Pahami Sinyal Lambaian Tangan Saat Pesepeda Melintas
Sinyal lambaian tangan dari pesepeda menjadi hal urgen yang mesti diketahui para pengguna jalan. Lambaian itu memberi informasi hendak apa dan ke mana pesepeda saat berada di jalan.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tren bersepeda di Jakarta kian ramai sejalan dengan keinginan warga menerapkan gaya hidup sehat. Saking ramainya, sebagian pesepeda kadang lupa dengan sejumlah rambu dan ketentuan berlalu lintas di jalan. Tidak jarang pesepeda kerap menerobos rambu larangan kendaraan.
Padahal, aktivitas bersepeda di jalan memiliki sejumlah adab. Hal ini jarang diketahui kalangan komunitas, terutama pesepeda pemula yang belakangan semakin sering berkegiatan di jalanan Ibu Kota.
Pegiat Forum Diskusi Transportasi Jakarta (FDTJ), Adriansyah Yasin, menuturkan, budaya bersepeda di sejumlah negara disertai dengan adab memberi sinyal lambaian tangan. Lambaian ini berfungsi memberitahukan kapan waktu berbelok, berhenti, atau mempersilakan pesepeda lain mendahului.
Sinyal lambaian tangan menjadi hal yang urgen untuk diketahui pengguna jalan lain. Saat akan belok ke arah kanan atau kiri, tangan melambai tegak ke arah yang diinginkan. Apabila memberi sinyal berhenti, lambaian tangan diarahkan ke atas. Sementara lambaian tangan dari arah bawah dan mengayun ke depan berarti mempersilakan pesepeda lain mendahului.
”Lambaian tangan semacam ini belum dibiasakan pesepeda di Jakarta. Padahal, sinyal-sinyal tersebut perlu diketahui seluruh pengguna jalan. Enggak mungkin, kan, kalau kita belok langsung tiba-tiba saja,” ucap pria yang juga lulusan Breda University of Applied Science, Belanda.
Pengalaman Adriansyah saat di Belanda, lambaian tangan tersebut menjadi informasi penting untuk menandai keberadaan pesepeda di jalan. Sinyal ini juga turut mengurangi risiko kecelakaan karena seluruh pengguna jalan mengetahui ke mana tujuan sang pesepeda mengarah.
”Itu sudah menjadi praktik yang cukup lazim di beberapa negara. Belanda pun menerapkan seperti itu sehingga risiko kecelakaan benar-benar berkurang,” ucapnya saat ditemui di bilangan Sudirman, Jakarta Pusat, Jumat (7/8/2020).
Soal kedisiplinan
Membiasakan sinyal lambaian adalah bagian kecil dari persoalan besar, yaitu kedisiplinan. Pegiat komunitas sepeda Bike to Work (B2W), Julius Kusdwianartanto, menyayangkan kedisiplinan aturan berlalu lintas tidak sepenuhnya diterapkan sejumlah kalangan pesepeda.
Dalam praktik berlalu lintas, sejumlah pesepeda di Jakarta kerap mengabaikan keberadaan jalur sepeda yang telah disediakan pemerintah. Suhadi (39), misalnya, menghindari jalur sepeda yang ada karena dianggap terlalu sempit untuk jenis sepeda road bike miliknya.
Menurut dia, performa sepeda jenis road bike lebih baik ketika berada di lintasan yang lurus dan tidak terhalang pesepeda lain. ”Seninya mengendarai road bike, ya, berkendara di lintasan lurus, seperti jalur Sudirman-Thamrin,” katanya.
Terkait itu, Julius memandang kurangnya kesadaran bahwa pesepeda juga adalah pengguna jalan yang wajib mematuhi aturan lalu lintas. Berbagai rambu lalu lintas harus tetap dipatuhi, termasuk berhenti bersama-sama kendaraan lain saat lampu merah.
Kepatuhan terhadap rambu lalu lintas berkaitan langsung terhadap keselamatan pesepeda itu sendiri. Adriansyah dari FDTJ menyarankan, pesepeda sebaiknya tertib mengikuti rambu yang ada selama berkendara di jalan.
Sejumlah kalangan komunitas pesepeda dan pegiat transportasi mengumumkan panduan aman bersepeda yang dapat diunduh secara gratis. Panduan ini disusun secara kolektif oleh FDTJ, B2W, Road Safety Association, dan Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ).
Adriansyah mengingatkan, para pesepeda sebaiknya selalu berada di jalur yang sudah disediakan. Apabila tidak ada jalur sepeda, sebaiknya tetap berada di sisi paling kiri jalan. Saat berhenti dan melintas, jangan lupa menerapkan sinyal lambaian tangan sesuai dengan arah yang dituju.
Dalam menyeberang di persimpangan, disarankan pula agar sepeda menyeberang dari zebra cross yang ada secara dua tahap. Hal ini bertujuan mengurangi risiko kecelakaan. Pesepeda disarankan selalu memastikan keberadaan rem, ban, bel, dan lampu depan agar berfungsi dengan baik. Selain itu, pesepeda juga disarankan membawa kunci untuk keamanan saat parkir.
Hal yang tak kalah penting adalah mengenali rute dan waktu tempuh saat bersepeda. Kondisi ini bisa diperhitungkan lewat teknologi peta daring sehingga pesepeda bisa memutuskan rute mana yang tercepat serta apakah perlu memotong rute dengan naik moda angkutan umum.
Manajer Komunikasi dan Kerja Sama Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia Fani Rachmita menambahkan, pesepeda kini tidak perlu terlalu khawatir saat berkegiatan di jalan. Sebab, kalangan pesepeda sejak dulu telah mendapat prioritas perlindungan dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Walakin, sebagai sesama pengguna jalan, pesepeda harus tetap mematuhi peraturan yang ada. ”Beberapa aturan mendasar, seperti berhenti saat lampu merah dan menuntun sepeda ketika menyeberangi jembatan penyeberangan orang (JPO), harus dipatuhi karena berisiko merugikan pengguna jalan yang lain,” kata Fani.