Simpang Siur Informasi Covid-19 Bingungkan Warga untuk Bersikap
Kondisi itu membuat warga ragu, virus korona baru betul mengancam kesehatan dan nyawa atau tidak.
Oleh
Johanes Galuh Bimantara
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Informasi yang belum tersampaikan secara jelas seputar Covid-19 membuat warga RW 001 Kelurahan Galur, Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat, bingung terhadap benar-tidaknya ancaman virus korona baru. Meski begitu, mereka yakin relatif aman dari penularan Covid-19 dan dampak mematikannya karena senantiasa menjaga kesehatan.
RW 001 Galur merupakan satu dari 30 RW zona rawan Covid-19 di DKI. Dalam pantauan pada Selasa (21/7/2020) siang, warga bebas keluar masuk di wilayah RW 001, termasuk di gang-gang permukiman. Tidak ada media informasi yang menyatakan wilayah itu masuk zona rawan.
Sejumlah warga di sana menyatakan ragu Covid-19 mengancam keselamatan mereka, termasuk warga RT 007 RW 001 Galur, Nasrul (66). Menurut dia, hasil positif Covid-19 pada orang tanpa gejala masih tidak masuk akal, termasuk pada salah satu warga di RT 007 yang kemudian menjalani isolasi di Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet Kemayoran.
Menciptakan keseimbangan antara bias optimisme dan ketakutan berlebihan jadi tantangan guna mendorong perubahan perilaku di masyarakat agar membiasakan diri dengan protokol kesehatan.
”Sampai di sana katanya sehat, kenapa dinyatakan positif,” tutur Nasrul, Selasa (21/7/2020). Langsung mencurigai seseorang dengan gejala sakit tertentu tertular Covid-19 pun, menurut dia, aneh.
Karena itu, Nasrul enggan memeriksakan diri ke rumah sakit atau pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) jika sakit. Beberapa waktu lalu, pria lanjut usia ini mengeluh demam dan memilih membayar pengobatan di klinik daripada mendapat pengobatan gratis di RS atau puskesmas, tetapi kemudian harus menjalani tes Covid-19. ”Alhamdulillah, tidak ada masalah,” ujarnya.
Beredarnya hoaks seputar korona makin membingungkan Nasrul untuk bersikap. Ia mencontohkan mendapat informasi bahwa jika mengaku positif Covid-19 akan menerima uang. Kabar lainnya, dokter mengejar target bayaran dari penanganan pasien positif.
Warga lain, Tomo (38), menyatakan yakin tidak akan tertular virus korona baru karena ia menjaga kesehatan dan kebersihan tubuh. Ia juga menilai lingkungan tempat tinggalnya masih tergolong aman meski dinyatakan zona rawan.
Tomo pun tidak takut berinteraksi dengan tetangga-tetangganya walaupun mereka bepergian ke sejumlah tempat dan ia tidak mengetahui riwayat kontak mereka dengan orang lain. ”Kalau lawan bicara sakit, ya, jaga jarak. Yang sakit juga sadar diri di rumah saja tidak usah keluar. Namun, kalau sehat, ya biasa-biasa saja,” ujarnya.
Di RT 007 RW 001 Galur dan sekitarnya, warga yang mengobrol tanpa menjaga jarak dan tanpa masker sudah menjadi pemandangan umum. Saat Kompas melakukan wawancara, ada warga yang menimpali dengan pertanyaan, virus korona sebenarnya ada atau tidak.
Kondisi ini menunjukkan pentingnya evaluasi komunikasi terkait Covid-19, baik oleh pemerintah maupun nonpemerintah, agar pesan bisa dipahami masyarakat dan protokol kesehatan dipatuhi dengan disiplin. Padahal, seperti disampaikan Gubernur DKI Anies Baswedan, 66 persen orang yang ditemukan tertular virus korona baru merupakan orang tanpa gejala (OTG) atau terlihat sehat.
Social Resilience Lab Nanyang Technological University (NTU) bekerja sama dengan laporcovid19.org mengadakan survei daring terhadap responden di DKI Jakarta tanggal 29 Mei-20 Juni. Hasilnya, 54 persen responden menyatakan kemungkinan mereka tertular Covid-19 amat kecil, dan 23 persen menyatakan kemungkinannya kecil.
Riset itu juga menunjukkan, 18 persen responden menyatakan virus Covid-19 buatan manusia, 23 persen tidak percaya, dan 58 persen di antaranya ragu-ragu.
Sebelumnya, pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI), Roby Muhamad, mengatakan, menciptakan keseimbangan antara bias optimisme dan ketakutan berlebihan jadi tantangan guna mendorong perubahan perilaku di masyarakat agar membiasakan diri dengan protokol kesehatan. Kunci menciptakan keseimbangan itu adalah mengefektifkan lagi komunikasi.
Nurhelmi Savitri, Camat Johar Baru, menyebutkan, ketidakpatuhan terhadap protokol kesehatan memang masih ada di wilayahnya, tetapi tergolong sudah tidak banyak. Patroli pengawasan protokol kesehatan dijalankan setiap hari, baik oleh pegawai Pemerintah Provinsi DKI di tingkat kelurahan, kecamatan, maupun provinsi.
Berdasarkan pembaruan data yang diterima Nurhelmi, saat ini ada tiga RW zona rawan di Kecamatan Johar Baru. Selain RW 001 Galur, ada juga RW 006 Kampung Rawa dan RW 001 Johar Baru. Ini untuk mengoreksi data pada corona.jakarta.go.id yang masih memasukkan RW 007 Tanah Tinggi dalam kategori zona rawan, sedangkan RW 006 tidak.
Uji usap massal, menurut Nurhelmi, merupakan kunci untuk mendapatkan data kasus positif secara lebih akurat. Selama ini, munculnya RW-RW zona rawan di Kecamatan Johar Baru merupakan hasil pelacakan terhadap yang diketahui positif saat mengakses layanan fasilitas kesehatan dan mengalami gejala-gejala. ”Mereka berobat ke puskesmas, ada demam dan batuk, langsung swab (uji usap), terus lacak kontak eratnya, akhirnya dapat itu,” katanya.