Upaya Membangun Jarak di Permukiman yang Tak Berjarak
Belum semua warga menganggap wabah Covid-19 nyata dan mengancam. Padahal, penularan Covid-19 terus terjadi dan jumlah kasus positif terus naik. Penanganan wabah, terutama di permukiman padat, butuh pendekatan berbeda.
Oleh
STEFANUS ATO
·5 menit baca
Tantangan melawan Covid-19 di kawasan padat penduduk tak hanya sebatas meyakinkan warga yang tak peduli dan meremehkan ancaman pandemi ini. Permukiman padat dengan berbagai persoalannya, termasuk kekumuhan, menjadi tantangan sendiri membangun kesadaran warga menjaga jarak di tengah permukiman yang tak berjarak.
Lima ibu rumah tangga tengah duduk berkumpul sembari mengobrol di salah satu gang sempit kompleks perumahan mereka pada Selasa (21/7/2020) sore. Obrolan diselingi canda itu berlangsung tanpa upaya untuk berjarak atau mengenakan masker.
Kompleks perumahan mereka di wilayah RW 017 Kelurahan Penjaringan, Penjaringan, Jakarta Utara, termasuk salah satu kawasan padat penduduk dengan jumlah kasus Covid-19 tertinggi di Kelurahan Penjaringan. Kasus di wilayah itu baru melandai pada awal Juli 2020.
Irawati (40), salah satu dari lima ibu itu, mengaku tidak tahu bahwa wilayah RW mereka masuk zona merah penularan Covid-19. Mereka juga tak khawatir dengan kasus Covid-19 di DKI Jakarta yang terus bertambah setiap hari.
”Itu (Covid-19), mah, penyakit orang kaya. Enggak khawatir, enggak ada buktinya, kok. Saya lebih takut kalau dagangan saya tidak laku, anak-anak mau makan apa?” kata warga RT 016 itu.
Covid-19 bagi kelima ibu rumah tangga itu sengaja dibesar-besarkan dengan tujuan menakuti warga agar masyarakat tidak bebas dalam mencari nafkah. Pengalaman itu didasarkan pada munculnya sejumlah pedagang kaki lima baru di wilayah mereka saat warga diminta lebih banyak menghabiskan waktu di dalam rumah pada masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) Jakarta.
Dari pantauan pada Selasa sore, aktivitas warga di gang-gang sempit wilayah RW 017 berlangsung normal. Sebagian besar warga, terutama di wilayah RT 018 dan RT 019, beraktivitas tanpa masker atau tanpa menjaga jarak. Ketidakpatuhan terhadap protokol kesehatan lumrah terjadi.
Hesty (30), warga RT 019 RW 017, mengatakan, dirinya kini lebih khawatir jika tempat suaminya bekerja di salah satu pusat perbelanjaan di kawasan Sudirman-Thamrin kembali ditutup. Hal ini karena dia mendapat informasi bahwa Provinsi DKI Jakarta akan kembali memberlakukan PSBB. Padahal, suaminya baru kembali bekerja setelah diliburkan oleh perusahaan selama tiga bulan akibat pandemi Covid-19.
Perempuan satu anak itu juga mengaku tak tahu bahwa wilayahnya masuk zona merah Covid-19. Selama ini tidak ada sosialisasi atau imbauan dari perangkat RW setempat untuk mengingatkan warga agar mematuhi protokol pencegahan Covid-19.
”Hanya ada spanduk (imbauan memakai masker dan menjaga jarak) yang dipasang di gang masuk. Tapi, kami enggak tahu di RW 017 ada yang positif. Kalau masih ada, bilang ya supaya saya lebih hati-hati,” ucapnya.
Sulit berjarak
Meski masih ada warga yang meragukan wabah Covid-19, sebagian warga di wilayah itu mengaku khawatir dengan sebaran penyakit tersebut di Jakarta yang terus bertambah dari hari ke hari. Namun, warga setempat, terutama di wilayah RT 018, sulit menjaga jarak saat beraktivitas di sekitar rumah karena keterbatasan ruang interaksi.
