Arus mudik mulai terlihat di Terminal Poris Plawad, Tangerang. Menahan pergerakan warga dengan imbauan tidak efektif. Mobilitas orang antardaerah bakal semakin memperluas penularan Covid-19.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Menjelang Idul Adha, Terminal Poris Plawad di Kota Tangerang mulai didatangi warga yang hendak merayakan Idul Adha di kampung halaman. Upaya pemerintah berupa imbauan ternyata tidak mampu menahan mobilitas warga. Penyebaran Covid-19 berpotensi terus meluas.
Seluruh bangku di pelataran ruang tunggu area parkir bus Terminal Poris Plawad penuh diduduki calon penumpang bus, Rabu (29/7/2020) siang. Bus-bus antarprovinsi berjejer di halaman parkir. Di depan bus, para calon penumpang bus bercengkerama sembari menunggu panggilan untuk masuk bus dari pihak perusahaan otobus (PO).
Slamet (40) merupakan salah satu calon penumpang yang turut menunggu bus berangkat. Warga Cipondoh, Kota Tangerang, Banten, itu berangkat mudik seorang diri. Ia bermaksud mudik ke Pamekasan, Madura, untuk merayakan Idul Adha yang jatuh pada 31 Juli 2020 bersama keluarga besar.
Momen merayakan Idul Adha tidak pernah dilewatkan Slamet. Saban tahun ia menyempatkan diri untuk bersua keluarganya saat Idul Adha. Peningkatan kasus Covid-19 yang masih terjadi tidak menghalanginya untuk merayakan Idul Adha di Madura.
”Sudah dari berminggu-minggu lalu saya merencanakan pulang kampung,” kata Slamet.
Untuk mendapat kepastian berangkat, Slamet harus melengkapi sejumlah syarat. Di masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) Tangerang Raya, warga yang bepergian ke luar daerah menggunakan bus wajib menyertakan salinan kartu tanda penduduk dan surat keterangan sehat. Dokumen-dokumen tersebut diserahkan di terminal sesaat sebelum bus berangkat.
Sejumlah persyaratan itu tidak membuat Slamet mengurungkan niat untuk pulang kampung. Baginya, merayakan Idul Adha bersama keluarga lebih penting dari apa pun. Ia pun tidak risau dengan kemungkinan bisa menularkan virus kepada keluarganya.
”Banyak, sih, persyaratan sebelum berangkat. Walau repot, saya tetap berangkat karena mementingkan keluarga,” katanya.
Hal serupa disampaikan Agus (45), warga Cengkareng, Jakarta Barat, yang hendak mudik ke Sumenep, Madura. Agus berangkat bersama keluarganya. Tradisi mudik ini sudah dijalankan Agus setiap tahun saat Idul Adha. Ia berencana kembali lagi ke Tangerang beberapa pekan setelah Idul Adha berakhir.
Gubernur Banten Wahidin Halim sebelumnya mengimbau masyarakat agar menunda niat bepergian ke luar Provinsi Banten pada masa PSBB. Imbauan itu tak dihiraukan Agus. Baginya, berkumpul bersama keluarga saat Idul Adha adalah yang utama.
Kepala Satuan Pelayanan Terminal Poris Plawad Alwien Athena mengatakan, gelombang arus mudik Idul Adha mulai terlihat di terminal. Alwien menjabarkan, jumlah penumpang di Terminal Poris Plawad per hari berkisar 400 hingga 500 orang. Mayoritas bus yang berangkat dari Terminal Poris Plawad menuju Madura dan Padang. Alwien memperkirakan puncak arus mudik Idul Adha terjadi pada 29 Juli atau 30 Juli 2020.
”Keberangkatan didominasi bus tujuan Madura dan Padang. Sekitar 50 persen ke Madura,” ujar Alwien.
Menurut Alwien, setiap penumpang harus menyertakan surat keterangan sehat sebagai salah satu syarat bepergian menggunakan bus. Tanpa surat keterangan sehat, penumpang dilarang berangkat.
Pantauan Kompas di pintu keluar Terminal Poris Plawad, satu bus terpaksa diminta masuk kembali ke terminal karena salah seorang penumpang kedapatan tak membawa surat keterangan sehat saat diperiksa petugas. Penumpang yang tak membawa surat keterangan sehat itu lalu diminta turun dari bus.
Anggota Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra, mengatakan, saat ini dari segi regulasi sudah tidak ada lagi yang bisa membatasi pergerakan warga ke luar daerah. Sebelumnya pada masa awal-awal PSBB, pembatasan orang dilakukan secara ketat dengan adanya pos-pos pemeriksaan.
”Sekarang yang ada hanya imbauan dan itu kurang efektif menahan pergerakan warga. Makanya, orang bisa dengan mudah bepergian, apalagi di Pulau Jawa,” kata Hermawan.
Yang ada hanya imbauan dan itu kurang efektif menahan pergerakan warga. Makanya, orang bisa dengan mudah bepergian, apalagi di Pulau Jawa. (Hermawan Saputra)
Dampak dari pelonggaran PSBB itu, menurut Hermawan, akan sangat mengkhawatirkan. Saat ini jumlah kasus terkonfirmasi positif di Indonesia telah menembus lebih dari 102.000 kasus dan bakal terus bertambah dengan adanya pelonggaran PSBB. Hermawan menyayangkan tidak ada kebijakan khusus yang diambil pemerintah untuk menangani Covid-19 dalam kaitannya dengan menahan arus mudik.
Sebelumnya, epidemiolog Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Bayu Satria Wiratama, meminta pemerintah memperketat syarat warga bepergian ke daerah lain. Caranya dengan mewajibkan syarat bukti bebas dari Covid-19 melalui tes reaksi rantai polimerase (PCR). Jika tes PCR tak bisa dilakukan di daerah tujuan, warga mesti menjalani karantina selama 14 hari untuk mencegah penularan Covid-19 (Kompas, 28/7/2020).