Di kelompoknya, NL pura-pura kesurupan arwah tokoh penting sehingga mereka mau terlibat menghabisi nyawa Sugianto. Di hadapan polisi, NL mengaku kemasukan arwah korban untuk membelokkan fakta.
Oleh
Johanes Galuh Bimantara
·5 menit baca
Penembakan seorang pebisnis pelayaran, Sugianto (52), di Kelapa Gading, Jakarta Utara, ternyata diotaki salah satu karyawannya, NL (34). Perempuan ini diduga memanfaatkan kepiawaiannya berakting kesurupan untuk memantapkan hati rekan-rekannya membantu mengakhiri hayat bosnya. Namun, ”arwah” yang masuk ke tubuhnya malah kemudian membantu polisi membongkar kejahatan mereka.
Sugianto roboh pada Kamis (13/8/2020) menjelang pukul 13.00 di depan rumah toko Royal Gading Square, Kelapa Gading. Dari lima tembakan jarak dekat, tiga peluru menembus dada dan wajahnya. Penembaknya melarikan diri dengan membonceng sepeda motor yang dikemudikan rekannya.
Sekitar sepekan kemudian, pada Jumat (21/8/2020), tim gabungan Kepolisian Daerah Metro Jaya dan Kepolisian Resor Metropolitan Jakarta Utara meringkus seluruh tersangka yang terlibat pembunuhan berencana itu. Salah satunya NL, staf bagian keuangan PT Dwi Putra Tirtajaya—yang merupakan milik korban.
Secara keseluruhan, ada sepuluh orang yang terlibat perencanaan hingga eksekusi. ”Mereka terbagi menjadi tiga peran. Pertama, mastermind atau yang menggagas, kedua adalah tim pendukung dan yang terlibat persiapannya, ketiga tim eksekutor di lapangan,” ucap Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Jean Calvijn Simanjuntak, Selasa (25/8/2020).
Selain NL, dalang tindak pidana ini adalah suami sirinya, MM (42). Untuk menghabisi nyawa korban, mereka menggunakan jasa DM (50) sebagai penembak, dan SY (58) sebagai pengemudi motor penyokong tugas DM.
Tersangka AJ (56) berperan meminjamkan senjata api miliknya, merek Browning Arms Company dengan nomor seri NM01548, lengkap dengan amunisi berkaliber .380 auto. Nama-nama lainnya yang terlibat perencanaan atau membantu persiapan berinisial S (20), MR (25), DW (45), R (52), dan RS (45).
Mereka terbagi menjadi tiga peran. Pertama, mastermind atau yang menggagas, kedua adalah tim pendukung dan yang terlibat persiapannya, ketiga tim eksekutor di lapangan. (Jean Calvijn Simanjuntak)
Polisi lantas menggelar rekonstruksi perencanaan, eksekusi, hingga pascaeksekusi kemarin Selasa. Babak perencanaan pembunuhan memperlihatkan adanya dorongan ikatan kelompok yang begitu kuat sehingga memicu keterlibatan demikian banyak orang.
Memang, dalam konferensi pers hari Senin (24/8/2020), Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Nana Sudjana menyampaikan, sebagian besar tersangka merupakan murid dari ayah NL. Meski demikian, Nana enggan menyebut profesi ayah NL sampai ia dianggap sebagai guru.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Utara Komisaris Wirdhanto Hadicaksono menyebutkan, NL dan para tersangka lain tergabung dalam suatu kelompok terkait doa. Entah doa-doa macam apa yang mereka daraskan, tetapi reka adegan kemarin Selasa menunjukkan, kegiatan mereka ”melibatkan” arwah.
Dalam simulasi perencanaan pembunuhan tanggal 9 Agustus, ada dua adegan NL kemasukan arwah. Pertama, saat berkumpul dengan MM, AJ, R, dan SY pada 9 Agustus siang di sebuah kamar hotel di Jatisampurna, Kota Bekasi. NL kesurupan dan bertanya pada yang hadir, apakah mereka siap berjuang. Yang lain menjawab, siap eyang. NL kemudian jatuh pingsan dan sempat bertanya pada MM kapan ia akan menepati janjinya.
Sebagian besar tersangka merupakan murid dari ayah NL. Apa profesi ayah NL, sampai ia dianggap sebagai guru? Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Nana Sudjana enggan membahasnya lebih jauh.
Kejadian kedua, 9 Agustus petang, saat mereka ke makam seseorang di Tangerang. Di dalam mobil, NL kemasukan arwah NG, orang yang dimakamkan di sana, dan seolah-olah arwah tersebut meminta izin masuk ke tubuhnya. MM menjawab, silakan.
