Tawuran Dua Kelompok Remaja di Tangerang, Satu Orang Luka Berat
Seorang remaja mengalami luka berat di bagian tangan setelah terlibat tawuran di dekat Bandara Soekarno-Hatta. Peran orangtua mengawasi anak bermedia sosial sangat dibutuhkan.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Polisi menangkap sembilan remaja yang terlibat dalam insiden tawuran di Jalan Perimeter Utara, Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Tawuran bermula dari saling ejek di media sosial hingga mengakibatkan satu korban mengalami luka berat. Pengawasan orangtua memegang peranan penting untuk mencegah kejadian serupa terulang.
Sembilan remaja yang terlibat tawuran tidak saling mengenal. Mereka berasal dari dua sekolah menengah kejuaran (SMK) yang berbeda. Satu kelompok dari SMK di Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Banten, sedangkan kelompok lain berasal dari sebuah SMK di kawasan Jakarta Barat.
”Berawal dari penggunaan media sosial oleh salah satu tersangka dan berlanjut ke aplikasi percakapan. Kelompok remaja dari Teluk Naga yang lebih dulu menantang,” kata Kepala Polresta Bandara Soekarno-Hatta Komisaris Besar Ferdian Adi Saputra, Kamis (13/8/2020).
Berawal dari saling mengejek dan menantang di media sosial itu, kedua kelompok saling terpancing emosi. Mereka lalu sepakat untuk bertemu dan tawuran pada Selasa (4/8/2020) pukul 17.30. Lokasi perjanjian tawuran awalnya direncanakan di dalam Kota Tangerang.
Akan tetapi, lokasi tawuran kemudian dipindah ke Jalan Perimeter Utara Bandara Soekarno-Hatta. Menurut Ferdian, para remaja itu membatalkan tawuran di dalam Kota Tangerang karena mudah diketahui polisi. Ini berbeda dengan situasi di Jalan Perimeter Bandara Soekarno-Hatta yang relatif lebih sepi. Tawuran antarremaja itu pun tidak bisa dihindarkan hingga jatuh satu korban berinisial R (16).
R merupakan bagian dari kelompok yang berasal SMK Teluk Naga. Tangan kanannya terkena sabetan senjata tajam hingga mengalami luka berat dan diperkirakan tidak bisa digunakan lagi. Oleh rekan-rekannya, R kemudian dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Tangerang. Hingga saat ini R masih menjalani perawatan sehingga belum dapat dimintai keterangan oleh polisi.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Bandara Komisaris Alexander Yurikho menambahkan, polisi bergerak memburu para remaja itu setelah mendapat laporan. Tidak lama berselang, polisi menangkap kesembilan remaja tersebut.
Sembilan remaja yang ditangkap antara lain AMP (17), APR (19), dan MF (20). Ketiga remaja dari SMK di Jakarta Barat itu dijerat atas laporan tawuran yang mengakibatkan korban luka berat.
Sementara remaja lain yang ditangkap berasal dari satu SMK di Teluk Naga, yaitu AAF (16), KR (17), MFF (17), ES (17), FSM (16), dan GA (17). Mereka ditangkap atas laporan menyimpan dan mempergunakan senjata tajam. Polisi menjerat mereka dengan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1952 dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara.
Pengawasan orangtua
Atas kejadian tawuran tersebut, Yurikho meminta kepada semua orangtua agar secara aktif mengawasi anak-anaknya dalam menggunakan media sosial dan gawai. ”Penting bagi orangtua mengawasi anak-anak menggunakan media sosial supaya tidak disalahgunakan,” katanya.
Dalam tiga bulan terakhir, insiden tawuran remaja berulang kali terjadi di wilayah hukum Polda Metro Jaya. Banyaknya aksi tawuran antarremaja membuat Polda Metro Jaya membentuk tim khusus yang bertugas menyisir wilayah-wilayah yang rawan terjadi tawuran. Yurikho menuturkan, ada tim khusus yang menyisir daerah rawan tawuran dan kejahatan jalanan.
”Ada tim khusus yang menyisir daerah rawan, terutama dari unit kepolisian sektor setempat juga terus berpatroli. Ramainya aksi tawuran di Jakarta Timur dan Bekasi, sekitar sebulan kemarin, menjadi alarm untuk kepolisian,” ujar Komisaris Besar Yusri Yunus, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya.
Psikolog remaja dan anak, Novita Tandry, menjelaskan, aksi tawuran di kalangan pelajar memang sulit dipandang dalam perspektif umum. Itu karena para pengikut kelompok tawuran, baik kalangan pelajar maupun nonpelajar, kerap terjebak dalam motif yang tidak masuk akal dalam melakukan aksinya (Kompas.id, 13/8/2020).
Novita mengingatkan pentingnya peranan orangtua sebagai seseorang yang mendampingi anak sejak belia. Bisa jadi selama ini orangtua luput dalam mendengarkan keinginan anak sehingga kerap kali anak mencari ajang aktualisasi diri di luar rumah.
”Anak-anak punya momen krusial pertumbuhan. Seperti pada usia 0-5 tahun, mereka banyak belajar dari orangtua. Begitu pula saat memasuki usia 12-14 tahun, anak-anak sedang dalam fase mencari jati diri, ada sedikit jiwa untuk memberontak, dan sebagainya. Sifat-sifat itu wajar selama didampingi oleh lingkungan sekitar, baik di lingkungan rumah, teman, maupun sekolah,” tuturnya.