Ahli Kesehatan Meragukan Efektivitas Isolasi Mandiri di Permukiman Padat
Ribuan pasien isolasi mandiri di permukiman padat bisa memperparah penularan Covid-19. Sebagian dari mereka menjalani isolasi mandiri dalam ruangan yang kurang memadai.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Opsi isolasi mandiri bagi pasien Covid-19 berisiko memperparah penularan di kluster permukiman padat. Karena itu, ahli kesehatan tidak menyarankan isolasi mandiri tanpa pengawasan ketat.
Kepala Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Tri Yunis Miko mengatakan, ribuan pasien isolasi mandiri di Jakarta membuat pengawasan makin sulit. Tri banyak mendengar kondisi pasien isolasi mandiri yang luput dari pengawasan petugas kesehatan. Hal itu lantaran jumlah ribuan pasien sudah terlalu banyak.
Di tengah kondisi itu, laman corona.jakarta.go.id mencatat ada 5.757 orang yang menjalani isolasi mandiri pada Rabu (2/9/2020). Sementara lonjakan kasus positif harian di Jakarta bertambah sebanyak 1.053 orang pada Rabu (2/9/2020). Tri meyakini banyak kasus baru ditemukan di permukiman padat.
”Sudah terlalu banyak pasien yang isolasi mandiri di Jakarta. Dari 5.000-an kasus, mungkin sekitar 60 persen adalah orang tanpa gejala. Pasti akan sulit mengawasi mereka, terutama di permukiman padat,” ungkap Tri saat dihubungi pada Rabu (2/9/2020).
Tri menjelaskan, lingkungan permukiman padat jelas tidak memungkinkan untuk isolasi mandiri. Apalagi jika ruangan sempit dan jumlah kamar sedikit, sementara pasien positif lebih dari satu orang.
Sejumlah warga mengaku kesulitan menjalani isolasi mandiri. Siti Nurhayati (28), warga RT 004 RW 010 Kelurahan Pademangan Barat, Pademangan, Jakarta Utara, kewalahan mengurusi belasan anggota keluarga yang positif Covid-19. Ada 19 anggota keluarganya yang dinyatakan positif, tetapi berbeda lokasi rumah.
Saat berkonsultasi dengan puskesmas setempat, keluarga Siti diminta menjalani isolasi mandiri. Hal tersebut lantaran rumah sakit rujukan tak sanggup menampung mereka. Saat isolasi mandiri, Siti pun menyayangkan tidak ada arahan dari pemerintah setempat soal bagaimana menjalankan isolasi yang benar.
Alhasil, Siti sendiri yang mengurusi mertua, kakak ipar, dan adik saat proses isolasi mandiri. ”Saya setiap hari ke RW 013 sambil bawa makanan, minuman, dan baju untuk mereka. Barang-barang itu saya tinggalkan di depan rumah, lalu mereka ambil,” jelas Siti yang tinggal berbeda rumah dengan keluarga mertuanya.
Siti juga mengeluhkan minimnya pengawasan pemerintah kepada para pasien positif. Sepekan lalu, dokter menyatakan anggota keluarganya sembuh meski tanpa menjalani tes usap (swab). Sampai hari ini, Siti masih mewanti-wanti anggota keluarganya untuk tidak bepergian.
”Saya menyayangkan informasi dari lurah yang kurang transparan. Kalau menyatakan pasien sembuh, semestinya ada uji usap lagi untuk seluruh warga di RW ini. Sementara orang-orang di sini seperti dibiarkan ikut tes atau enggak,” ucap Siti yang juga guru sekolah saat dihubungi, Rabu sore.
Lurah Pademangan Barat Ruspandi mengatakan, pelacakan di setiap RW terus dilakukan, tetapi personel tidak bisa menjalankan pengawasan selama 24 jam. ”Tes jalan terus sesuai dengan ketersediaan alat dari puskesmas. Operasi juga terus berjalan meski kurang personel,” ucapnya.
Subeni (43), warga RT 002 RW 002 Wijaya Kusuma, Grogol Petamburan, Jakarta Barat, juga mengatakan isolasi mandiri dilaksanakan tanpa pengawasan langsung petugas kesehatan. Ada beberapa orang yang diketahui positif di lingkungan RT 002, termasuk ibunya, masih bisa keluar di sekitar lingkungan rumah untuk mengambil kiriman barang. ”Setelah memutuskan isolasi mandiri, enggak ada pengawasan langsung dari petugas berwenang. Tetapi, beberapa minggu sekali ditelepon untuk menanyakan kondisi, apa yang dirasakan pasien, dan sebagainya,” ujarnya.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam kunjungan ke Sunter, Jakarta Utara, Selasa (1/9/2020), menyebutkan semua pasien isolasi mandiri akan dirawat dengan fasilitas milik pemerintah. Hal tersebut demi mengantisipasi kluster penularan di keluarga yang terjadi beberapa bulan belakangan. ”Di Jakarta, regulasi untuk isolasi itu sedang disiapkan. Sudah diputuskan bahwa isolasi akan dikerjakan oleh pemerintah. Warga yang terpapar wajib mengikuti fasilitas isolasi ini,” ujar Anies.
Dekan Fakultas Kedokteran UI Ari Fahrial Syam menyebutkan, penerapan protokol kesehatan dan isolasi harus berjalan secara efektif. Dalam kasus isolasi mandiri di permukiman padat, tentu ruangan yang tersedia tidak akan memadai dan berpotensi memperparah penularan.
”Bayangkan apabila di satu rumah ada belasan orang, kemudian ada satu saja yang ternyata pasien positif tanpa gejala. Kalau tidak diisolasi secara memadai, besar kemungkinan anggota keluarganya ikut tertular. Kita semua tidak ingin kondisi itu menjadi makin parah,” jelas Ari.