Total 35 Orang Positif dari Kluster Keluarga Semplak
Terus terjadinya penambahan kasus positif di Kota Bogor sepanjang Agustus tak lepas dari kondisi pelonggaran PSBB pra-adaptasi kebiasaan baru (AKB). Kondisi tersebut membuat warga turut melonggarkan protokol kesehatan.
Oleh
AGUIDO ADRI
·4 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Kluster keluarga di Semplak, Bogor Barat, Jawa Barat, kembali bertambah 13 orang. Total dari kluster keluarga itu kini menjadi 35 orang.
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Bogor Dedie A Rachim mengatakan, berdasarkan data terakhir, Senin (17/8/2020), ada penambahan kasus baru terkonfirmasi positif Covid-19 sebanyak 13 orang dari kluster keluarga Semplak, Bogor Barat. Penambahan itu merupakan hasil pelacakan yang sebelumnya ada 22 kasus positif.
”Baru saja mendapatkan laporan dari Dinas Kesehatan Kota Bogor, ada tambahan 13 orang positif Covid-19 dari satu kluster keluarga di Semplak. Total terkonfirmasi positif menjadi 35 orang, 6 orang di antaranya dari Kabupaten Bogor dan 29 orang dari Kota Bogor,” kata Dedie, Selasa (18/8/2020).
Dedie mengaku prihatin dengan kembali bertambahnya kasus positif di lingkungan keluarga, terutama di kluster keluarga Semplak yang mencapai 35 orang. Salah satu penyebab munculnya kluster keluarga di Kota Bogor karena berasal dari kasus imported case atau penularan dari luar dan dari kluster perkantoran.
”Dari kasus imported case dan kluster perkantoran terbawa keluarga. Tentu ini sangat memprihatinkan. Selain itu, karena memang banyak pula warga Bogor yang bekerja di Jakarta sebagai episentrum atau dari perjalanan luar kota. Kota Bogor juga masih berada di zona oranye atau dalam risiko sedang. Masyarakat memang harus betul-betul mematuhi protokol kesehatan,” kata Dedie.
Dedie melanjutkan, terhadap temuan kasus positif 13 orang dari kluster keluarga Semplak, pihaknya masih berkoordinasi untuk memantau pasien tersebut, baik berupa isolasi mandiri maupun isolasi di rumah sakit.
Dedie mengakui, terus terjadinya penambahan kasus positif di Kota Bogor sepanjang Agustus tak lepas dari kondisi pelonggaran PSBB pra-adaptasi kebiasaan baru (AKB). Kondisi tersebut membuat warga juga melonggarkan protokol kesehatan.
”PSBB pra-AKB bukan berarti semua berada dalam kondisi yang aman, tetapi justru sebaliknya semakin disiplin. Dengan pelonggaran terjadi peningkatan aktivitas masyarakat yang kemudian menimbulkan risiko. Saya mengimbau kepada masyarakat, protokol kesehatan tetap ketat,” kata Dedie.
Terkait terjadinya peningkatan kasus positif, lanjut Dedie, Pemkot Bogor akan semakin meningkatkan razia penegakan aturan Peraturan Wali Kota Nomor 64 Tahun 2020 tentang Pengenaan Sanksi Administratif terhadap Pelanggaran Tertib Kesehatan dalam Pelaksanaan PSBB atau AKB dalam penanggulangan Covid-19 sebagai turunan Inpres Nomor 6 Tahun 2020 dan Pergub Jawa Barat Nomor 60 Tahun 2020.
Diberitakan sebelumnya di Kompas (17/8/2020), kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di Kota Bogor bertambah 37 orang dalam rentang waktu Sabtu (15/8/2020) hingga Senin (17/8/2020).
Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor Sri Nowo Retno mengatakan, dari penambahan 37 kasus tersebut, sebagian besar tertular dari kluster keluarga dan
imported case atau penularan dari luar. Hingga saat ini, ada 24 kluster keluarga di Bogor dengan jumlah 85 kasus.
Hingga saat ini, ada 24 kluster keluarga di Kota Bogor dengan jumlah 85 kasus. Kluster keluarga mendominasi jumlah kasus positif di kota ini.
”Dari kasus positif yang baru ditemukan, sebagian besar tertular dari kluster keluarga. Catatan terakhir, ada 14 kasus dari kluster keluarga. Tiga kasus lain tertular dari aktivitas ke luar kota, 5 kasus tertular dari aktivitas nonkluster, dan 1 kasus tertular dari kluster perkantoran. Total kasus terkonfirmasi sampai hari ini 422 kasus,” kata Retno, Senin (17/8/2020).
Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, mengatakan, penambahan jumlah kasus terus terjadi di Jabodetabek dan ini menjadi peringatan level tinggi untuk setiap kepala daerah guna segera mengatasi kenaikan kasus positif.
Menurut Trubus, pemerintah perlu bergerak cepat dan harus segera menetapkan keputusan strategis dalam menangani lonjakan kasus positif di Jabodetabek.
”Data dan fakta lapangan sudah jelas ada peningkatan. Mau tunggu sampai kapan? Kasus positif akan terus naik jika kepala daerah di Jabodetabek dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat tidak buat kebijakan strategis bersama,” kata Trubus.
Ia menilai, kepala daerah masih terfokus pada daerah masing-masing dalam menangani pandemi Covid-19. Hal itu dinilai tidak akan terlalu efektif karena Jakarta sebagai pusat episentrum bersentuhan langsung dengan wilayah Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Karena itu, perlu kebijakan penanganan yang memayungi Jabodetabek.
”Pemerintah pusat juga harus membantu. Penambahan kasus perlu ditangani segera dan secara bersama-sama. PSBB perlu dijalankan semestinya, yaitu pembatasan sosial. PSBB terlalu banyak pelonggaran, perlu kontrol lebih,” kata Trubus.