Kawula muda meyakini, Indonesia emas bakal terwujud pada tahun 2045 dengan syarat sendi-sendi kehidupan bebas dari segala bentuk korupsi. Jika tidak, mimpi itu bakal sebatas kembang tidur.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kawula muda meyakini, bangsa Indonesia dapat menyongsong era keemasannya saat negeri ini berusia 100 tahun. Namun, tantangannya adalah korupsi yang merongrong sendi-sendi kehidupan.
Sebelum memasuki usia satu abad, Indonesia akan menikmati bonus demografi pada 2035 dengan mayoritas penduduk usia produktif. Situasi itu bukan mustahil mendorong pendapatan domestik bruto sebesar 7 triliun dollar Amerika Serikat sekaligus menjadi lima besar kekuatan ekomoni dunia.
Helen Ravelia (15) membayangkan Indonesia pada tahun 2045 punya banyak pemimpin berintegritas hasil pemilu yang jujur dan adil. Akses layanan kesehatan dan pendidikan sudah merata dengan kualitas yang sama serta hukum tanpa pandang bulu.
”Hukum harus diterapkan tanpa pandang bulu dan bebas kepentingan politik,” ujar Helen, siswa SMKN 12 Jakarta, Senin (17/8/2020). Sebab, hukum yang diterapkan secara tebang pilih membuat korupsi merajalela dan menghambat Indonesia emas.
Hal sama ada di benak Fitria Nur Iskandar (15), Doro Rizky Indrayaka (15), dan Camelia Ripahma (15). Siswa-siswa SMPN 121 Jakarta itu yakin Indonesia mampu bersaing dengan bangsa lain asalkan bisa membasmi korupsi. ”Harus menyelesaikan masalah korupsi dan mengatasi kemiskinan,” ucap Fitria.
Caranya dengan pembenahan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia serta birokrasi. Sebab, menurut mereka, selama ini berbagai persoalan bangsa timbul dari individu yang tamak atau rakus.
Agnes Amelia Susanto (15) juga optimistis Indonesia akan menjadi salah satu negara maju pada usia satu abad. Saat itu banyak perubahan, seperti teknologi semakin canggih dengan kecerdasan buatan. Walakin, ada kekhawatiran menguatnya politik identitas dan hilangnya nilai dan norma kehidupan karena konflik kepentingan dan terlalu bergantung pada teknologi.
”Generasi muda butuh penguatan nilai dan norma untuk bersaing dalam hal apa pun. Tidak sepenuhnya bergantung pada teknologi dan kecerdasan buatan karena ada kearifan lokal,” ucap Agnes. Siswa SMA Yayasan Pendidikan Pengajaran Dewasa itu sedih karena banyak persaingan tidak sehat dengan menghalalkan segala cara, bahkan dalam dunia pendidikan.
Pendidikan berkualitas untuk semua warga mampu mewujudkan Indonesia emas. Akses pendidikan berkualitas menciptakan daya berpikir dan berpartisipasi secara efektif, misalnya tidak mudah terpapar kabar bohong dan memilih pemimpin dengan pertimbangan yang baik.
Peneliti Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan, Nisa Felicia Faridz, menuturkan, Indonesia tidak akan mencapai kemajuan demokrasi dan ekonomi ataupun generasi emas apabila hanya segelintir warga yang dapat mengakses pendidikan berkualitas. Sebab, negara sangat membutuhkan warga yang bernalar kritis dan kreatif, berdaya, serta berkarya sehingga tidak menjadi beban.
Berkaca dari situasi pandemi, pemerintah belum cukup terlatih untuk cepat merespons pendidikan di masa darurat berskala nasional. Alhasil, banyak hambatan dan kendala dalam pembelajaran jarak jauh. ”Sistem pendidikan terlalu menyeragamkan, tanpa memperhatikan latar belakang siswa. Sekarang tidak bisa seperti itu lagi,” ucap Nisa.
Salah satu solusinya ialah gotong royong berbagai pihak, seperti komunitas pendidikan. Di sisi lain, pemerintah harus lebih cepat bergerak dan sekolah lebih responsif serta kreatif. Responsif berarti peka terhadap kondisi anak yang puya kebutuhan belajar berbeda-beda.