Kampung Susun Akuarium Dibangun, Pertegas Aturan dan Status Sedari Awal
Setelah berproses selama 4 tahun, Pemprov DKI Jakarta segera membangun Kampung Susun Akuarium yang berada di kawasan cagar budaya di Penjaringan, Jakarta Utara. Proyek dengan dana swasta ditargetkan selesai akhir 2021.
Oleh
Helena F Nababan
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peletakan batu pertama pembangunan Kampung Susun Akuarium sudah dilakukan 17 Agustus 2020. Meski dibangun untuk warga, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sejak awal harus tegas bahwa rumah susun itu tidak boleh dimiliki, tetapi harus disewa oleh para penghuninya.
Yayat Supriyatna, pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti, Selasa (25/8/2020), menjelaskan, penegasan status rumah susun yang akan dibangun itu berkaitan dengan lokasi atau lahan yang digunakan untuk membangun.
Seperti diberitakan, Kampung Susun Akuarium akan dibangun di atas lahan yang menurut Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi, kawasan itu termasuk zona merah. Warna merah artinya menunjukkan fungsi pemerintahan.
Kalau fungsi pemerintahan itu artinya peruntukan atau pemanfaatannya adalah dalam konteks pelayanan fungsi pemerintahan. Misalnya bisa untuk kantor kelurahan, untuk puskesmas, atau pusat pelayanan di bidang perumahan dan permukiman.
Kalau diperuntukkan bagi pelayanan bidang perumahan dan permukiman, rumah susun yang dibangun berstatus rumah susun sewa, bukan rumah susun milik. Ini sama seperti rusun lain yang dibangun di atas lahan-lahan milik Pemprov DKI Jakarta. Contohnya di rusun Jatinegara Barat yang dibangun di lahan bekas kantor Suku Dinas Pekerjaan Umum.
Gubernur DKI Jakarta didorong harus tegas dari awal mengenai status rumah susun itu. ”Saya melihat gubernur tidak terbuka karena takut warga kecewa, berharap dapat rumah pengganti, rumah gratis,” kata Yayat.
Kalau gratis atau menjadi hak milik warga, itu bisa berbahaya. Karena Pemprov DKI Jakarta bukan pengembang dan lahan itu milik negara. ”Kalau itu dilakukan, maka 21 kampung kota lainnya yang masuk dalam program community action plan (CAP) akan meminta untuk diubah menjadi hak milik atau rumah gratis. Kalau rumah gratis, ini persoalan aset. Ini akan menjadi persoalan baru untuk DKI Jakarta,” kata Yayat.
Untuk itu, Gubernur DKI Jakarta harus tegas untuk mengatakan, rumah susun yang dibangun itu berstatus rumah susun sewa karena dibangun di atas lahan milik pemerintah.
PBB bukan bukti sah kepemilikan lahan
Dalam konferensi pers yang digelar Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta bersama Rujak Center for Urban Studies, Selasa pagi, yang bertajuk ”Kampung Akuarium dan Masa Depan Perumahan”, salah satu warga Kampung Akuarium, Dharma Diani, yang hadir, menyatakan, selama tinggal di kawasan itu ia selalu membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Bahkan, ada tagihan air dan listrik yang juga dibayar sebagai layaknya warga umumnya.
Atas keterangan itu, Yayat menegaskan, ”Yang dibayar itu pajak bumi atau pajak bangunan?” Yayat mengingatkan, PBB itu bukan bukti kepemilikan, melainkan kewajiban membayar PBB.
Apabila ketegasan sudah disampaikan di awal, apabila rusun itu akan menjadi rusun sewa, maka Pemprov DKI juga harus belajar dari pengalaman pengelolaan rusun yang lainnya. Setiap mengelola rusun harus ada unit pengelola rusun yang dibentuk. Kemudian juga bahwa banyak penghuni rusun sewa selama ini yang menunggak sewa.
