Belum Bebas Covid-19, Gedung DPRD DKI Ditutup Lagi hingga 9 Agustus
Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi kembali menutup Gedung DPRD DKI Jakarta untuk disemprot disinfektan. Penutupan dilakukan karena ada dua anggota dewan yang tertular Covid-19.
Oleh
Helena F Nababan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bersiap dibuka lagi hari Senin (3/8/2020) setelah ditutup lima hari, Gedung DPRD DKI Jakarta kembali ditutup hingga 9 Agustus 2020. Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi menandatangani perpanjangan penutupan itu pada Senin pagi.
Rabu, 29 Juli, Gedung DPRD DKI Jakarta ditutup karena ada anggota DPRD dan staf dewan yang dinyatakan positif Covid-109. Gedung ditutup untuk penyemprotan disinfektan.
Perpanjangan penutupan gedung dilakukan karena situasi di gedung dewan itu belum mendukung. ”Saya menutup beberapa bagian dan hanya satu pintu yang saya buka untuk DPRD karena teman-teman Sekwan (Sekretariat Dewan) masih bisa bekerja. Saya juga minta ke Pak Sekwan, setiap hari ini disemprot ruangan karena ada beberapa teman-teman kita fraksi di DPRD terjangkit Covid-19,” ujar Pras.
Ia juga meminta Sekwan DPRD DKI Jakarta menindaklanjuti perpanjangan penutupan dengan menggelar tes cepat dan tes usap bagi anggota dewan. ”Saya minta Sekwan untuk menindaklanjuti, lebih selektif lagi, dan 106 anggota dewan nanti, tiap fraksi saya mau rapid dan swabtest. Jadi, semuanya harus menjaga karena disiplin ini yang bisa menjadi kekuatan agar tidak terjangkit,” tegas Pras.
Tes cepat dan tes usap, menurut Pras, akan dilakukan setelah pembukaan kembali gedung, yaitu setelah 9 Agustus. Adapun saat ini ada dua anggota dewan yang tertular Covid-19, satu dari Fraksi PAN dan satu lagi dari Fraksi PKS.
Secara terpisah, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Fify Mulyani memaparkan, berdasarkan data terkini Dinas Kesehatan DKI Jakarta, sudah dilakukan tes metode reaksi rantai polimerase (PCR) sebanyak 4.864 spesimen.
”Sebanyak 4.234 di antaranya untuk mendiagnosis kasus baru dengan hasil 489 positif dan 3.745 negatif. Dari 489 kasus tersebut, 130 kasus adalah akumulasi data dari tujuh hari terakhir yang baru dilaporkan. Untuk jumlah tes PCR total per 1 juta penduduk sebanyak 39.003,” tuturnya.
Ia menjelaskan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan standar jumlah tes PCR adalah 1.000 orang per 1 juta penduduk per minggu. Berdasarkan WHO pula, Jakarta harus melakukan pemeriksaan PCR minimum pada 10.645 orang (bukan spesimen) per minggu atau 1.521 orang per hari. ”Saat ini jumlah tes PCR di Jakarta setiap pekan adalah empat kali lipat standar WHO,” lanjutnya.
Kondisi wabah di sebuah daerah hanya bisa diketahui melalui pengetesan. Strategi tes-lacak-isolasi sangat penting dilakukan dalam penanganan wabah. Jumlah tes yang tidak memenuhi standar WHO berakibat makin banyak kasus positif yang tidak terlacak. Jakarta telah memenuhi standar itu, bahkan melebihinya.
Tes PCR di Jakarta dilakukan melalui kolaborasi 47 laboratorium pemerintah daerah, pemerintah pusat, BUMN, dan swasta. Pemprov DKI Jakarta memberikan dukungan biaya tes kepada laboratorium BUMN dan swasta yang ikut berjejaring bersama dalam pemeriksaan sampel program.
Sementara itu, penambahan kasus positif pada hari Senin ini sebanyak 489 kasus. Adapun jumlah kasus aktif di Jakarta saat ini 7.411 kasus (orang yang masih dirawat/isolasi), sedangkan jumlah kasus konfirmasi secara total di Jakarta pada hari ini 22.443 kasus. Dari jumlah tersebut, 14.165 orang dinyatakan telah sembuh, sedangkan 867 orang meninggal.
Adapun positivity rate atau persentase kasus positif sepekan terakhir di Jakarta sebesar 6,9 persen, sedangkan Indonesia sebesar 14,8 persen. WHO juga menetapkan standar persentase kasus positif tidak lebih dari 5 persen dari seluruh individu yang dites.
Namun, persentase kasus positif ini hanya bisa dianggap valid apabila standar jumlah tes yang dilakukan telah terpenuhi. Jika jumlah tesnya sedikit (tidak memenuhi standar WHO), indikator persentase kasus positif patut diragukan.
Selama vaksin belum tersedia, ucap Fify, penularan wabah harus dicegah bersama-sama dengan disiplin menegakkan pembatasan sosial dan protokol kesehatan.