Tubrukan hingga Tembakan dalam Drama Penyergapan Perompak Utara Jakarta
Penangkapan perompak oleh aparat menyalakan harapan para nelayan untuk mendapatkan ketenteraman melaut. Namun, masih ada kelompok lain yang berkeliaran di laut dan mesti diwaspadai.
Oleh
Johanes Galuh Bimantara/Stefanus Ato
·3 menit baca
Sudah bertaruh nyawa hadapi alam laut yang kadang mengganas, nelayan juga terancam oleh ulah komplotan perompak bersenjata. Tangkapan hasil terombang-ambing gelombang berminggu-minggu dan berbulan-bulan seketika ludes akibat para penjahat laut itu. Penangkapan perompak oleh aparat menyalakan harapan ketenteraman melaut.
Bruk! Dar-der-dor!
Tembakan demi tembakan dimuntahkan dari sejumlah senjata api di sebuah kapal nelayan seusai ditubruk kapal lain. Di bawah gelapnya langit, para pemegang senjata api berkali-kali berteriak kepada orang-orang di kapal penabrak, meminta mereka tidak kabur. Air laut di dekat kapal penabrak berkecipak terkena tembakan peringatan.
”Woy! Tangan di atas! Tiarap!” kata orang-orang di kapal nelayan. Rupanya, para penembak di kapal nelayan merupakan anggota Direktorat Kepolisian Perairan dan Udara Kepolisian Daerah Metro Jaya. Sebanyak empat orang di kapal lain adalah para perompak yang terus meresahkan nelayan-nelayan di perairan Kepulauan Seribu.
Woy! Tangan di atas! Tiarap!
Inilah drama penyergapan komplotan perompak di perairan Pulau Sebira, pulau paling utara di Kepulauan Seribu, sekaligus wilayah paling utara Provinsi DKI Jakarta. Waktu itu, meski masih gelap, hari sudah masuk Senin (13/7/2020). Sekitar 8 menit seusai bertubrukan, keempat perampok spesialis kapal nelayan itu menyerah dan satu per satu melompat ke kapal petugas, memberikan tangan mereka diikat borgol plastik.
Direktur Polairud Polda Metro Jaya Komisaris Besar Edfrie R Maith mengatakan, penangkapan keempat perompak itu merupakan buah pengintaian anggotanya selama dua pekan. Pihaknya merespons laporan dan keluhan dari nelayan ataupun bos-bos mereka tentang kejahatan komplotan tersebut.
Ditpolairud pun membentuk dua tim yang bertugas mengelilingi Pulau Sebira untuk mencari keberadaan perompak sebab petugas sudah mendapatkan informasi bahwa area perairan di sana merupakan wilayah operasi kejahatan mereka. ”Anggota menyamar, ikut kapal nelayan. Kalau tidak, kabur mereka,” ucap Edfrie saat dihubungi pada Selasa (21/7/2020).
Pengintaian di sekitar pulau yang berjarak lebih dari 100 kilometer dari daratan Jakarta itu mulai memberikan hasil. Pada 13 Juli dini hari, satu kapal nelayan berisi 10 personel Ditpolairud mendapati sebuah kapal kayu yang mendekati kapal penangkap cumi. Merekalah perompak buruan polisi, yang diringkus sesaat sebelum beraksi.
Edfrie mengatakan, petugasnya melepaskan tembakan karena perompak berusaha kabur. ”Kami mendapat informasi mereka juga punya senjata rakitan, maka petugas membuang tembakan peringatan. Mereka juga berusaha menabrak kapal anggota,” ujarnya.
Komplotan perompak memang tidak memberi tembakan balasan, tetapi setelah mereka menyerahkan diri, kepemilikan senjata mereka terbukti. Dari kapal penunjang kejahatan mereka, polisi mendapati air soft gun, kapak, badik, dan parang. Senjata-senjata ini yang membuat para nelayan tidak berkutik saat didatangi para pelaku, yang kemudian diketahui bernama Bombon (22), Baharudin (38), Dado (30), dan Udin (42).
Salah satu korban mereka adalah Wahidin (41). Nelayan Jakarta Utara itu mengatakan, ia sudah dua kali menderita akibat perbuatan Bombon dan kawan-kawan. Mereka tidak hanya merampas ikan hasil tangkapan, tetapi juga uang hasil penjualan ikan, bahkan hingga bahan bakar kapal.
”Kami tidak berani melawan karena mereka bawa senjata. Setiap kali mereka merampok, hasil tangkapan kami selama berada di laut dua atau tiga bulan semuanya habis dirampas,” kata Wahidin, dalam konferensi pers hari Senin (20/7/2020).
Kami tidak berani melawan karena mereka bawa senjata. Setiap kali mereka merampok, hasil tangkapan kami selama berada di laut dua atau tiga bulan semuanya habis dirampas.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus menambahkan, komplotan perompak paham kapal penangkap ikan mana yang sudah berisi ikan dan mesti dipilih jadi target. Sebab, keempat pelaku merupakan warga Jakarta bekas nelayan. ”Profesi” perompak digeluti dua tahun terakhir.
Sepanjang beroperasi, mereka sudah mengakibatkan kerugian nelayan hingga total senilai Rp 10 miliar. Mereka menjual barang-barang rampasan kepada penadah di daerah Bangka Belitung.
Wahidin dan para nelayan lain bisa sedikit bernapas lega, tetapi tidak terlalu lama. Sebab, menurut Yusri, jaringan perompak ini sebenarnya terdiri atas empat kelompok yang dikomandoi satu orang. Bos mereka ditambah tiga kelompok lainnya belum tertangkap. Daerah operasi mereka pun sebenarnya bukan hanya Kepulauan Seribu, melainkan hingga Bangka Belitung serta Kalimantan.