Rendah, Kepatuhan Warga Terapkan Protokol Kesehatan di Kota Depok
Selain berkesadaran rendah, ada sejumlah warga yang bahkan menganggap virus korona baru itu tak pernah ada.
Oleh
AGUIDO ADRI
·4 menit baca
Hari pertama razia kepatuhan penggunaan masker di Kota Depok, petugas menindak 58 pelanggar. Pemerintah Kota Depok diminta lebih menggencarkan sosialisasi kepatuhan protokol kesehatan kepada warga.
Raut muka Rizal (45) begitu kesal ketika petugas Satuan Polisi Pamong Praja menghentikan sepeda motornya di simpang lampu lalu lintas Juanda karena tak menggunakan masker. Rizal bukannya tak tahu bahwa Kamis (23/7/2020) pagi ada razia kepatuhan penggunaan masker.
Kepada petugas, Rizal berkilah lupa menggunakan masker saat hendak pergi bekerja. Alasan Rizal tersebut tak diterima petugas karena sosialisasi gerakan bermasker sudah dijalankan pada Senin-Rabu. Rizal pun mendapat surat bukti pelanggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan dengan berat hati harus membayar denda Rp 50.000.
”Tadi sudah siapin masker, eh pas berangkat lupa pakai. Biasanya saya pakai masker, kok. Saya beneran lupa. Tidak ada niat untuk tidak patuh menggunakan masker,” kata Rizal.
Warga lainnya, Yudi (38), tak luput dari razia. Ia hanya diam dan tak protes saat petugas menghentikan kendaraannya dan meminta untuk membayar denda administrasi Rp 50.000.
Seusai membayar denda dan menjauh dari petugas, Yudi mempertanyakan razia masker yang digelar petugas sebagai upaya mencegah penularan Covid-19. Ia mengaku tak percaya dengan virus yang sudah merenggut ribuan nyawa di Indonesia itu.
”Razia ini untuk apa? Masker saja dipermasalahkan sampai ditindak dan harus bayar denda. Saya enggak percaya dengan virus ini. Nyatanya saya sehat dan enggak pernah sakit. Lalu kenapa harus pakai masker. Saya orang sehat dan tidak mungkin menularkan penyakit,” kata Yudi.
Razia ini untuk apa? Masker saja dipermasalahkan sampai ditindak dan harus bayar denda. Saya enggak percaya dengan virus ini. Nyatanya saya sehat dan enggak pernah sakit. Lalu kenapa harus pakai masker. Saya orang sehat dan tidak mungkin menularkan penyakit. (Yudi)
Sikap serupa ditunjukkan Fandi (36). Ia tidak percaya virus korona baru bisa membuat orang sakit, bahkan sampai meninggal. Oleh karena itu, aturan protokol kesehatan, seperti menggunakan masker, cuci tangan, dan jaga jarak aman, tak penting ia terapkan sehari-hari.
”Saya pakai masker karena ada pemeriksaan saja. Baru ini pakai masker karena dapat kabar ada razia, daripada Rp 50.000 ludes. Hidup, kok, makin banyak aturan. Virus korona itu apa, enggak ada itu. Saya juga tidak akan mau diminta tes kesehatan,” kata Fandi saat ditemui seusai razia kepatuhan penggunaan masker.
Fandi mengatakan tak percaya dengan tes cepat atau tes usap karena hanya akal-akalan pemerintah dan rumah sakit. ”Saya bingung kenapa pada takut. Tes kesehatan itu untuk apa? Saya dengar itu untuk cari keuntungan saja,” kata Fandi.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota Depok Lienda Ratnanurdianny mengatakan, setelah menyosialisasikan gerakan bermasker selama tiga hari, Senin hingga Rabu lalu, petugas Satpol PP Kota Depok bersama Palang Merah Indonesia, TNI, dan kepolisian kembali turun ke jalan untuk mengawasi kepatuhan penggunaan masker.
Razia berlangsung serempak di simpang lampu lalu lintas Juanda, pintu keluar Tol Kukusan, depan kantor Kecamatan Sukmajaya, simpang Tugu Jam Siliwangi, dan simpang Pasar Musi. Razia tersebut berlangsung pukul 08.00-11.00.
”Hari pertama ada 58 pelanggar yang tidak menggunakan masker. Pelanggar aturan dikenai denda administrasi Rp 50.000 dan kami beri surat bukti pelanggaran PSBB dengan menerbitkan SKDA (surat ketetapan denda administrasi),” kata Lienda saat ditemui di pos pengawasan simpang Juanda.
Menurut Lienda, pelaksanaan pengawasan kepatuhan penggunaan masker ini merupakan bagian dari protokol kesehatan sesuai Peraturan Wali Kota Depok Nomor 45 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Berskala Besar Proporsional Sesuai Level Kewaspadaan sebagai Persiapan Pelaksanaan Adaptasi Kebiasaan Baru untuk Pencegahan dan Pengendalian Covid-19.
Lienda mengatakan, meski sudah menyosialisasikan gerakan bermasker selama tiga hari, masih saja ada warga Kota Depok yang belum disiplin dan kepatuhan protokol kesehatan masih rendah.
”Saat ini masih sanksi minimal Rp 50.000. Jika beberapa hari ke depan masih banyak yang belum patuh, denda akan ditingkatkan. Kita lihat kepatuhan warga. Kami juga akan evaluasi terkait pengawasan kepatuhan penggunaan masker,” tutur Lienda.
Sementara itu, Kepala Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Tri Yunus Miko Wahyono mengatakan, kesadaran warga untuk disiplin patuh protokol kesehatan masih rendah. Untuk itu, Pemerintah Kota Depok harus lebih menggencarkan sosialisasi gerakan bermasker.
”Razia harus lebih diperpanjang. Jika hanya dua-tiga jam saja tidak cukup untuk sosialisasi. Perlu lebih panjang lagi,” kata Tri.
Razia harus lebih diperpanjang. Jika hanya dua-tiga jam saja tidak cukup untuk sosialisasi. Perlu lebih panjang lagi.
Tri mengingatkan, pada masa PSBB transisi atau PSBB proporsional rawan terjadi peningkatan jumlah kasus positif jika pemerintah tak serius mengawasi ketat protokol kesehatan.
”Tingkat risiko penularan masih tinggi karena perkantoran dan beberapa sektor mulai dibuka. Ini konsekuensi dari pelonggaran PSBB oleh pemerintah, jadi mereka seharusnya mengantisipasi jika terjadi ledakan kasus. Protokol kesehatan harus lebih ketat,” ujar Tri.