Pembuatan Saluran Utilitas Terpadu Jangan Bongkar Pasang Trotoar Lagi
Rencananya, PT Jakpro menggarap proyek saluran terpadu wilayah di Jakarta Selatan dan Jakarta Timur. PD Sarana Jaya dipercaya menggarap Jakarta Barat dan Jakarta Pusat .
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Rencana melakukan revitalisasi trotoar beserta saluran utilitas terpadu tahap lanjut penting selain mempercantik wajah jalanan Ibu Kota juga untuk merapikan infrastruktur Jakarta. Akan tetapi, hingga kini belum ada kejelasan institusi atau badan yang akan menjadi pengawas dan pemberi izin satu pintu untuk pemakaian saluran tersebut.
Pembahasan terkait ducting atau sarana jasa utilitas terpadu (SJUT) dilakukan di Balai Kota Jakarta, Selasa (25/8/2020). Dari pihak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta hadir Dinas Bina Marga. Adapun pihak badan usaha milik daerah (BUMD) yang ditunjuk menggarap SJUT adalah PT Jakarta Propertindo (Jakpro) dan Perusahaan Daerah Sarana Jaya.
Direktur Umum PD Sarana Jaya Yoory C Pinontoan yang dikontak seusai rapat mengatakan belum bisa memberi komentar karena rencana masih dalam pembahasan tingkat lanjut antara Pemprov DKI Jakarta dengan pelaksana pembangunan SJUT dan trotoar.
Aturan mengenai pembangunan tertera dalam Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 106 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelenggaraan Infrastruktur Jasa Utilitas dan diturunkan ke dalam Keputusan Gubernur (Kepgub) DKI Jakarta Nomor 419 Tahun 2020.
Dipaparkan dalam Kepgub No 419/2020, rencana tambahan jangka panjang ialah membagi pembangunan SJUT dan trotoar kepada dua BUMD tersebut. PT Jakpro menggarap wilayah di Jakarta Selatan dan Jakarta Timur dengan total panjang jalan 424,08 kilometer atau 124 ruas jalan. PD Sarana Jaya dipercaya menggarap Jakarta Barat dan Jakarta Pusat dengan panjang 279,44 kilometer atau 103 ruas jalan.
Rencananya, PT Jakpro menggarap SUTJ wilayah di Jakarta Selatan dan Jakarta Timur. PD Sarana Jaya dipercaya menggarap Jakarta Barat dan Jakarta Pusat.
Saat ini, daftar pendek yang diusulkan ialah 102,98 kilometer atau 29 ruas jalan untuk PT Jakpro. Cakupannya antara lain Jalan RS Fatmawati, Jalan Tebet Raya, Jalan Otto Iskandardinata, dan Jalan Pulomas. PD Sarana Jaya diusulkan mendapat daftar pendek 106,7 kilometer atau 34 ruas jalan. Beberapa di antaranya adalah Jalan Menteng Raya, Jalan Haji Agus Salim, Jalan Daan Mogot, dan Jalan Profesor Dokter Latumenten.
Ketua Koalisi Pejalan Kaki (KoPK) Alfred Sitorus mengapresiasi inisiatif Pemprov DKI Jakarta meningkatkan estetika jalanan. Akan tetapi, perlu diawasi lebih lanjut kesinambungan revitalisasi trotoar dan SJUT ini. Beberapa aspek yang diamati oleh koalisi ialah tarik ulur pembenahan trotoar antara pemilik gedung dengan pemprov karena pemilik ataupun pengelola gedung tidak mau memundurkan pagar mereka untuk memberi lahan perlebaran trotoar.
Sejatinya dalam izin mendirikan bangunan ada ketentuan mengenai sempadan jalanan. Sifatnya merupakan tanah yang dipinjamkan kepada pemerintah daerah untuk kebutuhan trotoar sehingga tidak ada ganti rugi yang diberikan. Hal ini membuat pemilik gedung enggan mematuhi aturan tersebut.
“Belum lagi berbicara tentang utilitas yang ada di atas dan di bawah trotoar seperti kabel listrik dan telekomunikasi. Di Cikini dan Tebet misalnya, kabel-kabel sudah dipindahkan ke SJUT bawah tanah, tetapi tiang-tiangnya belum dibereskan karena merupakan milik perusahaan telekomunikasi,” tutur Afred. Demikian juga dengan papan-papan iklan yang kini sudah kosong tetapi tiangnya belum dicabut dari trotoar.
Di bawah tanah kondisi SJUT juga beragam, ada yang sekadar berupa pipa dan ada yang sudah berupa gorong-gorong seperti di Jalan Sudirman dan MH Thamrin. Pantauan KoPK selama ini, trotoar yang telah dibuat dengan rapi oleh pemprov kerap dibongkar lagi untuk penggalian pipa maupun kabel bawah tanah oleh perusahaan yang berbeda-beda. Setelah itu, trotoarnya tidak dikembalikan ke kondisi 100 persen karena compang-camping.
Demi kenyamanan pedestrian, harus ada satu institusi yang ditunjuk oleh Pemprov DKI Jakarta sebagai pemberi izin pemakaian SJUT dan pengawasannya. Perusahaan-perusahaan yang hendak memasang kabel maupun pipa bisa mengurus segala keperluannya secara satu pintu ke institusi ini sehingga tidak perlu lagi ada bongkar pasang trotoar.
Dari sisi kenyamanan, pejalan kaki belum sepenuhnya puas dengan kondisi trotoar di Jakarta walaupun sudah direvitalisasi. Salah satu contohnya adalah Rahmat, seorang pegawai kantor di Jalan Kebon Sirih yang kerap berjalan kaki menuju stasiun MRT di Jalan MH Thamrin. Ia mengeluhkan di beberapa bagian trotoar masih ada tunggul sisa papan iklan atau tiang listrik yang dipotong. Tunggul ini bisa membuat pejalan kaki tersandung, apalagi ketika terburu-buru.
Sementara itu, Maya, karyawati yang kerap berjalan di Jalan Agus Salim dan Jalan Wahid Hasyim memiliki pengalaman beberapa kali nyaris terperosok penutup lubang inspeksi (manhole) di trotoar. Penutup lubang ini berbentuk dua persegi panjang dari beton. Pemasangannya tidak stabil sehingga bergoyang ketika dipijak.