Sopir Daring Dirampok, Waspadai Pemesanan Layanan secara ”Offline”
Seorang sopir daring dirampok oleh dua penumpangnya. Polisi meminta sopir menghindari penumpang yang memesan tanpa menggunakan perantara aplikasi.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
TIGARAKSA, KOMPAS — Sopir angkutan daring, Karjono (59), menjadi korban perampokan oleh penumpang di Kabupaten Tangerang, Banten. Pelaku berupaya menghilangkan jejak dengan menghindari memesan layanan secara daring. Polisi meminta para pengemudi untuk tidak menerima pemesanan mengantar secara luar jaringan atau luring (offline).
Kepala Kepolisian Resor Kota Tangerang Komisaris Besar Ade Ary Syam Indradi menjelaskan, korban dirampok saat mengantar dua penumpang dari Pasar Anyar, Kota Tangerang, Banten, Sabtu (1/8/2020) dini hari. Kedua pelaku, yaitu AS (32) dan MT (32), mengincar kesempatan dengan meminta tolong diantar ke wilayah Rajeg, Kabupaten Tangerang, dengan tarif Rp 80.000.
”Setelah sampai di Desa Mekarsari di Kecamatan Rajeg, AS yang duduk di belakang bangku kemudi mencekik korban hingga lemas. Korban ditarik keluar mobil dan kemudi diambil alih MT,” kata Ade saat konferensi pers pengungkapan kasus di kantor Polresta Tangerang, Rabu (19/8/2020).
Tidak hanya mencekik, sebelum dilempar keluar mobil, kedua pelaku juga sempat beberapa kali memukuli korban dengan tangan kosong. Tangan dan kaki korban diikat menggunakan tali dan mulutnya dibekap dengan kain. AS dan MT kemudian melarikan diri dengan membawa kabur mobil dan ponsel milik korban.
Korban lalu melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Rajeg. Setelah melakukan penyelidikan selama lebih kurang tujuh hari pascakejadian, polisi bisa mengidentifikasi para pelaku. AS dan MT kemudian ditangkap di rumahnya di Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang.
”Motif perampokan karena MT punya utang Rp 7 juta untuk foya-foya minuman keras. Dia butuh uang untuk membayar utang,” kata Ade.
Menghilangkan jejak
Kedua pelaku, kata Ade, sengaja memesan layanan antar secara luring untuk menghilangkan jejak. Karjono bukan orang pertama yang mereka sasar. Menurut Ade, AS dan MT sempat memesan layanan antar di daerah Poris, Kota Tangerang. Saat itu, mereka meminta bantuan seorang perempuan yang merupakan warga sekitar untuk dicarikan sopir daring.
Perempuan tersebut menyanggupi dan mencarikan sopir daring melalui ponselnya. Setelah sopir tiba, AS dan MT mengurungkan niat untuk merampok karena sopir daring itu memiliki tubuh yang jauh lebih besar dari mereka.
AS dan MT lalu minta diturunkan di daerah Pasar Anyar, Kota Tangerang. Di sana mereka kembali mencari calon korban. Mereka berupaya meminta bantuan warga untuk dicarikan sopir daring. Namun, kali ini mereka tidak menemukan warga yang bisa diminta mencarikan sopir.
”Kedua pelaku lalu mencari sopir daring yang sedang istirahat menunggu penumpang di sekitar Pasar Anyar. Di sana mereka bertemu Karjono. Tanpa kecurigaan, Karjono bersedia mengantar mereka ke Rajeg,” ujar Ade.
Ade menyebutkan, kedua pelaku menghindari memesan menggunakan ponsel mereka sendiri untuk menghilangkan jejak. Oleh sebab itu, kendati tak mendapatkan warga yang bersedia membantu mencarikan sopir daring, AS dan MT memilih memesan layanan antar secara luring atau bertransaksi tanpa perantara aplikasi dengan korban, Karjono.
”Pengemudi kami sarankan agar tak melakukan pelayanan secara offline. Sudah jelas motivasi para pelaku betul-betul ingin memesan menggunakan tangan orang lain agar jejaknya secara digital tak bisa dilacak secara sistem oleh sistem layanan online ini,” tutur Ade.
Karjono menyampaikan, dirinya dan rekan-rekannya sudah lama resah dengan kejadian perampokan dan pembunuhan yang menimpa sopir daring. Karjono tidak menyangka peristiwa itu bakal ia alami. Ia mengaku menerima pemesanan secara luring karena sedang membutuhkan penumpang.
”Sebenarnya melayani pemesanan lewat aplikasi atau transaksi langsung dengan penumpang sama bahayanya. Perlindungan terhadap sopir minim. Dengan kejadian ini, kita harus lebih waspada,” ujar Karjono.
Sebenarnya melayani pemesanan lewat aplikasi atau transaksi langsung dengan penumpang sama bahayanya. Perlindungan terhadap sopir minim. Dengan kejadian ini, kita harus lebih waspada.
Tindak kriminalitas yang menimpa sopir daring di Jabodetabek bukan kali ini terjadi. Sebelumnya, peristiwa serupa terjadi di Rawalumbu, Kota Bekasi, Jawa Barat, Minggu (5/7/2020). Seorang sopir daring, Kamaluddin (46), ditemukan tewas di depan sebuah bengkel sepeda motor di Jalan Kapuk Raya, Bekasi, setelah dirampok oleh penumpangnya. Setelah dibunuh, mobil Kamaluddin dirampas pelaku. Sama seperti Karjono, Kamaluddin juga dirampok jelang dini hari.
Kriminolog Universitas Indonesia, Josias Simon, mengatakan, sopir taksi daring dan konvensional sejak dulu sangat rentan jadi korban perampokan. Perlindungan keamanan bagi sopir taksi daring hingga saat ini masih lemah.
Mengantisipasi hal itu, sopir taksi daring dan aplikator bisa memasang pembatas antara penumpang dan sopir, seperti taksi di Amerika Serikat. Selain itu, sopir taksi daring dan konvensional juga lebih waspada saat melayani penumpang di luar jam kerja kantoran. Malam hingga dini hari atau menjelang subu adalah jam-jam rawan.