Arwah yang masuk ke raga NL merupakan tokoh penting bagi mereka. Namun, aksi NL kesurupan diduga hanya kedok untuk memanipulasi teman-temannya agar mau membantunya menghabisi Sugianto. Cara itu memang berhasil.
NL pun mencoba cara serupa untuk menghilangkan jejak pasca-pembunuhan. Di hadapan para penyidik yang mengusut kematian bosnya, ia kembali kesurupan. Bahkan, ia tidak segan kemasukan arwah saat pemakaman Sugianto.
”Dia kesurupan arwah korban dan menyampaikan bahwa pelakunya terkait masalah persaingan bisnis,” ucap Wirdhanto. Polisi segera mengendus bahwa NL diduga berpura-pura kesurupan untuk membelokkan polisi ke motif yang salah.
Polisi pun berinisiatif meminta ahli poligraf dari Pusat Indonesia Automatic Fingerprint Identification System (Inafis) Polri untuk mengecek pernyataan NL. Hasilnya, ahli mendeteksi adanya kebohongan (deception).
Ditambah dengan keterangan NL yang berubah-ubah saat pemeriksaan, polisi pun menetapkannya sebagai salah satu tersangka. Motif asli juga terungkap, yaitu NL sakit hati Sugianto kerap memakinya dan melakukan pelecehan seksual secara verbal. Selain itu, NL juga takut dilaporkan bosnya ke polisi terkait indikasi penggelapan pajak perusahaan.
Psikolog forensik Reza Indragiri Amriel terpikat dengan atraksi kesurupan NL. Ia memandang perilaku itu salah satu bentuk kecerdasan NL untuk menjebak teman-temannya dalam kecenderungan psikologis bernama groupthink (berpikir kelompok). Ini mendorong mereka bersedia membantunya membunuh.
Pada 1 April 1998, pengajar psikologi sosial Niniek L Karim menulis di harian Kompas, ahli psikologi-kelompok Irving Janis menerangkan bahwa berpikir kelompok adalah suatu kecenderungan berpikir yang terjadi pada orang-orang dalam suatu kelompok yang sangat terikat pada kelompoknya sehingga para anggotanya cenderung mengejar kebulatan suara (persepakatan) dengan memaksakan motivasi mereka untuk membenarkan pilihan keputusan yang diambil kelompok.
Sederhananya, suatu kecenderungan anggota-anggota kelompok untuk mencari penyesuaian secara prematur.
Reza berpendapat, berpikir kelompok adalah modal utama NL merealisasikan keinginannya. NL memang menggelontorkan sekitar Rp 200 juta untuk membiayai eksekutor, tetapi jika hanya mengandalkan harta, Reza sangsi NL sampai bisa mengajak sembilan orang turut serta. ”Adanya kekerabatan tertentu antarpelaku, yang diwarnai groupthink, sepertinya lebih relevan untuk menyoroti kasus tersebut,” katanya.
Kondisi itu tergambarkan dalam rekonstruksi perencanaan pembunuhan Sugianto. Pada 9 Agustus, NL meyakinkan MM agar mau membantunya dengan menyebut pembunuhan Sugianto adalah perintah NG.
Tersangka DM, meski memang menerima uang ratusan juta rupiah, awalnya menolak permintaan menjadi eksekutor. Namun, ia lalu mempertimbangkan ulang setelah diberi tahu bahwa permintaan itu merupakan amanat dari MM, pelanjut perjuangan Eyang NG.
Reza menambahkan, klaim sakit hati NL sebagai pemicu pembunuhan perlu diuji lagi. Dorongan rasa sakit hati untuk menghabisi nyawa seseorang mirip dengan gejala extreme emotional disturbance (EED).
Namun, ada tiga parameter terkait EED. Pertama, didahului provokasi. Kedua, jarak antara peristiwa yang menimbulkan sakit hati dan aksi kekerasan, termasuk pembunuhan, sangat dekat. Ketiga, EED muncul karena reaksi spontan sehingga modus kejahatannya pun sederhana. ”Pada NL, maksimal tampaknya hanya terpenuhi parameter pertama. Jadi, benarkah sakit hati benar-benar penyebab NL ingin menghabisi korban?” ujar Reza.
Benarkah sakit hati benar-benar penyebab NL ingin menghabisi korban? (Reza Indragiri Amriel)
Demi kepentingannya, NL membawa sembilan orang lain ikut basah dalam pembunuhan berencana. Berdasarkan Pasal 340 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, ancaman hukuman mati menanti mereka.