Kemendagri: Rekomendasi Pemilihan Ulang Wakil Bupati Bekasi Tanpa Paksaan
Pemilihan wakil bupati Bekasi direkomendasikan diulang. Namun, Ketua DPRD Kabupaten Bekasi membatalkan kesepakatan itu karena mengaku mengambil keputusan saat sedang dalam kondisi kurang sehat.
Oleh
STEFANUS ATO/NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bekasi diminta melaksanakan pemilihan ulang wakil bupati Bekasi sisa masa jabatan periode 2017-2022. Rekomendasi itu didasarkan pada kesepakatan bersama tanpa ada unsur paksaan. Pakar otonomi daerah menilai rekomendasi yang tertuang dalam berita acara berupa perjanjian tak memiliki kekuatan mengikat.
Kesepakatan pemilihan ulang wakil bupati Bekasi itu dituangkan dalam Berita Acara Rapat Fasilitasi Pengisian Jabatan Wakil Bupati Bekasi Sisa Masa Jabatan 2017-2022. Rapat itu dihadiri perwakilan dari Kementerian Dalam Negeri, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Bupati Bekasi, dan Ketua DPRD Kabupaten Bekasi di Kantor Kementerian Dalam Negeri pada 22 Juli 2020.
Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Muhammad Hudori membenarkan adanya rapat fasilitasi pengisian jabatan wakil bupati Bekasi tersebut. Keputusan merekomendasikan pemilihan ulang wakil bupati Bekasi juga disepakati semua pihak yang hadir dalam rapat itu.
”Kemarin semua pihak yang hadir sepakat dan tanda tangan. Tidak ada paksaan,” kata Hudori melalui pesan singkat, Selasa (28/7/2020), di Jakarta.
Dari salinan berita acara yang diterima Kompas, ada beberapa poin kesepakatan, yaitu Ketua DPRD Kabupaten Bekasi meminta ulang rekomendasi kepada semua partai politik pengusung atas dua nama yang sama (nama calon wakil bupati Bekasi) dan diusulkan melalui Bupati Bekasi. Proses itu diberi batasan waktu selama 14 hari.
Adapun kesepakatan lain dalam berita acara itu antara lain Bupati Bekasi menyampaikan usulan calon wakil bupati Bekasi kepada DPRD Kabupaten Bekasi. Usulan itu ditindaklanjuti DPRD Kabupaten Bekasi dengan melaksanakan pemilihan ulang wakil bupati Bekasi.
Proses pemilihan wakil bupati Bekasi sudah digelar Panitia Pemilihan DPRD Kabupaten Bekasi pada 18 Maret 2020. Saat itu, 40 anggota DPRD yang hadir sepakat memilih Ahmad Marjuki sebagai wakil bupati terpilih. Pemilihan itu tidak dihadiri anggota DPRD dari Fraksi Partai Golkar dan Nasdem.
Kepala Biro Hukum dan HAM Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat Eni Rohyani saat dihubungi secara terpisah mengatakan, pemilihan ulang wakil bupati Bekasi disepakati karena proses pemilihan pada Maret 2020 mengabaikan prosedur pemilihan yang diatur dalam Peraturan DPRD Kabupaten Bekasi Nomor 2 Tahun 2019 tentang Tata Tertib.
Aturan yang dinilai cacat prosedur terdapat dalam Pasal 41 karena DPRD menyisipkan tiga ayat baru yang dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-undang.
”Biro Hukum Pemprov Jabar ketika memfasilitasi draf tata tertib sudah mencoret tiga ayat, yaitu Ayat 3, 4, dan 5. Kami hanya menyetujui Ayat 1, 2, dan 6. Tetapi, tata tertib yang kami koreksi itu diabaikan,” kata Eni.
Biro Hukum Pemprov Jabar ketika memfasilitasi draf tata tertib sudah mencoret tiga ayat, yaitu Ayat 3, 4, dan 5. Kami hanya menyetujui Ayat 1, 2, dan 6. Tetapi, tata tertib yang kami koreksi itu diabaikan. (Eni Rohyani)
Ketua DPRD membantah
Dua hari setelah berita acara itu dibuat dan disepakati, Ketua DPRD Kabupaten Bekasi Aria Dwi Nugraha membenarkan menandatangani berita acara tersebut. Namun, ia mengaku menandatangani surat itu dalam kondisi kurang sehat sehingga ada kekeliruan.
Tanggapan Aria itu disampaikan melalui surat berstempel DPRD Kabupaten Bekasi tertanggal 24 Juli 2020 dan ditujukan kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri. Dalam surat itu, ia meminta dengan segala kerendahan hati dan tanpa mengurangi rasa hormat kepada para pejabat yang hadir saat itu untuk mencabut dan membatalkan persetujuan yang sudah ditandatangani.
Aria saat dihubungi, baik melalui sambungan telepon maupun pesan Whatsapp, terkait surat bantahan itu belum merespons hingga Selasa pukul 17.00.
Eni menyebutkan, surat tembusan dari Ketua DPRD sudah diterima Biro Hukum Setda Jabar. Alasan pembatalan persetujuan kesepakatan oleh Ketua DPRD Kabupaten Bekasi itu dinilai aneh.
”Sebetulnya aneh, karena saat pembahasan di Kemendagri, kata demi kata sampai ke huruf yang disepakati itu dibahas secara detail. Namun, karena kami memiliki tanggung jawab melakukan pembinaan dan pengawasan, maka yang akan kami lakukan itu dulu,” kata Eni.
Kesepakatan lemah
Pakar otonomi daerah Djohermansyah Djohan mengatakan, berita acara yang disepakati itu bersifat perjanjian. Adapun unsur-unsur yang harus dipenuhi dalam suatu perjanjian adalah pihak yang terlibat dalam perjanjian harus sehat dan tidak berada di bawah paksaan.
”Karena ini sifatnya perjanjian, bisa saja salah satu pihak memungkiri suatu kesepakatan. Dari segi kekuatan, ini bukan suatu produk hukum sehingga posisi kesepakatan itu lemah,” kata Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri itu.
Karena ini sifatnya perjanjian, bisa saja salah satu pihak memungkiri suatu kesepakatan. Dari segi kekuatan, ini bukan suatu produk hukum sehingga posisi kesepakatan itu lemah. (Djohermansyah Djohan)
Oleh karena itu, menurut Djohermansyah, Kementerian Dalam Negeri segera mengambil keputusan dengan menolak usulan penetapan calon wakil bupati Bekasi terpilih dengan catatan cacat prosedur. Keputusan itu kemudian diikuti dengan permintaan untuk dilaksanakan pemilihan ulang sesuai prosedur yang berlaku.
Proses pemilihan ulang juga diharapkan berlangsung cepat, taat prosedur, serta dibutuhkan proaktif dari partai politik pengusung karena DPRD Kabupaten Bekasi bekerja diburu waktu. Sebab, sesuai aturan, jika masa jabatan tersisa kurang dari 18 bulan, bupati akan menyelesaikan masa jabatannya tanpa wakil bupati.
”Pada prinsipnya, wakil kepala daerah kalau kosong harus diisi. Tujuannya agar kepala daerah memiliki tangan yang membantu menyelenggarakan urusan pemerintahan di daerah,” katanya.