Terlepas dari protes operasional kendaraan tertentu dengan penggerak motor listrik. Sebaiknya operasional moda itu hanya di kawasan khusus dan ada penegakan hukum.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kendaraan tertentu dengan penggerak motor listrik sebaiknya beroperasi di kawasan khusus. Desakan itu disampaikan sebagian kalangan karena belum tertibnya pengguna kendaraan tersebut. Apalagi, masih ada sejumlah kasus kecelakaan yang terjadi di jalur pejalan kaki.
Sejumlah koalisi warga menyoal Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 45 Tahun 2020 tentang Kendaraan Tertentu dengan Menggunakan Penggerak Motor Listrik. Sebab, ada ketentuan bahwa kendaraan itu boleh mengakses trotoar selama belum tersedia jalur khusus.
Pengamat Transportasi Universitas Katolik Soegijapranata, Djoko Setijowarno, menilai peraturan menteri itu ada untuk menjamin operasional kendaraan listrik. Apalagi, kendaraan listrik sudah jamak berseliweran di jalan-jalan. Peraturan tidak semata-mata memberi kepastian hukum. Walakin, lebih jauh mengatur operasional hingga tata tertib.
”Persoalannya adalah ketertiban penggunanya. Mereka melaju dengan kencang dan berisiko, bahkan sampai terjadi kecelakaan,” ucap Djoko, Jumat (24/7/2020). Ia menyarankan operasional kendaraan listrik sebaiknya di kawasan khusus. Di DKI Jakarta, misalnya, di Kawasan Monumen Nasional, Stadion Utama Gelora Bung Karno, atau perkantoran.
Menurut dia, operasional di kawasan khusus dapat mencegah kecelakaan lalu lintas. Itu berkaca dari kecelakaan tabrak lari melibatkan sebuah mobil dengan pengguna skuter listrik pada November 2019. Tabrak lari di seputaran Senayan, Jakarta Pusat, itu merenggut nyawa dua pengguna skuter listrik.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi tidak setuju kendaraan listrik melintasi trotoar karena bukan haknya dan membahayakan pejalan kaki.
Selain itu, harus ada pengawasan ketat kepada pengguna berusia di bawah 21 tahun. Apabila perlu, penggunanya wajib punya surat izin mengemudi seperti pengendara sepeda motor. ”Kalau sepeda konvensional boleh melintas trotoar. Kalau kendaraan listrik harus ada pengawasan dan penegakan hukum, seperti halnya sepeda motor,” kata Tulus.
Sebelumnya, warga memprotes akses trotoar bagi kendaraan listrik dalam diskusi daring Pojok Koalisi Pejalan Kaki. Alasannya, trotoar merupakan hak pejalan kaki dan peraturan menteri kurang jelas, terutama pada berbagi ruang trotoar dan penyediaan jalur khusus kendaraan listrik.
Alfred Sitorus dari Koalisi Pejalan Kaki dalam diskusi daring tersebut menuturkan, peraturan menteri menyerobot fungsi utama trotoar. ”Tidak ada aturan tentang kendaraan tertentu di dalam undang-undang lalu lintas dan jalan, padahal jelas trotoar untuk pejalan kaki,” ujar Alfred.
Ia menyoal Pasal 131 dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal tersebut mengatur hak dan kewajiban pejalan kaki dalam berlalu lintas. Pejalan kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung berupa trotoar, tempat penyeberangan, dan fasilitas lain. Selanjutnya, pejalan kaki berhak mendapat prioritas saat menyeberang jalan di tempat penyeberangan. Apabila belum tersedia fasilitas pendukung, pejalan kaki berhak menyeberang di tempat yang dipilih dengan memperhatikan keselamatan dirinya.
Penolakan juga didasari hasil riset daring Research Institute of Socio Economic Development pada November 2019. Riset tentang pengguna skuter listrik melibatkan 1.000 responden pengguna jalan di Jakarta. Hasilnya, 81,7 persen responden menilai pengguna skuter listrik tidak tertib.
Lalu, ada 65,2 persen yang melihat penggunaan skuter tidak pada tempatnya, seperti di jalan raya, trotoar, dan jembatan penyeberangan orang. Padahal, penggunaannya hanya di kawasan khusus. Terakhir, sebanyak 67,5 persen merasa terganggu dan terancam keselamatannya oleh perilaku pengguna skuter listrik.
Berdasarkan penjelasan dalam peraturan menteri itu, kendaraan tertentu dengan penggerak motor listrik adalah suatu sarana dengan menggunakan penggerak motor listrik yang digunakan untuk mengangkut orang di wilayah operasi atau lajur tertentu.
Jenisnya skuter listrik, sepeda listrik, hoverboard, sepeda roda satu (unicycle), dan otoped. Moda itu harus memiliki baterai dan motor penggerak yang menyatu dengan kuat pada saat beroperasi. Apabila pengguna berusia 12-15 tahun, harus didampingi orang dewasa.
Direktorat Jenderal Perhubungan Darat dalam pemaparan tentang peraturan menteri itu menyoroti aspek keselataman. Ada sejumlah syarat yang wajib terpenuhi. Semua pengguna wajib mengenakan helm, berusia minimal 21 tahun, tidak boleh modifikasi daya motor untuk menambah kecepatan dan hanya boleh mengangkut orang jika ada tempat duduk.
Skuter listrik dan sepeda listrik wajib punya klakson atau bel, sistem rem, lampu utama, alat pemantul cahaya di kiri dan kanan, dan lampu posisi atau pemantul cahaya di bagian belakang. Kecepatan maksimal hanya 25 km per jam. Hoverboard dan unicycle dilengkapi sistem rem, lampu utama, dan alat pemantul cahaya. Kecepatan maksimalnya 6 km per jam. Hal yang sama berlaku untuk otoped, tetapi dengan tambahan alat pemantul cahaya.
Kendaraan listrik beroperasi di trotoar apabila kapasitas memadai dan mengutamakan keselamatan pejalan kaki. Kapasitas itu mampu menampung pejalan kaki dan pengguna kendaraan. Sementara orang atau badan usaha penyewaan harus memastikan tempat sewa di luar jalan dan trotoar untuk keselamatan pengguna. Tidak lupa mengendalikan kendaraan sesuai wilayah operasi dan jarak sesuai ketentuan.
Ketua Ikatan Ahli Perencana Indonesia Hendricus Andy Simarmata mengatakan, infrastruktur jalan yang sudah ada dibuat tanpa ada bayangan akan hadirnya kendaraan listrik. Perlu sinergi antara perencanaan pembangunan infrastruktur dan pengguna sehingga semua kepentingan terakomodasi.
”Tidak gampang hadirkan sesuatu tanpa kesiapan infrastruktur. Apalagi, perlu edukasi kepada pejalan kaki dan pengguna jalan lain untuk mengatur perilaku dalam berlalu lintas,” katanya. Ia menyarankan pemanfaatan ruang trotoar dan jalan yang memungkinkan untuk kendaraan listrik. Pemanfaatan dibarengi dengan penandaan yang jelas untuk keamanan dan keselamatan pengguna jalan.