Selain mengenai advokat, laporan akan membahas relevansi sistem ganjil genap selama pandemi Covid-19. Di dalamnya akan ada analisis para pakar kesehatan terkait relevansi ganjil genap dan pengendalian wabah global ini.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemberlakuan aturan ganjil genap menuai kritik dari berbagai pihak, salah satunya adalah para advokat. Melalui Komunitas Advokat Pengawal New Normal mereka berniat mengajukan uji materiil Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 88/2019 tentang Pembatasan Lalu Lintas dengan Sistem Ganjil Genap kepada Mahkamah Agung.
Dalam peraturan gubernur (pergub) tersebut dinyatakan bahwa pengecualian sistem ganjil genap adalah untuk kendaraan umum bepelat kuning, kendaraan milik instansi negara, ambulans, dan kendaraan TNI ataupun Polri. Adanya pandemi Covid-19 mengakibatkan Gubernur Jakarta Anies Baswedan menggunakan ganjil genap kendaraan pribadi sebagai metode membatasi pergerakan orang. Jumlah kasus yang kian meningkat membuktikan penularan akibat minimnya pembatasan pergerakan manusia menjadi penyebab utama.
”Advokat dirugikan oleh aturan tersebut karena gerakan kami menjadi terbatas, padahal advokat termasuk aparat penegak hukum,” kata Indra Rusmi dari Lembaga Bantuan Hukum Forum Gabungan Indonesia Tetap Satu ketika dihubungi di Jakarta, Senin (10/8/2020). Ia merupakan salah satu anggota Komunitas Advokat Pengawal New Normal.
Ia menjelaskan bahwa kinerja advokat diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Pada Pasal 5 ditegaskan bahwa advokat masuk ke dalam kategori aparat penegak hukum yang mandiri dan bebas sesuai aturan perundang-undangan. Wilayah kerja advokat adalah di seluruh Indonesia.
Menurut Indra, Pergub Jakarta No 88/2019 tidak memasukkan profesi advokat ke dalam kategori pengecualian ganjil genap. Akibatnya, kinerja advokat melayani klien di bidang hukum perdana maupun pidana terhalang. Padahal, proses hukum tidak berhenti dengan adanya pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
”Kami tengah membuat kajian hukum beserta permohonan. Dalam waktu dekat ini semestinya akan selesai dan bisa segera diajukan kepada Mahkamah Agung. Setidaknya agar mereka mengabulkan pergub direvisi dan memasukkan advokat ke dalam sektor pengecualian,” tuturnya.
Ia menambahkan, selain khusus mengenai advokat, laporan beserta kajian juga akan membahas relevansi sistem ganjil genap selama pandemi Covid-19. Di dalamnya akan memasukkan analisis dari para pakar kesehatan untuk membuktikan bahwa ganjil genap merupakan solusi yang tepat untuk mencegah penyebaran virus korona jenis baru. Apabila analisis menemukan ganjil genap bukan pendekatan yang sesuai, kemungkinan gugatan kepada MA akan meminta pembatalan sistem ini selama pandemi.
Selain khusus mengenai advokat, laporan beserta kajian juga akan membahas relevansi sistem ganjil genap selama pandemi Covid-19. Di dalamnya akan memasukkan analisis dari para pakar kesehatan untuk membuktikan bahwa ganjil genap merupakan solusi yang tepat untuk mencegah penyebaran virus korona jenis baru.
Pada kesempatan yang berbeda, Kepala Biro Hukum Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Yayan Yuhanah mengaku belum mendengar mengenai rencana pengajuan uji materiil ini. Pihaknya akan menerima argumen dari pemohon penguji dan mendiskusikannya lebih lanjut.
Evaluasi
Direktur Lalu Lintas Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Sambodo Purnomo Yogo mengatakan, dalam satu pekan ini, kebijakan ganjil genap akan dievaluasi jika memang efektif menurunkan kasus Covid-19. Sampai hasil evaluasi keluar, kepolisian mulai menerapkan tilang bagi pelanggar ganjil genap. (Kompas.id, 10 Agustus 2020)
Sesuai dengan Pergub No 88/2019 sistem ganjil genap berlaku di 25 ruas jalan pada hari Senin hingga Jumat. Waktu penerapannya ialah pukul 06.00-10.00 dan 16.00-21.00. Pengemudi kendaraan berpelat hitam dan roda empat atau lebih yang melanggar aturan akan dikenai denda Rp 500.000. Pengawasannya oleh petugas langsung di ruas-ruas jalan maupun menggunakan kamera lalu lintas.
Studi yang dilakukan oleh Universitas Tarumanagara melalui Tim Studi Arsitektur, Perencanaan Kota, dan Real Estat memetakan bahwa kasus positif semakin banyak terjadi di pusat kota. Data per 6 Agustus menunjukkan, ada 30 kelurahan zona hitam, yaitu wilayah dengan jumlah kasus positif di atas 100 orang.
Dalam pengumuman rutin jumlah kasus 10 Agustus, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Jakarta Dwi Oktavia Tatri Lestari mengatakan, ada 26.193 kasus positif di Ibu Kota. Sebanyak 16.446 sembuh dan 940 meninggal dunia. Angka ini di luar jumlah para terduga dan suspek. Persentase kasus positif Jakarta adalah 7,8 persen, melebihi batasan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menentukan tidak lebih dari 5 persen.