Kata Wali Kota, Tangerang Selatan Belum Perlu Perda Protokol Covid-19
Pemerintah Kota Tangerang Selatan menilai belum perlu menyusun perda protokol Covid-19. Dengan begitu, pelanggar PSBB hanya akan bisa dikenai sanksi administratif.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·3 menit baca
TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Pemerintah Kota Tangerang Selatan merasa belum perlu membahas peraturan daerah atau perda tentang protokol Covid-19. Usulan membuat perda tersebut digaungkan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian untuk menindaklanjuti Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid-19.
”Enggak usah perda. Perwal (peraturan wali kota) saja cukup,” kata Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany, Senin (17/8/2020).
Perwal yang Airin maksud adalah Perwal Nomor 32 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Penanganan Covid-19. Pasal 28 perwal tersebut telah mencantumkan sanksi administratif bagi pihak yang tidak menjalankan protokol kesehatan.
Airin menilai perwal tersebut sudah memuat sanksi-sanksi untuk mendisiplinkan masyarakat terhadap protokol kesehatan. Selain itu, Pemerintah Kota Tangerang Selatan memiliki payung hukum yang lebih kuat, yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
”Kita bisa mengacu ke situ (UU). Tidak perlu perda,” kata Airin.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, dalam rapat koordinasi dan sosialisasi protokol kesehatan untuk perubahan perilaku baru masa pandemi Covid-19 melalui telekonferensi dari kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Senin (10/8/2020), mengatakan, sosialisasi disiplin protokol kesehatan harus lebih intensif. Masih banyak warga yang belum memakai masker, tidak menjaga jarak, tidak mencuci tangan, dan berkerumun sehingga penularan Covid-19 terus terjadi.
Kondisi itu mendorong Presiden Joko Widodo menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2020. ”Presiden ingin semua all out (total). Kita adalah negara demokrasi, ada desentralisasi. Perlu sinergi pusat-daerah,” ujar Tito.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Jakarta, Trubus Rahardiansyah, berpendapat, Inpres No 6/2020 tidak bersifat mengikat sehingga pemerintah daerah tidak diwajibkan menyusun perda apabila dirasa belum diperlukan.
Menurut Trubus, dari kacamata hukum, setidaknya ada tiga regulasi yang bisa memberikan sanksi pidana, yaitu UU, peraturan pemerintah pengganti UU, dan perda. Adapun perwal hanya bisa memuat sanksi administratif, tidak bisa berimplikasi pada sanksi pidana.
Dengan bertumpu pada perwal untuk mendisiplinkan masyarakat, Trubus melihat penanganan Covid-19 di Kota Tangerang Selatan akan berjalan di tempat. Perwal yang ada saat ini hanya bisa memberikan sanksi administratif kepada masyarakat.
”Kalau Airin bilang punya UU Kekarantinaan Kesehatan, itu juga belum bisa memberikan sanksi pidana karena peraturan turunannya berupa PP (peraturan pemerintah) belum dibuat. Selama PP belum ada, UU itu tidak bisa diimplementasikan,” tutur Trubus.
Sukarelawan vaksin
Sementara itu, dari Cilegon, Banten, dilaporkan, sebanyak 1.039 warga binaan lembaga pemasyarakatan (lapas) di Banten menyatakan siap menjadi sukarelawan vaksin Covid-19. Kesiapan tersebut disampaikan perwakilan warga binaan dengan menandatangani surat pernyataan di hadapan Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy pada acara penyerahan remisi umum narapidana dalam rangka peringatan hari kemerdekaan ke-75 Indonesia, di Lapas Kelas II A Cilegon, Senin (17/8/2020).
”Tentu saya sangat bangga dengan kesiapan para sukarelawan ini. Karena info Pak Kakanwil (Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Banten), Banten termasuk salah satu yang pertama memiliki sukarelawan ini,” kata Andika melalui siaran pers.