Mobilitas warga yang tinggi ditunjang kepadatan penduduk dan kurangnya kebersihan lingkungan menjadi faktor penunjang penyebaran wabah global di Provinsi DKI Jakarta.
Oleh
M Puteri Rosalina (Litbang Kompas)
·4 menit baca
Hampir seluruh kelurahan di Ibu Kota sudah terpapar Covid-19. Mobilitas warga antarwilayah menjadi faktor penunjang cepatnya penyebaran virus yang diperburuk dengan kondisi sanitasi lingkungan, kepadatan penduduk, dan rendahnya kedisiplinan warga.
Hingga 20 Juli, kasus positif tinggi (214-107) mengumpul di Jakarta Utara dan Jakarta Pusat. Beberapa lokasi di antaranya berdekatan membentuk gugusan kasus tersendiri, seperti Kelurahan Pademangan Barat, Sunter Agung, dan Sunter Jaya di Jakarta Utara. Selanjutnya di Jakarta Pusat, ada kelompok Kelurahan Kenari, Pegangsaan, dan Kramat.
Di sekeliling kelurahan berzona tinggi itu terdapat kelurahan dengan kasus sedang ataupun rendah. Seperti pada gugusan Pademangan Barat-Sunter Agung-Sunter Jaya, di sebelahnya ada Kelurahan Pademangan Timur dengan 39 kasus dan Papango 19 kasus.
Pola ini lebih kurang sama dengan penelitian Center for Metropolitan Studies (Centropolis) Universitas Tarumanagara. Penyebaran Covid-19 Mei lalu lebih banyak terjadi di wilayah pusat DKI Jakarta.
Rata-rata pertambahan kasus di kelurahan berklasifikasi tinggi juga relatif cepat.
Catatan Litbang Kompas, dari 4 Juni saat dimulai PSBB masa transisi hingga 18 Juli, rata- rata pertambahan kasus per minggu di kelurahan Penjaringan mencapai 17 kasus, Sunter Jaya 18 kasus, dan Kramat 11 kasus. Hal tersebut menunjukkan ada kontribusi dari faktor mobilitas warga yang bergerak antarwilayah di gugusan zona kasus tinggi.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga telah menetapkan 30 RW masuk dalam wilayah pengendalian ketat. Wilayah tersebut rata-rata mengumpul di Jakarta Pusat, di antaranya Kelurahan Kwitang, Kartini, Cempaka Mulia, Harapan Baru, Paseban, Cempaka Putih, Johar Baru, Tanah Tinggi, Gambir, Petojo Utara, dan Petojo Selatan. Zona rawan tersebut jika tidak dikendalikan bisa menyebar ke wilayah RW lain yang belum terpapar dengan kasus tinggi.
Mobilitas penduduk ini berkorelasi kuat dengan penyebaran virus korona baru penyebab Covid-19. Hal tersebut terungkap dalam penelitian The Effect of Human Mobility and Control Measures on The Covid-19 Epidemic in China (Moritz dkk, 2020). Setelah ada pembatasan perjalanan yang disebut Cordon Sanitaire of Wuhan mulai 23 Januari di Wuhan dan 14 kota lain di Provinsi Hubei, China, perlahan penambahan kasus harian Covid-19 menurun.
Penyebaran penyakit dengan mobilitas warga ini bisa dikaitkan dengan tingginya kasus di Kelurahan Penjaringan. Penyebaran di Penjaringan berawal dari seorang warga RW 011 yang diketahui sebagai jemaah tablig akbar dan baru pulang dari India.
Setelah itu, warga tersebut masih melakukan mobilitas tinggi dan bertemu dengan banyak orang tanpa menjaga jarak atau tidak disiplin menggunakan masker. Hingga akhirnya aparat kecamatan melakukan tes cepat massal dan menemukan banyak warga yang sudah terpapar.
Selain mobilitas warga, kepadatan penduduk dan buruknya sanitasi lingkungan berpotensi meningkatkan penularan kasus. Tiga kelurahan dengan kasus tertinggi (Pademangan Barat, Penjaringan, dan Sunter Agung), mayoritas merupakan wilayah dengan kepadatan berkisar 20.000 hingga 40.000 jiwa per kilometer persegi.
Selain mobilitas warga, kepadatan penduduk dan buruknya sanitasi lingkungan berpotensi meningkatkan penularan kasus. Tiga kelurahan dengan kasus tertinggi (Pademangan Barat, Penjaringan, dan Sunter Agung), mayoritas merupakan wilayah dengan kepadatan berkisar 20.000 hingga 40.000 jiwa per kilometer persegi.
Selain berkepadatan tinggi, mayoritas wilayah tersebut mempunyai RW kumuh kategori berat, sedang, hingga ringan. Kelurahan Pademangan Barat, misalnya.
Kasus terkonfirmasi mencapai 214 pasien (angka tertinggi se-DKI). Tercatat dalam Pergub DKI Jakarta Nomor 90 Tahun 2018 tentang Peningkatan Kualitas Permukiman dalam Rangka Penataan Kawasan Permukiman Terpadu, ada empat RW kumuh kategori sedang dan ringan.
Contoh lain, Kelurahan Penjaringan dengan jumlah pasien positif 195 orang. Di kelurahan tersebut ada 10 RW kumuh kategori kumuh berat 2 RW, kumuh sedang 2 RW, kumuh ringan 4 RW, dan kumuh sangat ringan 2 RW.
Hal ini menunjukkan, ada korelasi antara kepadatan penduduk dan penyebaran virus, khususnya terkait faktor jaga jarak. Namun, ada juga faktor penentu lain, yakni kekumuhan wilayah.
Ada korelasi antara kepadatan penduduk dan penyebaran virus, khususnya terkait faktor jaga jarak. Namun, ada juga faktor penentu lain, yakni kekumuhan wilayah.
Selain kepadatan penduduk, indikator kekumuhan wilayah, menurut Badan Pusat Statistik, juga terkait dengan konstruksi, ventilasi, kepadatan bangunan, dan sanitasi lingkungan. Menurut WHO, ketersediaan air bersih untuk cuci tangan ataupun air minum serta sanitasi yang aman menjadi penentu dalam pencegahan wabah Covid-19.
Meski demikian, wilayah padat penduduk juga bukan jaminan akan menjadi ”zona merah” Covid-19. Terdapat 117 kelurahan yang kepadatan penduduknya tinggi (20.000-40.000 jiwa per kilometer persegi). Namun, kasus akumulasi yang terjadi cukup rendah, berkisar 53-100 penderita.
Kasus positif di Jakarta semakin meningkat setiap harinya. Pemerintah telah memperpanjang PSBB masa transisi hingga dua minggu ke depan dengan pemberian sanksi tegas bagi mereka yang tidak menjalankan protokol kesehatan.
Berkaca dari data di atas, upaya nyata warga disiplin menjalankan protokol kesehatan, pola hidup bersih sehat, dan membatasi mobilitas mutlak dibutuhkan guna mengurangi paparan wabah.