Sampai Senin (27/7/2020), jumlah kasus positif di DKI Jakarta bertambah 473 kasus. Pencegahan penularan tidak cukup dengan tes massal, tetapi perlu ketegasan dan pengawasan penggunaan masker.
Oleh
Helena F Nababan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sampai Senin (27/7/2020), di DKI Jakarta terdapat penambahan kasus positif Covid-19 sebanyak 473 kasus. Penambahan terjadi dengan kasus positif di perkantoran dan pusat perbelanjaan di DKI Jakarta.
Kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan DKI Jakarta Ani Ruspitawati di Jakarta, Senin (27/7/2020), menjelaskan, terdapat penambahan jumlah kasus positif Covid-19 sebanyak 473 kasus. Angka itu dijelaskan Ani sebagai angka akumulasi, terdiri dari 240 kasus dari tanggal 26 Juli 2020 dan 233 kasus dari tanggal 25 Juli 2020.
Adapun jumlah kumulatif kasus konfirmasi di wilayah DKI Jakarta pada hari Senin ini sebanyak 19.474 kasus. Dari jumlah tersebut, 11.997 orang dinyatakan telah sembuh, sedangkan 782 orang meninggal.
”Sampai hari ini kami laporkan, 1.702 pasien masih menjalani perawatan di rumah sakit dan 4.993 orang melakukan isolasi mandiri (termasuk data Wisma Atlet). Suspek yang masih menjalani isolasi mandiri sebanyak 1.472 orang, sedangkan suspek yang masih menjalani isolasi di rumah sakit 1.563 orang dan yang meninggal 2.226 orang,” paparnya.
Secara terpisah, Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi DKI Jakarta Andri Yansyah menjelaskan, dari angka kasus itu, ada kasus yang terjadi di perkantoran.
”Kantor Siemens melaporkan sendiri bahwa pekerjanya ada yang positif. Inilah yang harus diikuti perusahaan lain. Karena jumlah kami sedikit, sedangkan jumlah perusahaan yang kami awasi hampir 78.000. Kami harapkan dengan SK saya di butir pertama, yaitu membentuk gugus tugas internal perusahaan. (Gugus tugas) inilah yang melakukan pengecekan dan pengawasan terkait masalah protokol Covid-19, juga melaporkan apabila ada pekerja yang terpapar,” jelas Andri.
Melaporkan kasus positif juga disertai laporan tindakan yang sudah dilakukan. Laporan itu akan ditindaklanjuti oleh Disnakertrans.
Terkait data 352 kasus positif, Andri mengatakan belum mengetahui pasti sumber data itu. ”Namun, yang namanya disnaker akan merespons dan menindaklanjuti apa pun bentuk laporan dari masyarakat, baik dari internal perusahaan maupun masyarakat. Kami prinsipnya akan selalu menindaklanjuti laporan yang masuk seperti itu,” tutur Andri.
Itu sebabnya, Disnakertrans berharap setiap perusahaan mengaktifkan gugus tugas internal dan aktif melakukan pelaporan.
Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UMKM DKI Jakarta Elizabeth Ratu Rante Allo mengatakan, untuk kluster di pusat perbelanjaan, ia belum mendapatkan laporan apa pun. Kalaupun ada laporan, lanjutnya, berpegang pada Pasal 10 Peraturan Gubernur Nomor 51 Tahun 2020. Dalam aturan itu disebutkan, kalau ada karyawan atau tenaga kerja yang positif, tempat bekerja harus berkoordinasi dengan dinas kesehatan, serta melakukan langkah-langkah pembersihan kantor dan pemeriksaan kesehatan dan isolasi mandiri kepada karyawan.
Tak cukup tes massal
Secara terpisah, anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta, Gilbert Simanjuntak, mengatakan, mengatasi penularan virus korona tidak cukup hanya dengan tes massal. Virus korona hanya mampu bertahan dalam tubuh manusia selama dua minggu.
Apabila daya tahan tubuh yang terinfeksi kuat, orang tersebut akan sembuh. Penularannya sudah jelas, yakni sentuhan fisik, terutama melalui selaput lendir, menghirup virusnya lewat semburan napas penderita (droplet).
”Menggunakan masker, menjaga jarak, dan menghindari kontak fisik akan membuat penularan hampir tidak terjadi (Rt di bawah 1),” jelas Simanjuntak, yang juga mantan Wakil Ketua Regional South East Asia Regional Office International Agency for Prevention of Blindness Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Itu sebabnya, ia tidak sepakat apabila selama ini lebih sering diutarakan bahwa pemeriksaan PCR sudah dilakukan, seakan upaya pencegahan yang dikerjakan sudah maksimal. Pemeriksaan PCR hanya untuk menemukan pasien yang mempunyai virus di tubuhnya. Masalah pelik adalah ternyata pemeriksaan PCR hanya mampu menangkap 60 persen penderita.
Artinya, dari 10 pasien yang jelas terinfeksi Covid-19, apabila diperiksa dengan metode PCR, hanya 6 orang yang ditemukan virusnya. Sebanyak 4 orang sisanya akan mendapatkan hasil tes negatif dan malah akan menularkan ke mana-mana karena merasa dirinya tidak ada virus.
”Apa artinya buat klaim yang selalu mengatakan sudah dilakukan tes massal, Rt 1,1, dan positivity rate kurang dari 5? Sementara masih banyak yang berkeliaran karena hasil tes negatif sebab merasa tidak sakit?” kata Simanjuntak.
Dari sini jelas, ujar Simanjuntak, pemeriksaan laboratorium tidak mencegah penularan. Sekalipun total populasi diperiksa PCR, tetap akan ada ratusan ribu penderita yang tidak terdeteksi. ”Tidak ada gunanya memperbanyak pemeriksaan. Ini yang menjelaskan kenapa ditemukan kasus yang demikian banyak di DKI walau dilakukan tes yang disebutkan melebihi standar WHO. Sekalipun semua penduduk dites, tidak akan ada gunanya,” tegasnya.
Yang harus dikerjakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, lanjut Simanjuntak, adalah ketegasan jangka panjang. Pemprov harus terus-menerus mengawasi masyarakat yang tidak menggunakan masker di tempat umum hingga vaksin ditemukan atau kasusnya hilang.
Yang terjadi saat ini di DKI, pemprov baru mengawasi pelanggar di jalan protokol, bukan di kawasan yang padat penduduk, gang sempit, pasar tradisional, dan kawasan permukiman strata sosial bawah lainnya. Menurunkan petugas atau aparatur sipil negara sesaat ke pasar sebanyak 5.000 orang tidak ada gunanya, seakan-akan sudah bekerja maksimal.
”Pengawasan harus terus dilakukan hingga kasus hilang atau vaksin ditemukan. Memberdayakan RT dan RW (sebagai supervisor/pengawas) dan memberi insentif yang sesuai akan menurunkan angka penularan secara drastis,” ucap Simanjuntak.