”Jadi kalau nanti ditetapkan sebagai rusun sewa, Pemprov DKI wajib membina mereka supaya mandiri dan punya penghasilan, bagaimana memberdayakan penghuni supaya mampu membayar sewa,” kata Yayat.
Hal lain yang harus dipatuhi Pemprov DKI Jakarta adalah anggaran untuk membangun kampung susun tersebut adalah anggaran dari pihak swasta. Dana dari pihak swasta itu disebut dana Rencana Kerja Pemerintah Daerah Non-APBD (RKPD Non-APBD). Jadi harus dicatat sebagai bagian dari penerimaan yang dicatat dalam APBD dan dijadikan sebagai aset.
”Tujuannya supaya pembangunan ini menjadi satu kesatuan, tidak menjadi aset terpisah,” kata Yayat.
Untuk itu, Pemprov DKI Jakarta harus tegas bahwa membantu warga itu dengan rumah susun sewa.
Adapun dari konferensi pers tersebut, Dharma Diani, yang hadir dalam agenda virtual itu, menyatakan, ia dan para warga yang selama ini tinggal di penampungan sementara di Kampung Akuarium sangat berharap kampung susun itu bisa segera selesai.
”Harapannya bisa mulai terbangun April lalu. Tetapi karena pandemi, baru bisa dimulai Agustus ini,” katanya.
Harapan itu ia sampaikan setelah sejak 2016, ia dan ratusan warga yang tinggal di Kampung Akuarium digusur oleh Pemprov DKI Jakarta. Selain karena kawasan mereka tinggal masuk zona merah, DKI waktu itu mau membangun tanggul untuk mencegah air laut masuk.
Warga yang bertahan kemudian dibuatkan tempat penampungan sementara pada 2018 oleh Anies Baswedan yang terpilih menggantikan Basuki Tjahaja Purnama sebagai gubernur pada 2017.
Saat era Gubernur Anies, warga terus berproses. Apalagi ada program penataan kampung dengan melibatkan masyarakat atau CAP. Arsitek pendamping dari Rujak Centre for Urban Studies, Andes Hermintomo, yang hadir dalam konferensi pers virtual itu, menjelaskan, bersama warga yang bertahan, perencanaan sudah berproses sejak 2017 hingga 2018, lalu berlanjut di 2019.
Semua sudah melalui tahapan dan sesuai aturan. ”Jadi ada sidang ke TACB karena kawasan Kampung Akuarium masuk kawasan cagar budaya. Kita juga sudah ke tim sidang pemugaran,” kata Andes.
Sesuai rancangan, rusun akan dibangun setinggi empat lantai dengan total lima blok. Lantai dasar dikosongkan. Lantai dasar dikosongkan dengan maksud mengantisipasi banjir karena kampung akuarium berada di tepi laut.
Kampung itu juga dirancang untuk dilengkapi dengan berbagai fasilitas. Hanya dalam konferensi pers itu tidak disebutkan fasilitas apa saja.
Terpisah dari konferensi pers tersebut, Pelaksana Tugas Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Sarjoko menyatakan, pada pengerjaan tahap awal ini, akan dilakukan reposisi hunian sementara yang selama ini menjadi tempat tinggal warga Kampung Akuarium.
”Bulan ini kami akan melakukan reposisi shelter (hunian sementara), diikuti persiapan lahan pada bulan September. Dengan demikian, pada bulan Oktober, proses konstruksi bisa dimulai,” kata Sarjoko.
Di Kampung Susun Akuarium akan dibangun lima blok yang masing-masing setinggi empat lantai dengan total ada 240 unit rusun. Kampung Akuarium dibangun di atas tanah seluas 10.384 meter persegi.
Pembiayaan atas kewajiban pengembang dilaksanakan oleh PT Almaron Perkasa sesuai Pergub Nomor 112 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pemenuhan Kewajiban Pembiayaan dan Pembangunan Rumah Susun Murah/Sederhana melalui Konversi oleh Para Pemegang Izin Pemanfaatan Ruang.