang ditutup karena menjadi kluster penularan. Sukar menegakkan kedisiplinan kalau para pegawai pemerintah tidak menunjukkan perilaku sehat,” tuturnya.