Restrukturisasi Kredit Terbatas bagi UMKM Potensial di DKI Jakarta
Jika memang ada kondisi UMKM yang tidak ideal untuk diberi insentif, harus ada program jaring pengaman yang lain. Misalnya Pemprov DKI membuka proyek padat karya yang tetap mematuhi protokol keamanan Covid-19.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Lima bulan mengalami pandemi Covid-19 dan pembatasan sosial berskala besar memukul telak usaha mikro, kecil, dan menengah. Selain membuka akses mereka bisa tetap berusaha melalui jalur daring, diperlukan juga bantuan berupa suntikan modal ataupun insentif agar bisa bangkit kembali dan menggerakkan roda ekonomi lokal.
Hal tersebut menjadi penekanan dalam diskusi virtual ”Optimilasisasi Penyaluran Kredit untuk Pemulihan Ekonomi Jakarta” pada hari Rabu (22/7/2020). Berdasarkan data Survei Sosial dan Ekonomi Nasional oleh Badan Pusat Statistik tahun 2016 di Jakarta terdapat 1,2 juta unit usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Bahkan, berdasarkan data Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bahwa 61 persen konsumsi di Jakarta berasal dari rumah tangga.
Adanya pembatasan sosial beskala besar (PSBB) melumpuhkan UMKM. Belum lagi ditambah dengan adanya pemutusan hubungan kerja serta perumahan pekerja tanpa gaji atau hanya menerima setengah dari upah bulanan menurunkan daya beli masyarakat. Akibatnya, nyaris tidak ada perputaran uang pada skala akar rumput karena menurut data Bank Indonesia, hanya UMKM di sektor pertanian dan pengolahan makanan yang mayoritas bertahan selama PSBB.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengakui permasalahan ini. Ia membandingkan pandemi Covid-19 dengan krisis moneter tahun 1998. ”Dulu Indonesia bisa bertahan karena yang terdampak krisis adalah korporasi. UMKM menjadi jalan untuk bangkit kembali. Namun, sekarang karena PSBB demi mencegah penularan virus korona baru, UMKM menjadi sektor yang paling pertama terimbas,” tuturnya.
”Dulu Indonesia bisa bertahan karena yang terdampak krisis adalah korporasi. UMKM menjadi jalan untuk bangkit kembali. Namun, sekarang karena PSBB demi mencegah penularan virus korona baru, UMKM menjadi sektor yang paling pertama terimbas,” kata Anies.
Salah satu jalan keluar yang diambil Pemprov DKI Jakarta ialah melalui Bank DKI dengan cara memberi restrukturisasi kredit. Bentuknya bermacam-macam seperti menunda pembayaran cicilan utang, menambah waktu pelunasan cicilan, hingga memberi suntikan modal.
Menurut Wahyudi Dwi Irawan, Pemimpin Grup Kredit UMKM Bank DKI, sudah ada 7.146 portofolio yang diberi restrukturisasi kredit. Jumlah ini setara 70 persen dari proposal restrukturisasi yang diajukan oleh nasabah. Dari sisi dana ada Rp 1,2 triliun yang dialokasikan ke program ini.
”Kami memilah berdasarkan portofolio yang memiliki kreativitas seperti bisa berbisnis tanpa harus tatap muka karena nasabah seperti ini cenderung tidak memiliki risiko kredit macet,” katanya.
Azwar Anas, Kepala Subbagian Ekonomi Daerah, Biro Perekonomian dan Keuangan Sekretariat Daerah Provinsi DKI Jakarta mengemukakan hal serupa. UMKM yang dinilai bisa memutar uang dalam waktu cepat dan memiliki tidak hanya satu cara berbisnis lebih mudah mendapatkan kredit dari bank.
Bagi UMKM yang belum masuk kategori tersebut oleh pemprov diarahkan untuk mengajukan kredit ke berbagai perusahaan teknologi finansial (fintech) yang tercatat oleh Otoritas Jasa Keuangan karena bunga yang diberikan juga lebih rendah.
Sementara itu, Ketua Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia Sarman Simanjorang mengutarakan bahwa kendala UMKM masuk ke dalam kategori potensial ialah karena banyak yang sudah kehabisan modal. Usaha-usaha seperti salon, warung, toko kelontong, dan warteg contohnya tidak bisa kembali buka karena tidak memiliki modal. Tabungan mereka telah habis untuk konsumsi rumah tangga selama PSBB.
”Jika memang kondisi mereka tidak ideal untuk diberi insentif, harus ada program jaring pengaman yang lain. Misalnya pemprov membuka proyek padat karya yang tetap mematuhi protokol keamanan Covid-19,” ujarnya.
”Jika memang kondisi mereka tidak ideal untuk diberi insentif, harus ada program jaring pengaman yang lain. Misalnya pemprov membuka proyek padat karya yang tetap mematuhi protokol keamanan Covid-19,” kata Sarman Simanjorang.
Beberapa lembaga seperti Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia dan Wahana Visi Indonesia mendorong agar pemerintah mengaktifkan warung dan toko kelontong di permukiman, Daripada memberi bantuan sosial berupa paket sembako, bisa berupa kupon untuk berbelanja di warung terdekat dari rumah.