238 Karyawan Perusahaan Elektronik Kawasan Industri MM2100 Positif Covid-19
Penularan Covid-19 di kawasan industri di Kabupaten Bekasi masih terus terjadi. Sebanyak 238 karyawan salah satu perusahaan elektronik di daerah itu ditemukan positif Covid-19.
Oleh
STEFANUS ATO
·3 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Ledakan kasus baru Covid-19 dari kluster industri kembali muncul di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Sebanyak 238 karyawan salah satu perusahaan elektronik di Kawasan Industri MM2100, Cikarang Barat, ditemukan positif Covid-19. Pabrik itu pun kini ditutup selama 14 hari dan lebih dari 600 karyawan sudah menjalani tes usap tenggorokan.
Juru Bicara Satuan Tugas Covid-19 Kabupaten Bekasi Alamsyah mengatakan, perusahaan di bidang elektronik itu sudah ditutup sejak 24 Agustus 2020. Penutupan 14 hari dilakukan untuk memutus mata rantai penularan virus korona setelah 238 karyawan di perusahaan itu ditemukan positif Covid-19.
”Semua karyawan kurang lebih ada 600 orang yang sudah menjalani tes usap tenggorokan. Operasional kantor sudah ditutup,” ucap Alamsyah, Selasa (25/8/2020), melalui pesan singkat saat dihubungi dari Bekasi.
Alamsyah menambahkan, kasus baru dari salah satu perusahaan elektronik di Kawasan Industri MM2100 awalnya terdeteksi pada 19 Agustus 2020. Saat itu, salah satu anggota staf kantor perusahaan elektronik itu meninggal di Rumah Sakit Pasar Rebo, Jakarta Timur, karena terinfeksi Covid-19.
Pemerintah Kabupaten Bekasi bersama perusahaan tersebut kemudian melacak dan melakukan tes usap tenggorokan terhadap seluruh karyawan yang bekerja di perusahaan itu. Tes massal itu digelar pada 21 Agustus 2020.
Satuan Tugas Covid-19 bersama manajemen perusahaan itu juga sudah menutup sementara aktivitas di seluruh tempat usaha selama 14 hari untuk keperluan sterilisasi. Seusai 14 hari, Satuan Tugas Covid-19 Kabupaten Bekasi akan kembali mengevaluasi kegiatan operasional di perusahaan tersebut.
Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bekasi Suhup menambahkan, belum seluruh hasil tes usap karyawan di perusahaan itu selesai diperiksa. Sampai saat ini masih ada kurang lebih 120 spesimen dalam tahap pemeriksaan di laboratorium.
”Dari sekitar kurang lebih 800 karyawan, belum semua hasil swab-nya keluar. Masih ada sekitar kurang lebih 120 atau 130 spesimen yang belum keluar,” kata Suhup.
Perusahaan paham
Kasus Covid-19 dari kluster industri sudah berulang kali terjadi di kawasan industri Kabupaten Bekasi. Pada 9 Juli 2020, Satuan Tugas Covid-19 Kabupaten Bekasi juga mengumumkan kasus Covid-19 dari salah satu pabrik milik Hitachi Indonesia yang beroperasi di wilayah Kabupaten Bekasi.
Saat itu, ada salah satu karyawan di perusahaan itu yang dinyatakan positif Covid-19. Pemerintah Kabupaten Bekasi kemudian melakukan tes usap tenggorokan kepada 22 karyawan lain yang kontak erat dengan kasus pertama. Hasil tes usap 22 karyawan di perusahaan itu pun dinyatakan negatif.
Sebelumnya, pada 2 Juli 2020, Satuan Tugas Covid-19 Kabupaten Bekasi juga mengumumkan kasus baru Covid-19 yang muncul dari salah satu perusahaan milik PT Unilever Indonesia Tbk di Cikarang. Dari lebih kurang 265 karyawan yang menjalani tes usap tenggorokan, sebanyak 21 karyawan perusahaan itu ditemukan positif Covid-19.
Kasus di Unilever merupakan kasus dengan jumlah karyawan positif cukup banyak pada saat itu. Kasus itu juga kemudian meluas ke anggota keluarga karyawan. Sebanyak 15 anggota keluarga dari 21 karyawan perusahaan itu juga ditemukan positif Covid-19. Kasus di Unilever saat itu oleh Gugus Tugas Covid-19 Kabupaten Bekasi disebut sebagai kluster baru Covid-19 dari kawasan industri.
Terkait terus munculnya kasus dari kawasan industri, Suhup mengatakan, pemerintah daerah tidak pernah berhenti mengingatkan perusahaan untuk mematuhi protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Namun, pemerintah tidak mungkin bisa selalu ada untuk setiap saat mengawasi aktivitas di perusahaan.
”Kami dari satuan tugas sudah bekerja maksimal. Namun, kelemahan dari perusahaan, dari awal ada kejadian, mereka terkadang tidak proaktif melapor kepada kami,” ujarnya.
Kelemahan dari perusahaan, dari awal ada kejadian, mereka terkadang tidak proaktif melapor kepada satgas atau pemerintah.
Menurut Suhup, perusahaan pun sebenarnya sudah tahu dan paham terkait protokol kesehatan di perusahaan. Protokol kesehatan yang dimaksud itu, antara lain, adalah menjaga jarak fisik dan pengaturan jam kerja.
”Perusahaan sudah paham. Namanya protokol kesehatan itu jaga jarak. Jadi, kalau karyawan penuh dan maksimal, tidak mungkin bisa jaga jarak,” ucapnya.