Ahli Arkeologi Teliti Tinggalan Cagar Budaya di Jalur MRT
Dengan tahapan pengecekan ini, lanjut William, MRT Jakarta ingin memastikan nilai arkeologi dan lingkungan terjaga selama proses pembangunan moda angkutan cepat massal tersebut.
Oleh
Helena F Nababan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembangunan fase 2a MRT Jakarta yang sudah di depan mata bakal bersentuhan dengan kawasan cagar budaya di sepanjang rute dari Bundaran Hotel Indonesia di Jakarta Pusat hingga Kota Tua di Jakarta Barat. Untuk itu, PT MRT Jakarta akan didampingi ahli arkeologi dalam proses pembangunan. Pada tahap awal akan dilakukan penggalian arkeologi di 12 titik di sepanjang rute Bundaran HI-Kota Tua.
Junus Satrio Atmodjo, ahli arkeologi yang menjadi konsultan proyek fase 2 MRT Jakarta, Jumat (24/7/2020), menjelaskan, arkeolog bekerja sebelum konstruksi. ”Kami akan memeriksa titik-titik yang menjadi entrance menuju stasiun bawah tanah itu. Nah, di beberapa titik di antaranya merupakan sisa hunian lama, kantor polisi. Kami ingin melihat apakah di bawah itu masih ada tinggalan arkeologi atau tidak,” kata Junus.
Sementara, lanjut Junus, untuk fase 2a MRT Jakarta yang konstruksi awal dimulai dari Bundaran HI ke Harmoni, ada 12 titik yang akan diidentifikasi. Ke 12 titik itu di antaranya, selain di kawasan Monas, juga ada di kawasan jalan Budi Kemuliaan dan di sekitar gedung Kementerian Agama di Jalan MH Thamrin.
Profesor Mundardjito, arkeolog senior yang turut menjadi konsultan bagi MRT Fase 2a, juga menjelaskan, dari titik-titik yang akan diperiksa itu, ada satu titik yang bukan titik pintu masuk stasiun bawah tanah MRT. Lokasi titik tersebut adalah Tugu Jam yang ada di persimpangan MH Thamrin dan Kebon Sirih.
Dari identifikasi sementara, Tugu Jam itu masih dalam pemeriksaan yang hasilnya nanti akan direkomendasikan kepada Pemprov DKI Jakarta dan PT MRT Jakarta.
Junus menambahkan, dari data awal, persimpangan MH Thamrin dan Kebon Sirih itu dulu merupakan taman agak besar dan ada tugu jam. Lalu, mungkin karena untuk kepentingan lalu lintas, taman hilang.
”Tetapi jam itu tidak didesain untuk berada di tengah jalan. Sementara sekarang ini kanan kirinya lewat bus-bus Transjakarta yang gede-gede. Dari pengamatan sementara, kita melihat ada tanda tanda kerusakan. Kita akan melakukan ekskavasi di titik selatan untuk melihat kondisi fondasinya seperti apa? Nah, nanti dari sana, kita beri rekomendasi kepada DKI Jakarta,” papar Junus.
Mundardjito menyatakan, pengawalan dari aspek cagar budaya penting. Ini supaya konstruksi MRT fase 2 tidak sampai merusak tinggalan arkeologi kalau memang ada dan ditemukan saat penggalian arkeologi. Karena dari sana, ahli arkeologi bisa memberikan saran juga perubahan pada desain konstruksi.
Seperti diberitakan, untuk Fase 2A yang seluruhnya berupa konstruksi bawah tanah, yang akan siap digarap konstruksinya adalah paket kontrak (CP) 201 dari Bundaran HI menuju Harmoni. Ada dua stasiun bawah tanah yang akan dibangun, yaitu stasiun Thamrin yang dirancang menjadi stasiun besar dengan 10 pintu masuk dan Stasiun Monas.
William P Sabandar, Direktur Utama PT MRT Jakarta dalam forum jurnalis yang digelar di kantor PT MRT Jakarta, Rabu (22/07/2020), menjelaskan, pelestarian cagar budaya akan terjadi di seluruh Fase 2 MRT Jakarta.
”Untuk Fase 2 ini kita akan melalui area cagar budaya. Jadi, mulai dari Bundaran HI, kita akan masuk ke area cagar budaya. Satu yang akan sangat serius kita tangani adalah cagar budaya di kawasan Monas. Ini salah satu alasan kenapa nanti kita akan melakukan archaeological test pit atau pengecekan terhadap materi-materi cagar budaya,” papar William.
Dari kawasan cagar budaya yang bakal dilewati lintasan MRT, lanjut William, mungkin ada yang sudah teridentifikasi jelas, tetapi ada yang belum teridentifikasi. ”Kita belum tahu. Namun, kalau kita lihat Monas berdasarkan sejarah, di sana sudah pernah ada kantor besar polisi, dulu dibangun di depan museum nasional. Ini persis akan ada overlap dengan Stasiun monas. Jadi, ini harus ikut dipastikan aspek-aspek cagar budayanya dan kelestariannya,” tutur William menjelaskan.
Kemudian, di kawasan Monas, juga berdasarkan sejarah, pada 1930 sudah digunakan sebagai lokasi pasar malam Gambir. ”Persis di kawasan ini, jadi ada kawasan 3-4 meter di bawah stasiun sekarang yang harus sangat hati-hati dilakukan. Belum lagi ketika kita dalam proses revitalisasi Monas,” ujarnya.
Dengan tahapan pengecekan ini, lanjut William, MRT Jakarta ingin memastikan nilai arkeologi dan lingkungan terjaga dalam proses pembangunan moda angkutan cepat massal tersebut.
Dengan tahapan pengecekan ini, MRT Jakarta ingin memastikan nilai arkeologi dan lingkungan terjaga dalam proses pembangunan moda angkutan cepat massal tersebut.
”Karena selain proyeknya mahal, besar, dan masuk aspek bersejarah, kita ingin publik tahu betul bagaimana MRT mengerjakan sebuah proyek bukan hanya sebagai sebuah kegiatan konstruksi atau proyek transportasi, melainkan proyek yang mendukung penuh kegiatan pelestasian lingkungan, budaya dan sejarah, dan memastikan bahwa pembelajaran atau experience yang terjadi juga melibatkan masyarakat,” ungkapnya.