Ilham (50), warga RT 018, mengatakan, selama pandemi Covid-19, ia selalu berusaha mematuhi protokol kesehatan. Saat beraktivitas di luar kompleks, lelaki itu selalu mengenakan masker dan berupaya menghindari kerumunan.
”Tetapi, kalau di rumah susah. Mau duduk di depan rumah saja hampir tidak bisa, karena ini juga, kan, jadi jalan untuk orang keluar masuk,” katanya.
Wilayah RW 017 merupakan salah satu permukiman padat penduduk dengan tingkat kekumuhan tinggi di Kelurahan Penjaringan. Wilayah itu termasuk permukiman dengan sistem sanitasi tidak layak atau buruk. Sebagian rumah warga bahkan dibangun di atas saluran air yang mengalir ke Waduk Pluit. Bau menyengat dari saluran air di kompleks itu sangat menusuk hidung saat melintas di wilayah tersebut.
Sesuai penjelasan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), virus korona baru penyebab Covid-19 menular lewat cairan tubuh, terutama dari hidung dan mulut. Menjaga cairan tubuh sendiri tidak mengenai orang lain dan sebaliknya, sejauh ini masih jadi cara ampuh menghindari penularan.
Menjaga kebersihan diri sendiri serta lingkungan dan menjaga jarak antarorang mutlak dibutuhkan. Apalagi, dari riset ilmiah ada rekomendasi agar pasien dengan Covid-19 juga memerlukan pemeriksaan kotoran karena virus korona baru berpotensi menyebar lewat kotoran tersebut. Tanpa ketersediaan jamban dan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan diri, akan sulit menghentikan penularan virus Covid-19 (Kompas.id, 18 Maret 2020).
Kesadaran bersama
Berdasarkan data dari corona.jakarta.go.id, pada Rabu (22/7/2020) sore, jumlah keseluruhan kasus positif Covid-19 di Kelurahan Penjaringan sebanyak 196 kasus. Jumlah itu menempatkan kelurahan tersebut sebagai kelurahan dengan kasus tertinggi di Kecamatan Penjaringan.
Camat Penjaringan Depika Romadi saat dihubungi mengatakan, di Kelurahan Penjaringan, kasus Covid-19 dengan jumlah paling tinggi tersebar di dua RW, yakni RW 012 dan RW 017. Dua wilayah itu juga pernah diberlakukan pembatasan sosial berskala lokal selama 14 hari untuk menekan penyebaran penularan Covid-19.
Depika mengakui, di Penjaringan, kawasan permukiman warga di daerah perkampungan tergolong padat dan rawan terjadi penularan Covid-19. Oleh karena itu, untuk menekan penularan di kawasan padat penduduk, dibutuhkan kedisiplinan bersama, mulai dari perangkat RT, RW, hingga masyarakat, untuk mematuhi protokol Covid-19.
”Pelaksanaan ini harus dari semua pihak, tidak bisa pemerintah saja. Masyarakat, siapa pun dia, begitu keluar rumah harusnya mematuhi protokol kesehatan,” ucapnya.
Secara umum, di Jakarta Utara, ada tiga kecamatan dengan kasus penularan Covid-19 tinggi. Tiga kecamatan itu, selain Penjaringan, adalah Tanjung Priok dan Pademangan.
Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara Arief Wahyudhy mengakui penularan Covid-19 yang sebelumnya banyak ditemukan di Penjaringan dan Pademangan menunjukkan tren pergeseran ke Tanjung Priok. Kecamatan itu kini menjadi daerah dengan kasus Covid-19 terbanyak di Jakarta Utara.
”Tren penularan memang masih ada di kawasan padat penduduk. Namun, kami juga mewaspadai penularan di pasar, permukiman, dan kawasan perkantoran,” kata Arief.
Tren penularan memang masih ada di kawasan padat penduduk. Namun, kami juga mewaspadai penularan di pasar, permukiman, dan kawasan perkantoran.
Tanpa upaya masif dari pemerintah menyadarkan warga mematuhi protokol kesehatan, Covid-19 di daerah padat penduduk masih berpotensi terus menyebar. Wilayah permukiman padat memiliki karakter tersendiri yang membutuhkan pendekatan khusus dalam mencegah penularan Covid-19.