Hukuman denda bagi warga yang tidak menggunakan masker ternyata tak membuat masyarakat patuh akan protokol kesehatan. Aturan yang ada masih dilanggar dengan bermacam-macam alasan.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Apabila memasuki jalan-jalan protokol dan perumahan warga di Jakarta, tidak jarang ditemukan peringatan agar tetap menggunakan masker saat pandemi Covid-19. Spanduk bertuliskan ”Pakai Masker!” hampir tidak luput terpasang di gang-gang perumahan.
Walakin, selalu saja ada warga yang mengabaikan instruksi tersebut dalam setiap kesempatan. Hampir sepekan belakangan, pemandangan ini kerap terlihat di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, serta Palmerah, Jakarta Barat. Lain pula kejadiannya di pinggiran kota, seperti Pademangan, Jakarta Utara, lebih banyak lagi warga yang tidak taat menggunakan masker di sana.
Satuan polisi pamong praja (satpol PP) dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak henti mengawasi kepatuhan menggunakan masker di wilayah perumahan warga. Ada prosedur teguran, sanksi sosial, hingga denda yang diterapkan apabila warga terus mengulangi kesalahan serupa.
Kewajiban menggunakan masker diatur dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 51 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada Masa Transisi. Pasal 8 menentukan sanksi berbentuk kerja sosial, yakni dengan membersihkan saran fasilitas umum tertentu. Sanksi lainnya adalah denda administratif sebesar Rp 250.000.
Sanksi semacam itu ternyata tidak juga berdampak. Sebab, jumlah pelanggarnya masih mencapai puluhan ribu. Data Satpol PP DKI Jakarta per 24 Juli 2020, terkumpul 42.225 sanksi yang diterima warga, baik perseorangan maupun lembaga tertentu.
Kepala Satpol PP DKI Jakarta Arifin menyebutkan, ada 41.693 pelanggar yang tidak taat menggunakan masker. Jumlah itu hampir mendominasi jenis pelanggaran yang ada. ”Sebagian besar dari pelanggar ini diberi sanksi sosial, sementara sekitar 4.000 orang dari jumlah tersebut diberi denda,” ujar Arifin kepada Kompas, Minggu (26/7/2020).
Dari total pelanggaran, Pemprov DKI Jakarta juga mengumpulkan denda hingga sekitar Rp 1,1 miliar. Jumlah ini terdiri dari denda perseorangan senilai Rp 664 juta, denda tempat atau fasilitas umum senilai Rp 264 juta, serta denda kegiatan sosial budaya Rp 171 juta. ”Semua dana itu terkumpul dari sanksi denda, baik yang perseorangan maupun perusahaan tertentu. Jenis denda ini kami setorkan kepada kas daerah,” kata Arifin.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dwi Oktavia menuturkan, tingginya jumlah pelanggaran berarti bukan pertanda baik. Hal tersebut menandai kepatuhan sosial warga belum terwujud di kalangan komunitas warga.
”Ini yang kami gencarkan terus menerus soal pola hidup bersih sehat (PHBS). Selama pandemi Covid-19, warga terus kami tekankan untuk pakai masker saat bepergian. Ternyata hal tersebut tidak juga cukup,” ujarnya.
Baequni, Ketua Pengurus Daerah Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) DKI Jakarta, mengingatkan kalau PSBB transisi dan berbagai protokol kesehatan lainnya masih menjadi sekadar jargon. Nyatanya, hal tersebut tidak benar-benar sampai di telinga warga.
”Kalau dilaksanakan itu adalah kebijakan struktural. Sampainya ke RW saja, ke masyarakatnya tidak sampai. Di masyarakat, pemprov harus bergerak dengan pendekatan kultural. Sementara untuk mengatasi persebaran virus korona harus berpadu antara kultural dan struktural,” kata Baequni (Kompas, 21/7/2020).
Baequni menekankan adanya gabungan pendekatan kultural dan struktural, yakni dengan cara pendampingan. Sebagai contoh, di satu RW ada pendampingan dari seorang ahli kesehatan masyarakat profesional. Profesional ini akan mengevaluasi dan menggerakkan kultural, tokoh masyarakat, dan lainnya.
”Ini bukan masalah jargon-jargon, tidak. Tetapi harus dilihat benar di lapangan itu bagaimana, dievaluasi tiap bulan apa benar mereka melakukan (protokol kesehatan) itu? Kalau tidak melakukan, bisa dievaluasi apa yang harus dilakukan setelah ini. Ini tidak bisa dibiarkan begini. Meski sampai tahun depan diberi PSBB, efektivitasnya tidak akan sampai ke masyarakat,” kata Baequni.
Pada akhirnya, kepatuhan protokol kesehatan tidak hanya bisa dicegah melalui denda dan sanksi sosial. Ketentuan ini perlu dibarengi dengan pendekatan yang tepat kepada warga, mulai dari lingkungan terkecil di tingkat keluarga. Selama belum ada vaksin untuk Covid-19, warga harus tetap menerapkan protokol kesehatan dengan benar.