Penyebaran Covid-19 di Kluster Perkantoran yang Mengkhawatirkan
Dibukanya kembali aktivitas perkantoran di masa PSBB transisi memicu munculnya kluster penularan Covid-19 di perkantoran. Meski sudah menerapkan protokol kesehatan, sebagian orang kini khawatir kembali bekerja di kantor.
Oleh
MB. DEWI PANCAWATI (LITBANG KOMPAS)
·4 menit baca
Kluster penyebaran Covid-19 di lingkungan perkantoran muncul di beberapa daerah. Di Jawa Timur, misalnya, sampai dengan pertengahan Juli dilaporkan terjadi penularan Covid-19 di 20 kluster perkantoran dengan 272 jumlah kasus positif Covid-19.
Kluster perkantoran juga muncul di Bandung. Setelah dilakukan tes usap terhadap 1.265 orang di Kantor Gubernur Jawa Barat pada akhir Juli lalu, ditemukan 40 orang terkonfirmasi positif Covid-19. Sementara itu, di Kalimantan Timur, terdapat 61 kasus positif Covid-19 dari empat kluster kantor pemerintahan dan pekerja migas di Samarinda.
Kasus di Jakarta lebih banyak lagi. Dinas Kesehatan DKI Jakarta mencatat, sampai dengan 9 Agustus ada 166 kantor yang menjadi kluster penularan Covid-19 dengan 1.081 kasus positif. Lonjakan kasus yang sangat signifikan ini terjadi sejak dimulainya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi pada 4 Juni 2020. Sebelum PSBB transisi, kasus positif Covid-19 dari kluster perkantoran dilaporkan hanya 43 kasus.
Peningkatan kasus kluster perkantoran menimbulkan kekhawatiran warga, yang terekam dari jajak pendapat Kompas awal Agustus lalu. Sebanyak tiga dari lima responden mengatakan takut tertular saat masuk kantor kembali di masa adaptasi kebiasaan baru. Rasa waswas tersebut dialami oleh warga yang masih bekerja dari rumah (24,9 persen) dan semakin meningkat bagi warga yang sudah melakukan aktivitas di kantor (60,7 persen).
Hasil penelitian ”Mobilitas Pekerja dan Risiko Covid-19 di Perkantoran Jabodetabek” menyebutkan, pekerja dapat tertular Covid-19 di kantor ataupun di moda transportasi publik dan kemudian menularkannya kepada anggota keluarga di rumah. Mereka yang tinggal di permukiman padat penduduk lebih rentan menyebarkan virus kepada orang lain. Demikian juga dengan mereka yang tinggal bersama golongan rentan menimbulkan kasus yang fatal.
Disiplin
Kementerian Kesehatan telah menerapkan sejumlah aturan mengenai Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di perkantoran dan industri melalui Surat Keputusan Nomor HK.01.07/Menkes/328/2020. Peraturan tersebut, di antaranya, mencakup keharusan karyawan menggunakan masker, bahkan saat di dalam kantor, rutin mencuci tangan, serta menyarankan karyawan untuk istirahat di rumah saja jika sedang flu.
Selanjutnya, saat di dalam lift, tidak menggunakan jari untuk menekan tombol, tidak berbicara, serta berdiri saling membelakangi. Aturan menjaga jarak antarkaryawan juga diterapkan.
Pihak pengelola kantor pun diharuskan melakukan pengecekan suhu tubuh kepada setiap karyawan sebelum masuk kantor. Kapasitas ruangan kantor pun harus dikurangi 50 persen dari biasanya dengan cara mengatur atau mengurangi hari/jam kerja. Penyemprotan disinfektan pun dilakukan secara berkala. Fasilitas cuci tangan dan hand sanitizer juga harus disediakan dengan jumlah lebih banyak.
Aturan protokol kesehatan itu pun diakui 90 persen responden telah diterapkan di gedung perkantoran. Namun, hal tersebut tidak sesuai dengan realitas di lapangan.
Sejumlah kantor masih melakukan pelanggaran berupa kapasitas ruangan yang melebihi 50 persen. Alasannya, kesulitan untuk mengatur jam kerja karena terkait dengan proses produksi. Pengukuran suhu tubuh pun sudah mulai tidak rutin dilakukan.
Sementara dari sisi karyawan, ada yang tidak disiplin melakukan protokol kesehatan. Mereka, misalnya, tidak menggunakan masker dan menjaga jarak saat istirahat makan siang ataupun saat mengadakan rapat di ruangan tertutup. Jika demikian, protokol kesehatan yang sudah disusun dengan detail sebagai antisipasi penyebaran Covid-19 jelas tidak efektif untuk mengurangi penyebaran.
Padahal, kunci untuk mencegah munculnya kluster perkantoran adalah disiplin menjalankan protokol kesehatan. Empat dari lima responden pun optimistis jika dijalankan dengan disiplin, protokol kesehatan akan efektif untuk mencegah penularan virus korona baru pemicu Covid-19.
Moda transportasi
Penularan virus juga berpotensi terjadi saat pekerja melakukan perjalanan, khususnya menggunakan angkutan umum. Kasus di Jakarta, para pekerja yang mencari nafkah di Ibu Kota dari wilayah Bodetabek masih banyak mengandalkan kereta komuter sebagai sarana transportasi.
Pemandangan kerumunan penumpang mengantre untuk masuk ke dalam peron stasiun sering kali terlihat di beberapa stasiun. Kondisi tersebut riskan memicu penularan virus korona baru. Sementara upaya bantuan bus tidak bisa menjadi solusi karena perbandingan kapasitas KRL dan bus yang berbeda jauh.
Kepatuhan dan kedisiplinan untuk menjalankan protokol kesehatan harus dilaksanakan bersama semua pihak untuk memutus mata rantai penularan virus korona di perkantoran.
Sebanyak 90 persen responden yang sudah mulai bekerja di kantor lebih memilih menggunakan sepeda motor atau mobil pribadi sebagai sarana transportasi. Selain khawatir terpapar virus, dalam surat keputusan Kementerian Kesehatan, karyawan yang sudah aktif kembali bekerja di kantor juga tidak disarankan menggunakan angkutan umum.
Penerapan protokol kesehatan di kawasan perkantoran harus melibatkan karyawan, pemimpin perusahaan, serta pengelola kantor. Setelah kluster perkantoran, sekarang mulai bermunculan kluster industri dengan jumlah orang yang terpapar lebih banyak. Kepatuhan dan kedisiplinan untuk menjalankan protokol kesehatan harus dilaksanakan bersama semua pihak untuk memutus mata rantai penularan virus korona di perkantoran.