Upaya sebagian orang untuk menenangkan warga dinilai tidak tepat di tengah pandemi Covid-19 yang belum mereda. Koalisi warga menilai langkah ini membuat masyarakat meremehkan pandemi sehingga memicu lonjakan kasus baru.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jaringan Masyarakat Sipil untuk Indonesia Bergerak menilai langkah pemerintah menangani pandemi Covid-19 belum efektif. Kondisi ini diperburuk oleh sebagian orang yang memberikan informasi tidak tepat. Hal ini berimplikasi pada sikap sebagian warga yang cenderung mengabaikan protokol kesehatan.
Jumlah kasus konfirmasi positif berpotensi mencapai 100.000 kasus hingga akhir Juli. Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dalam laman https://covid19.go.id, Minggu (26/7/2020), mencatat 98.778 kasus konfirmasi positif Covid-19. Sebanyak 37.342 orang dalam perawatan, 56.655 orang sembuh, dan 4.781 orang meninggal.
Menurut Sri Palupi dari Ecosoc Institute, belum terlihat perubahan kebijakan dan strategi penanganan pandemi. Padahal, kasus terus melonjak dan tenaga medis berguguran dalam perang melawan pandemi.
”Sejak awal dalam menghadapi pandemi, pemerintah lewat gugus tugas menerapkan strategi secara psikologis dan sisanya secara medis. Padahal, menurut ahli epidemiologi, strategi seperti itu tidak sesuai dengan kaidah ilmu pengetahuan,” ucap Sri.
Adapun Jaringan Masyarakat Sipil untuk Indonesia terdiri dari, antara lain, Jaringan Gusdurian, Ecosoc Institute, Wahana Lingkungan Hidup, dan Perkumpulan Skala.
Jaringan Masyarakat Sipil untuk Indonesia menyayangkan pemerintah yang berupaya menenangkan warga agar tidak panik pada pandemi. Langkah pemerintah yang menjadi perhatian Jaringan Masyarakat Sipil adalah mengundang pekerja seni dan pemberi pengaruh (influencer) ke Istana Kepresidenan, 14 Juli 2020.
Harapannya, setelah bertemu Presiden, mereka memberikan informasi yang benar kepada warga. Namun, sebagian dari mereka justru menyampaikan pernyataan tanpa basis data. Salah satu pekerja seni menyatakan bahwa Covid-19 tidak semengerikan pemberitaan media massa.
Pernyataan itu berdasarkan foto jenazah pasien Covid-19 yang dibungkus plastik oleh seorang jurnalis. Pernyataan lain ialah kalung eucalyptus atau kalung yang diklaim antikorona membuat lebih aman ketika beraktivitas. Pernyataan-pernyataan seperti ini bisa membuat warga menyepelekan bahaya Covid-19.
”Pemerintah berupaya menenangkan warga sedemikian rupa, tetapi warga semakin tidak peduli pada bahaya Covid-19. Indikasinya bisa dilihat dari kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan yang rendah,” kata Sri.
Pemerintah mengharapkan protokol kesehatan berjalan dengan baik seiring pelonggaran aktivitas warga, tetapi kenyataannya tidak demikian. Perekonomian mulai menggeliat berbarengan dengan meningkatnya kasus harian Covid-19.
”Harus ada tindakan-tindakan konkret untuk menyeimbangkan ekonomi dan kesehatan. Caranya kencangkan kembali kedisiplinan terhadap protokol kesehatan. Semua pihak harus berkoordinasi untuk menegakkan peraturan daerah yang sudah ada,” ucap Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Budi Haryanto.