Covid-19 Meningkat, Sosialisasi dan Sanksi Kian Mendesak di Bekasi
Dalam dua hari, 85 kasus baru Covid-19 ditemukan di Kota Bekasi. Sosialiasi dan sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan mendesak dijalankan secara serius di daerah itu.
Oleh
STEFANUS ATO
·3 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Jumlah kasus baru Covid-19 di Kota Bekasi, Jawa Barat, meningkat drastis atau bertambah 85 kasus hanya dalam dua hari. Pemerintah Kota Bekasi diminta kembali memasifkan sosialisasi kepatuhan protokol kesehatan, seperti pada masa-masa awal adaptasi tatanan hidup baru atau PSBB proporsional. Penerapan sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan juga mendesak untuk diterapkan di daerah itu.
Data laman corona.bekasikota.go.id, yang diakses pada Senin (17/8/2020) sore, jumlah kasus aktif di Kota Bekasi mencapai 63 kasus. Secara keseluruhan, jumlah kasus Covid-19 di daerah itu mencapai 703 kasus. Tren peningkatan kasus baru dengan lonjakan tajam tercatat mulai terjadi 13 Agustus dan 14 Agustus 2020. Selama dua hari itu, ada penambahan 85 kasus baru Covid-19.
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi, seusai upacara peringatan Hari Ulang Tahun Ke-75 Republik Indonesia di Alun-alun Kota Bekasi, Senin pagi, mengatakan, ada penambahan kasus baru Covid-19 dari kluster keluarga. Penularan itu akibat adanya transmisi kewilayahan dan transmisi dari interaksi kerja. ”(Masyarakat) juga tidak menjaga physical distancing atau kerumunan-kerumunan,” kata Rahmat.
Salah satu langkah yang diambil Pemerintah Kota Bekasi untuk meminimalisasi penularan itu ialah menghentikan kegiatan hari bebas kendaraan bermotor (HBKB) yang biasanya digelar setiap hari Minggu. Penghentian HBKB ini juga tidak terlepas dari temuan sejumlah kasus baru Covid-19 dari peserta kegiatan HBKB.
Ketua DPRD Kota Bekasi Choiroman J Putro menambahkan, ketidakpatuhan warga terhadap protokol kesehatan banyak terjadi di tempat-tempat yang bebas dari pantauan, terutama di sektor informal, seperti pasar, warung-warung atau sarana publik. Lokasi-lokasi yang bebas dari pengawasan itu diharapkan jadi fokus pemerintah dalam menyosialisasikan protokol kesehatan pencegahan Covid-19.
”Yang harus diperhatikan, kenapa mal dan masjid tidak ada penutupan. Sebab, di tempat-tempat itu terkontrol, sedangkan di pasar dan lain-lain itu terbuka,” ujar politisi Partai Keadilan Sejahtera itu.
Perkuat sosialisasi
Anggota Komisi I DPRD Kota Bekasi, Nicodemus Godjang, menambahkan, peningkatan kasus baru Covid-19 di Kota Bekasi tak lepas dari mengendurnya sosialisasi protokol pencegahan korona dari Pemerintah Kota Bekasi. Situasi ini berbeda dengan masa awal pelonggaran PSBB. Pada awal masa adaptasi tatanan hidup baru, petugas dari Satuan Polisi Pamong Praja, polisi, dan TNI jamak ditemukan bersiaga di beberapa posko untuk selalu mengimbau dan mengingatkan masyarakat.
”Semangat sosialisasi hanya di awal-awal. Pemerintah Kota Bekasi harus segera kembali mengawasi dan meningkatkan sosialisasi di tempat keramaian, mal, pertokoan. Ini harus kembali jalan seperti awal karena masyarakat kalau tidak dingatkan sering lupa,” ucap politisi PDI Perjuangan itu.
Pengamat kebijakan publik Universitas Islam 45 Bekas,i Adi Susila, mengatakan, kebijakan pencegahan Covid-19 di Kota Bekasi harus sejalan dengan daerah-daerah di wilayah Jabodetabek. Itu karena kawasan ini sudah menjadi episentrum penularan Covid-19.
”Beberapa daerah di Jabodetabek, seperti Jakarta, Depok, dan Kabupaten Bekasi sudah menerapkan sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan. Kebijakan ini seharusnya diikuti Pemerintah Kota Bekasi karena kalau jalan sendiri-sendiri, sulit meminimalisasi penularan Covid-19,” kata Adi.
Penerapan sanksi bagi pelanggar protokol Covid-19, seperti tak mengenakan masker, sudah diteken Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dalam Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 60 Tahun 2020 tentang Pengenaan Sanksi Administratif terhadap Pelanggaran Tertib Kesehatan dalam Pelaksanaan Pembatasan Sosial dan Adaptasi Kebiasaan Baru dalam Penanggulangan Covid-19. Peraturan itu dinilai cukup dijadikan sebagai pedoman oleh Pemerintah Kota Bekasi untuk mulai menertibkan warga yang masih tak patuh.
”Masalah ada pada implementasi karena aturan di atas, baik dari pemerintah pusat maupun provinsi, sudah ada. Justru kalau aturan yang sudah ada tidak ditegakan, malah menurunkan wibawa pemerintah,” kata Adi.