DKI Didorong Tingkatkan Pengawasan dan Waspadai Kluster Baru
Per Selasa ini Dinas Kesehatan DKI Jakarta melakukan tes PCR terhadap 5.989 spesimen. Dari jumlah tes itu, sebanyak 4.901 orang dites PCR. Hasilnya 505 kasus positif dan 4.396 kasus negatif.
Oleh
Helena F Nababan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di masa perpanjangan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB transisi, pertambahan kasus Covid-19 harian di DKI Jakarta stabil tinggi. Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya dan epidemiolog mengingatkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan pentingnya penegakan pengawasan dan mewaspadai munculnya kluster baru di area kos dan transmisi senyap.
Teguh P Nugroho, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya, Selasa (18/8/2020), menegaskan, sejak masa PSBB lalu beralih ke PSBB transisi 1, 2, dan 3, Ombudsman RI Jakarta Raya terus-menerus mengingatkan perlunya penegakan pengawasan di kluster-kluster, mulai dari pasar tradisional, transportasi umum, ruang publik, hingga perkantoran.
Namun, lagi-lagi Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya melihat persoalan utama justru pada lemahnya regulasi, pengawasan, dan penegakan. Alasan yang selalu dikemukakan adalah pemprov kekurangan personel dari dinas terkait.
Teguh mencontohkan di kluster perkantoran dan industri. Kenaikan kasus mulai terjadi secara signifikan saat PSBB transisi 2. Tepatnya ketika perkantoran sudah tidak patuh ke batas 50 persen sehingga jumlah pengguna kendaraan pribadi meningkat.
”Kuncinya di sini adalah pembatasan jumlah pekerja di perkantoran dan industri. Sama seperti saat PSBB seharusnya perkantoran dan industri juga tetap dikurangi dan ditegakkan jumlah pekerja masuk 50 persen,” kata Teguh.
DKI Jakarta, lanjutnya, tidak bisa hanya melakukan pengawasan oleh dinas teknis. Seperti yang selalu diungkap pemprov, jumlah pengawas perusahaan di dinas tenaga kerja tidak mencukupi. Lalu personel satuan polisi pamong praja hanya 5.700 orang dan itu pun harus disebar ke semua sektor, termasuk pasar tradisional.
”Petugas pengawas dari PNS tidak cukup. Makanya perlu pelibatan RT/RW dan juga dari kepolisian, khususnya bhabinkamtibmas (bhayangkara pembina keamanan ketertiban masyarakat),” kata Teguh.
Adanya penugasan kepada 5.000 PNS untuk membantu mengawasi, lanjut Teguh, itu baik. Sayangnya mereka bukan PNS yang bisa menindak. Makanya, saat 5.000 PNS itu disebar untuk mengawasi perkantoran, harus didampingi personel satpol PP, RT/RW, dan bhabinkamtibmas. Dengan begitu, pengawasan akan lebih baik.
Hal lain yang mesti dicermati, Pemprov DKI juga semestinya menuntut tanggung jawab Kementerian Perindustrian yang memberikan izin operasional dan mobilitas kegiatan industri (IOMKI) kepada perusahaan atau industri. ”Seharusnya Kemenperin juga mengalokasikan personelnya untuk melakukan pengawasan,” ujar Teguh.
Pandu Riono, ahli epidemiologi, secara terpisah, juga mengingatkan Pemprov DKI Jakarta, dalam PSBB transisi, seiring dengan adanya sejumlah pelonggaran, akan muncul kluster-kluster tersebut. Untuk kluster perkantoran, misalnya, yang kemudian harus diwaspadai adalah munculnya kluster baru di kawasan kos atau persewaan rumah tinggal.
Para karyawan kantor bisa jadi tertular di kantor atau di mana pun, lalu pulang ke kos dan bisa menulari. Transmisi diam-diam atau silent transmission dari Covid-19 itu bisa terjadi dan harus diwaspadai.
Itu sebabnya, lanjut Pandu, kampanye juga gerakan pendisiplinan masyarakat harus dilakukan.
Secara terpisah, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Dwi Oktavia memaparkan, per Selasa ini Dinas Kesehatan DKI Jakarta melakukan tes PCR terhadap 5.989 spesimen. Dari jumlah tes tersebut, 4.901 orang dites PCR. Hasilnya 505 kasus positif dan 4.396 kasus negatif.
”Dari 505 kasus positif tersebut, 32 kasus adalah akumulasi data dari hari sebelumnya yang baru dilaporkan. Untuk rate test PCR, total per 1 juta penduduk sebanyak 48.342. Jumlah orang yang dites PCR sepekan terakhir sebanyak 40.369,” ujarnya.
Dari hasil tes yang merupakan tindakan active finding case, Teguh melanjutkan, seharusnya Pemprov DKI Jakarta menegakkan pengawasan dan memperketat penerapan aturan. Untuk kluster perkantoran, penegakan kapasitas 50 persen saja karyawan yang aktif harus dilakukan.