Penjual Masih Turunkan Harga demi Jangkau Daya Beli di Jakarta
Saat ini, pengusaha tidak memikirkan meraup keuntungan ekonomi. Hal terpenting adalah menjaga uang terus berputar,
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Deflasi di Jakarta terjadi pada masa pandemi Covid-19 karena para produsen ataupun penjual barang dan jasa menurunkan harga agar terjangkau oleh masyarakat. Saat ini, hal terpenting ialah bukan mencari laba, melainkan memastikan terjadi arus perputaran uang hingga ke akar rumput.
Dalam paparan Ketua Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta Buyung Airlangga pada Selasa (1/9/2020) terungkap bahwa Jakarta mengalami deflasi sebesar -0,1 persen. Penyebabnya ialah turunnya harga berbagai komoditas sehari-hari.
”Faktor penyumbang deflasi terbesar ialah harga daging ayam ras, bawang merah, dan tiket pesawat terbang,” ujarnya.
Deflasi juga terjadi di kota-kota satelit Jakarta. Bekasi, misalnya, mengalami deflasi -0,01 persen; Tangerang sama seperti Jakarta, yaitu -0,1 persen; Bogor -0,16 persen; dan Depok -0,08 persen. Secara nasional, deflasi Jakarta menempati peringkat ke-33. Kupang, Nusa Tenggara Timur, memiliki deflasi terbanyak sebesar -0,92 persen.
Menurut Buyung, harga komoditas terus menurun sejak bulan februari 2020. Perhitungan hingga Agustus, sektor yang harganya relatif naik ialah produk dan jasa perawatan kecantikan.
Menggeliat
Ia menjelaskan, ekonomi di Ibu Kota kembali menggeliat karena ada peningkatan di ekspor. Pelabuhan Tanjung Priok mencatat, nilai ekspor mencapai 819,44 juta dollar AS atau meningkat 18,28 persen dari bulan Juni. Negara tujuan utama masih di Asia Tenggara, yaitu Singapura, Filipina, dan Malaysia. Adapun impor menurun 15,77 persen dibandingkan dengan Juni atau sevesar 3.331,77 juta dollar AS.
Kedatangan wisatawan mancanegara juga meningkat. Setelah diperdalam, para wisatawan ini tidak datang untuk tujuan jalan-jalan, tetapi melakukan relasi bisnis. Waktu tinggal mereka di Jakarta tidak lebih dari tiga hari.
Ekspor yang meningkat diimbangi kedatangan wisatawan mancanegara membuat ekonomi Jakarta menggeliat.
Sebagai gambaran, pada bulan Juni hanya ada 924 kunjungan wisatawan asing ke Jakarta. Pada bulan Juli angkanya mencapai 3.146 kunjungan. Mayoritas wisatawan ini berasal dari China, Korea Selatan, Jepang, Amerika Serikat, dan Australia.
Kedatangan mereka berkontribusi pada sektor perhotelan, tidak hanya di Jakarta, tetapi juga secara nasional. Kepala BPS Suhariyanto menerangkan bahwa hotel-hotel berbintang dua lebih laku daripada hotel berbintang lima karena tingkat keterisian mereka 30 persen. Hotel bintang lima maksimal terisi hingga 28 persen.
Memulihkan diri
Ketua Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia Sarman Simanjorang menjelaskan, seluruh dunia tengah memulihkan diri dari pandemi Covid-19. Deflasi ataupun resesi keuangan di Jakarta masih dalam taraf tidak terlalu mencemaskan karena keadaan akan terus membaik apabila perputaran uang terus berjalan.
”Banyaknya tenaga kerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja atau karyawan yang masih bekerja, tetapi tidak menerima tunjangan di luar gaji pokok, tentu memengaruhi daya beli masyarakat,” tuturnya.
Wajar jika banyak pengusaha menurunkan harga komoditas mereka agar terjangkau. Saat ini, pengusaha tidak memikirkan meraup keuntungan ekonomi. Hal terpenting adalah menjaga uang terus berputar, tidak hanya di level makro, tetapi juga di level mikro yang merupakan masyarakat akar rumput.
Oleh sebab itu, kuncinya ialah pengendalian pandemi Covid-19 agar tidak ada kerugian akibat biaya pengobatan. Menurut Ketua Dewan Pertimbangan Kamar Dagang dan Industri DKI Jakarta ini, pusat-pusat perbelanjaan telah memberlakukan jam malam hingga pukul 20.00. Di setiap perusahaan ada satuan tugas penanganan Covid-19.
”Akan tetapi, kerentanan karyawan terjadi pada saat mereka berangkat bekerja, seperti ketika menunggu angkutan umum di pinggir jalan. Pembagian tugas pengawasan kedisiplinan antara aparat pemerintah ataupun swasta dan komunitas memang harus ditinjau kembali dan diperkuat,” katanya.
Belanja eceran
Ia juga mengemukakan pentingnya pemerintah pusat dan provinsi mengkaji ulang kebijakan pemberian bantuan sosial. Bantuan berupa paket sembilan kebutuhan pokok tidak memutar ekonomi masyarakat. Beras, minyak goreng, dan makanan kaleng langsung dibeli pemerintah dari pabrik-pabrik besar sehingga manfaatnya tidak dirasakan oleh masyarakat.
Sarman memuji inisiatif pemerintah memberi bantuan Rp 600.000 setiap bulan untuk empat bulan ke depan kepada para pengusaha mikro, kecil, dan menengah beserta karyawan yang gajinya di bawah Rp 5 juta setiap bulan. Uang ini harapannya bisa mereka belanjakan di warung dan toko kelontong terdekat sehingga ada geliat ekonomi komunitas.
”Adanya bantuan tunai itu memungkinkan variasi belanja produk eceran meningkat. Pembeli bisa memilih jenis beras atau minyak goreng yang mereka kehendaki, belanja sesuai jumlah kebutuhan harian atau mingguan. Faktor-faktor ini yang menghidupkan ekonomi akar rumput,” ucapnya.
Kekuatan ekonomi pada kalangan kelas menengah adalah orang-orang yang memiliki tabungan, tetapi tidak mau membelanjakan banyak-banyak pada masa pandemi.
Ia juga menerangkan adanya kekuatan ekonomi pada kalangan kelas menengah. Mereka adalah orang-orang yang memiliki tabungan, tetapi tidak mau membelanjakan banyak-banyak pada masa pandemi karena menunggu keadaan aman dan stabil.
Apabila pandemi terkendali dan harapannya vaksin sudah bisa diakses masyarakat, Sarman mengatakan, kalangan kelas menengah ini akan siap membelanjakan uang mereka untuk kebutuhan sekunder dan tersier yang bisa menggenjot kembali ekonomi.