Lima Luka Senjata Tajam, Amfetamin, dan Kesimpulan Bunuh Diri Yodi
Sebelum ditemukan meninggal, Yodi Prabowo pernah berulang kali menyampaikan kepada pacarnya: “Kalau saya tidak ada, bagaimana?” Penyidik menafsirkan ”tidak ada” sama dengan meninggal.
Oleh
Johanes Galuh Bimantara
·5 menit baca
Lebih dari dua pekan sejak penemuan jenazah Yodi Prabowo (25), polisi menemukan beragam fakta, antara lain bahwa karyawan Metro TV itu membeli sendiri pisau yang mengakibatkan kematiannya, serta tidak ada luka selain luka tusuk pada tubuhnya. Akhirnya, polisi berkesimpulan, Yodi diduga kuat bunuh diri.
”Kami berkesimpulan, diduga kuat, bahasanya diduga kuat, bahwa yang bersangkutan melakukan bunuh diri,” tutur Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Tubagus Ade Hidayat, dalam konferensi pers pada Sabtu (25/7/2020) pagi. Ade mengomandoi tim khusus yang terdiri dari personel Ditreskrimum Polda, Kepolisian Resor Metropolitan Jakarta Selatan, dan Kepolisian Sektor Pesanggrahan.
Ade menyebutkan, kesimpulan itu didapat dari lima bidang hasil analisis, yaitu hasil olah tempat kejadian perkara, hasil pemeriksaan laboratorium forensik, hasil dari kedokteran forensik, hasil analisis call data records (CDR), serta hasil pemeriksaan para saksi dan permintaan keterangan para ahli.
Jasad Yodi ditemukan warga di pinggir Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta (JORR) yang bersisian dengan Jalan Ulujami Raya, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Jumat (10/7/2020), sekitar pukul 11.00. Tidak ada harta benda korban yang hilang, termasuk ponsel, tas, dan dompet. Sebelumnya, pada Rabu (8/7/2020) pukul 02.00, warga terlebih dahulu menemukan sepeda motor Yodi dalam kondisi terparkir rapi dan mesin sudah dingin di dekat warung bensin, di sekitar lokasi jasadnya ditemukan dua hari kemudian.
Dari keterangan saksi diperkuat pembuktian ilmiah, Yodi diduga meninggal antara Selasa (7/7/2020) pukul 24.00 hingga Rabu (8/7/2020) pukul 02.00. Ade mengatakan, saat ditemukan, jasad Yodi dalam kondisi tengkurap. Ketika tubuhnya dibalikkan, sebilah pisau ditemukan di bawahnya.
”Dari foto yang beredar, tangan korban tidak terlihat. Ini asumsinya tangan korban tertindih di bawah, dan di bawah ada pisau. Polisi menduga kuat bahwa pisau itulah yang digunakan sebagai alat untuk melukai korban,” ujarnya.
Dokter spesialis forensik pada Rumah Sakit Tingkat I R Said Sukanto atau RS Polri Kramatjati, Arif Wahyono, mengatakan, pihaknya tidak menemukan tanda kekerasan selain empat luka tusuk di dada dan luka gorok pada leher.
Pada dada, ada dua luka tusuk berkedelaman sekitar dua sentimeter (cm), satu luka sedalam 5 cm, dan yang paling besar serta memotong bagian bawah paru-paru, yaitu luka sedalam 12 cm. Adapun luka kekerasan benda tajam pada leher mengakibatkan tenggorokan terputus. ”Kami berkesimpulan bahwa sebab mati korban adalah kekerasan tajam di leher,” kata Arif.
Pisau, sepeda motor, dan semua harta benda dari lokasi kejadian dibawa untuk dianalisis oleh Pusat Laboratorium Forensik Polri. Ajun Komisaris Besar Made Wiranata, Kepala Subbidang Biologi Serologi Forensik Puslabfor Polri, menuturkan, dari semua barang bukti, tidak ada jejak asam deoksiribonukleat (DNA) selain milik Yodi.
Made mencontohkan, pihaknya mencoba mencari DNA orang lain pada gagang pisau, tetapi ternyata hanya ada DNA Yodi pada bagian itu, sama seperti pada ujung tajam pisau.
”Ada ceceran rambut di TKP (tempat kejadian perkara), sedangkan hasil dari olah TKP korban memakai helm. Setelah diperiksa, itu juga DNA korban (pada rambut). Kami menduga ada motif orang lain, tetapi tidak kami temukan,” katanya.
