Korban Penusukan di Kampung Melayu Enggan Kaitkan dengan Penyerangan di Ciracas
Publik dikagetkan oleh penyerangan brutal sekelompok orang, diduga melibatkan anggota TNI, di Ciracas dan Pasar Rebo. Ternyata, pada waktu berdekatan, ada kekerasan oleh suatu kelompok juga di Kampung Melayu.
Oleh
Johanes Galuh Bimantara
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pada Sabtu (29/8/2020) dini hari, sekelompok orang menyerang warga di kolong jalan layang Kampung Melayu, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur. Waktunya berdekatan dengan penyerangan brutal yang juga secara berkelompok di Ciracas dan Pasar Rebo, Jakarta Timur. Namun, salah satu korban yang menderita luka tusuk, MH (34), enggan menyebut peristiwa-peristiwa itu saling terkait.
Penyerangan di Ciracas dan Pasar Rebo mengakibatkan sejumlah polisi dan warga sipil terluka, serta rusaknya harta benda warga di jalan, mobil, dan beberapa bagian gedung di Kepolisian Sektor Ciracas serta Polsek Pasar Rebo, Kepolisian Resor Metropolitan Jakarta Timur. Sejumlah anggota TNI diduga terlibat. Hasil pemeriksaan sementara oleh polisi militer, tiga tentara mengakui turut merusak kendaraan.
”Saya tidak menuduh siapa pun. Bagi saya, ini musibah, dan mereka orang-orang yang tidak dikenal,” ucap MH saat dihubungi pada Selasa (1/9/2020). Pedagang kopi itu menderita satu luka tusuk di punggung. Bahkan, pisau masih menancap saat para pelaku yang berjumlah lebih kurang sepuluh orang membubarkan diri.
Selain MH, ada satu korban lagi, yaitu pembeli kopi yang sehari-hari bekerja sebagai tukang sampah, IS (37). Meski lebih parah karena setidaknya ada delapan luka senjata tajam, IS memilih pulang kampung ke Cilacap, Jawa Tengah, seusai dirawat beberapa jam di rumah sakit.
Saya tidak menuduh siapa pun. Bagi saya, ini musibah, dan mereka orang-orang yang tidak dikenal.
Seingat MH, penyerangan brutal itu terjadi antara pukul 02.00 dan 02.30, berdekatan waktunya dengan kerusuhan di Polsek Ciracas. Namun, ia kembali menegaskan tidak tahu ada kekerasan massa di tempat lain saat diserang sekelompok orang di Kampung Melayu.
MH menceritakan, ia biasa mangkal di kolong jalan layang di sisi barat Terminal Kampung Melayu atau di sisi jalan yang mengarah ke Jalan Otto Iskandardinata (Otista) di selatan. Umumnya, ia berjualan mulai sore hingga subuh agar tidak ditertibkan petugas.
Memasuki Sabtu (29/8/2020) dini hari, saat ia sedang mencuci piring di dekat gerobak jualannya, sekelompok orang yang berboncengan sepeda motor menghampiri. Mereka datang dari Jalan Otista, masuk ke area terminal, lalu melawan arah ke area MH berjualan yang juga tempat angkutan-angkutan M06 jurusan Kampung Melayu-Gandaria mengetem. Tanpa mengatakan apa pun, mereka menyerang siapa saja yang ditemui.
”Awalnya cuma bilang ’woi’, habis itu langsung nyerang,” ujar MH.
Pisau pun ditinggalkan para pelaku tertancap pada punggung kiri MH. Ia lantas meminta salah satu orang di sana membantu mencabut pisau. Setelah itu, rekan-rekannya menolong dengan membawanya ke klinik 24 jam. Karena tidak ada dokter yang bisa menangani, MH dirujuk ke Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Kecamatan Jatinegara. Mencurigai luka MH akibat tindak kejahatan, tenaga kesehatan di sana memintanya melapor dulu ke polisi.
Lokasi Kantor Polres Metro Jakarta Timur kebetulan hanya satu menit berjalan kaki dari puskesmas. Meski sebenarnya enggan dan ingin urusan cepat selesai, MH membuat laporan kepolisian hingga pukul 05.00 agar segera mendapat penanganan medis.
MH kemudian dirawat di Rumah Sakit Tingkat I R Said Sukanto atau RS Polri Kramatjati, Jakarta Timur. Pukul 08.00, ia tidak langsung pulang ke rumah keluarganya di Penggilingan, Cakung, Jakarta Timur, tetapi kembali ke Kampung Melayu untuk memberesi perlengkapan berdagangnya yang berantakan setelah penyerangan. Ia pulang ke rumah sekitar pukul 10.00.
MH membuat laporan kepolisian hingga pukul 05.00 agar segera mendapat penanganan medis.
Korban lain, IS, sebelumnya menceritakan, sejak Jumat (28/8/2020) malam, ia nongkrong di Terminal Kampung Melayu, berharap bisa menambah pemasukan dengan menggantikan teman yang mengemudi angkutan kota. Istilahnya, sopir tembak.
Saat menunggu angkot yang bisa disopirinya, sekitar pukul 02.00 gerombolan pelaku datang ke terminal berboncengan sepeda motor. Tanpa mengatakan apa pun, mereka langsung menyabetkan senjata tajam ke segala arah. Menurut IS, senjata tajam sebenarnya diarahkan ke banyak orang, tetapi kemungkinan hanya dirinya dan MH yang terlambat menyelamatkan diri.
IS menambahkan, secara kasatmata, luka akibat senjata tajam di tubuhnya semakin pulih. Namun, dadanya masih sesak dan nyeri akibat efek penusukan. Ia memohon bantuan untuk perawatan di rumah sakit karena ketiadaan biaya. Untuk rontgen saja, misalnya, biaya di Cilacap sekitar Rp 500.000.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Timur Ajun Komisaris Besar Imron Ermawan mengatakan, MH memang sudah membuat laporan kepolisian, tetapi belum dimintai keterangan guna menyusun berita acara pemeriksaan (BAP). Pengusutan penyerangan berdarah di Kampung Melayu membutuhkan BAP tersebut.
Pihak polres menunggu MH selesai pemulihan di rumahnya, baru kemudian diundang untuk pembuatan BAP. ”Pelaku tetap dikejar,” ucap Imron.
Namun, MH sebenarnya berharap ia tidak perlu terlibat lagi dalam pengusutan kasus, termasuk untuk pemeriksaan dan pembuatan BAP. Ia lelah dengan proses yang panjang. Apalagi ia tidak mengenal pelaku sehingga merasa sudah tidak ada kepentingan lagi.
MH berharap tidak perlu terlibat lagi dalam pengusutan kasus. Ia lelah dengan proses yang panjang.
MH memohon agar penegak hukum bisa melanjutkan penanganan kasus berbekal keterangannya dalam laporan kepolisian tanpa pemanggilan lagi. Ia memilih fokus kembali bekerja untuk menghidupi istri dan tiga anaknya.