Mayoritas Kantor di Jakarta Tangani Sektor Strategis, Bekerja dari Rumah Sukar Diterapkan
Hilangkan dulu kebutuhan orang untuk bergerak. Caranya, pemerintah membuat aturan semua perusahaan mewajibkan karyawan bekerja dari rumah. Jika tidak bisa, kewajiban sistem piket yang diawasi secara ketat tanpa kecuali.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perusahaan sukar menerapkan sistem bekerja dari rumah sepenuhnya dengan alasan mayoritas bergerak di sektor prioritas. Padahal, tingginya penyebaran Covid-19 akibat pergerakan manusia disebabkan oleh kebutuhan masyarakat untuk pergi ke tempat kerja.
Hal tersebut diakui oleh Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta Diana Dewi ketika dihubungi di Jakarta pada hari Senin (3/8/2020). ”Sebanyak 60 persen perusahaan yang ada di Ibu Kota bergerak di 11 sektor prioritas yang sejak masa PSBB (pembatasan sosial berskala besar) pertama di bulan Maret diberikan izin gerak dengan leluasa,” kata Diana.
Sebelas sektor tersebut diatur dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan PSBB dalam Penanganan Covid-19 yang ditetapkan pada tanggal 9 April. Selain sektor pemerintah, polisi, militer, dan kesehatan, sektor yang diperbolehkan beroperasi selama PSBB, antara lain, adalah logistik, pangan, konstruksi, energi, serta teknologi informasi dan komunikasi.
Selama beroperasi di masa PSBB, kantor-kantor pada 11 sektor prioritas wajib menerapkan jaga jarak, pemakain masker, dan pemeriksaan suhu tubuh terhadap karyawan serta membatasi jumlah pekerja yang masuk sebanyak 50 persen dari jumlah maksimal. Akan tetapi, menurut Diana, penerapannya lebih sukar daripada yang dicanangkan di atas kertas.
”Terdapat beberapa perusahaan yang tidak bisa melakukan (kebijakan) bekerja dari rumah karena keunikan operasionalnya yang bergantung pada kesinambungan setiap divisi dan karyawan. Apabila satu karyawan tidak masuk, seluruh rantai produksi tidak berjalan,” kata Diana lagi.
Kadin Jakarta mencatat sudah ada delapan kompleks perkantoran yang ditutup karena karyawannya positif mengidap Covid-19. Meskipun begitu, Diana bersikukuh tidak semua kasus positif berasal dari perkantoran. Kadin Jakarta menemukan terdapat karyawan yang terpapar virus korona baru di lingkungan rumah atau pergaulan. Karyawan ini kebetulan ketahuan mengidap Covid-19 berkat tes cepat yang dilaksanakan di kantor. Dalam hal ini, kantor telah menunjukkan sikap bertanggung jawab dengan menyelenggarakan tes kesehatan.
”Setiap pengusaha tidak akan mau rugi. Mereka tetap ingin beroperasi tanpa mau mengambil risiko karyawan terkena penyakit sehingga di setiap kantor sudah pasti ada protokol keamanan terkait Covid-19. Justru tanggung jawab individu sangat penting. Tak ada jaminan jika kantor telah mewajibkan bekerja dari rumah, karyawan itu tidak bepergian sesuka hati,” tuturnya.
Justru tanggung jawab individu sangat penting. Tak ada jaminan jika kantor telah mewajibkan bekerja dari rumah, karyawan itu tidak bepergian sesuka hati.
Menurut Diana, Kadin Jakarta tetap mengimbau perusahaan mau kembali menerapkan kebijakan bekerja dari rumah. Apabila tidak bisa, perusahaan diminta membuat sistem piket sebanyak 25 persen karyawan masuk pada sif pagi dan 25 persen berikutnya masuk di siang hari.
Jika kedua pilihan itu tidak bisa diambil, satu-satunya yang harus dilakukan perusahaan adalah memastikan karyawan selalu memakai masker di lingkungan kantor, menyediakan tempat cuci tangan, dan meminimalkan kedekatan fisik.
Aturan
Pengamat transportasi, terutama aspek angkutan umum, David Tjahjana mengingatkan masyarakat dan pemerintah bahwa kendaraan hanya merupakan moda, bukan penyebab pergerakan. Manusia masih bergerak karena ada kebutuhan, dalam hal ini kewajiban untuk bekerja. Oleh sebab itu, membuat sistem ganjil genap kendaraan pribadi dan membatasi jumlah penumpang di angkutan umum bukan jalan keluar dari masalah pergerakan orang.
”Hilangkan dulu kebutuhan orang untuk bergerak. Caranya dengan pemerintah membuat aturan semua perusahaan wajib (menerapkan sistem) bekerja dari rumah. Jika tidak bisa, aturan kewajiban sistem piket yang diawasi secara ketat tanpa pengecualian sektor,” ujarnya.
Pernyataan tersebut sejalan dengan data dari Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia yang menyebutkan bahwa 81 persen pelaju di Ibu Kota adalah pekerja.
Setelah jumlah pergerakan menurun, keamanan angkutan umum juga diperhatikan. Petugas memastikan semua penumpang memakai masker dan menjaga jarak. Ada jadwal rutin penyemprotan kendaraan, terutama setelah penumpang turun. Disinfeksi ini berlaku tidak hanya untuk kendaraan besar, seperti bus dan kereta, tetapi juga untuk taksi, ojek, dan angkutan kota.
Hilangkan dulu kebutuhan orang untuk bergerak. Caranya dengan pemerintah membuat aturan semua perusahaan wajib (menerapkan sistem) bekerja dari rumah. Jika tidak bisa, aturan kewajiban sistem piket yang diawasi secara ketat tanpa pengecualian sektor.
Sementara itu, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan DKI Jakarta Fify Mulyani mengumumkan, total kasus positif di Jakarta adalah 22.443 kasus dengan rincian 14.165 orang sembuh dan 867 orang meninggal. Angka ini di luar jumlah terduga.
Dari segi tes, setiap pekan ada 39.003 orang yang diambil sampel untuk uji reaksi rantai polimerase (PCR). Jumlah ini empat kali lipat ketentuan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).