Tidak adanya DNA orang lain di tempat kejadian perkara, termasuk pada pisau, membuat penyidik bertanya-tanya soal asal-usul pisau. Ternyata, pisau tersebut dibeli sendiri oleh Yodi.
Ade menjelaskan, pisau yang mengakibatkan kematian Yodi bermerek khusus dan hanya dijual di satu toko, yaitu Ace Hardware. Setelah ditelusuri, polisi mendapatkan barang bukti berupa struk pembelian dan rekaman kamera pengawas (CCTV) dari Ace Hardware Rempoa, Tangerang Selatan.
Ternyata, pisau tersebut dibeli sendiri oleh Yodi.
Struk mencantumkan informasi bahwa pisau dibeli pada 7 Juli siang menjelang sore. Dari pemeriksaan, hanya satu pisau dari merek yang sama yang laku terjual sepekan terakhir sebelum kejadian. Rekaman CCTV sejak pembeli datang, membayar, hingga kembali ke tempat parkir pun menunjukkan bahwa korbanlah yang membelinya.
Polisi masih mendalami penyebab Yodi diduga mengakhiri hidupnya dengan pisau. Dari keterangan saksi, petugas mendapatkan informasi bahwa sempat ada konflik yang melibatkan Yodi, pacarnya yang berinisial S, serta teman dekat Yodi, L. Ada latar belakang lain dalam kehidupan Yodi, tetapi Ade enggan membeberkannya.
Meski demikian, Ade menginformasikan bahwa terdapat riwayat transaksi keuangan yang menyatakan Yodi membayar biaya ke sebuah rumah sakit. Setelah ditelusuri, polisi mendapatkan informasi bahwa Yodi berkonsultasi pada dokter spesialis kulit dan kelamin serta menjalani tes untuk mengetahui tertular virus imunodefisiensi manusia (HIV) atau tidak.
”Apakah ini terkait dengan adanya dugaan bunuh diri? Sangat terkait, kaitannya dengan kemungkinan munculnya depresi,” ujar Ade.
Ade mengatakan, pascakonflik, Yodi pernah berulang kali menyampaikan pada S: ”Kalau saya tidak ada, bagaimana”. Penyidik menafsirkan ”tidak ada” sama dengan meninggal.
Sebelumnya, psikolog forensik Reza Indragiri pada Rabu (22/7/2020) mengingatkan agar masyarakat berhati-hati jika ada yang mengucapkan hal semacam itu. ”Awam barangkali menganggap sepele perkataan semacam itu. Akan tetapi, dari perspektif psikologi, kalimat tersebut merupakan pertanda suicidal ideation (pemikiran tentang bunuh diri),” tuturnya.
”Dari perspektif psikologi, kalimat tersebut merupakan pertanda suicidal ideation (pemikiran tentang bunuh diri),” kata Reza Indragiri.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyimpulkan, sekitar 60 persen perbuatan bunuh diri berlangsung dalam 12 bulan sejak pemikiran tentang bunuh diri muncul pertama kali. Karena itu, lanjut Reza, siapa pun mesti menyemangati orang-orang dengan pemikiran bunuh diri agar selekasnya mencari bantuan medis dan psikis.
Dari pemeriksaan urine pada tubuh Yodi oleh kedokteran forensik, terdapat kandungan positif amfetamin, yang biasa ditemukan pada ekstasi. Berdasarkan keterangan ahli, mengonsumsi amfetamin bisa menimbulkan keberanian yang luar biasa.
Terkait adanya keraguan tentang dugaan bunuh diri mengingat banyaknya luka tusuk pada jasad Yodi, Ade mengatakan, terdapat ahli yang menyatakan bahwa umumnya orang yang bunuh diri dengan senjata tajam akan membuat luka percobaan terlebih dahulu sebelum akhirnya membuat tusukan maut. Itu sejalan dengan fakta adanya tiga luka tusuk dangkal pada bagian dada Yodi yang kemungkinan merupakan tusukan percobaan. Namun, Ade berkomitmen tidak menutup diri jika ada informasi dan fakta baru yang membantah kesimpulan timnya.
Ade berkomitmen tidak menutup diri jika ada informasi dan fakta baru yang membantah kesimpulan timnya.