Risiko Penularan Dalam Bus Mencemaskan Para Pelaju
Lonjakan kasus Covid-19 di Jakarta memicu kekhawatiran warga yang melaju dengan bus. Protokol kesehatan sulit diterapkan saat bus beroperasi pada jam sibuk.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·4 menit baca
KOMPAS/ADITYA DIVERANTA
Warga menunggu bus di selter bus di kawasan Cibubur, Jakarta Timur, Senin (20/7/2020). Selama pandemi Covid-19, sebagian warga yang melaju ke Jakarta urung naik moda transportasi umum.
JAKARTA, KOMPAS — Sekumpulan pekerja tampak berkumpul di selter perhentian bus bilangan Cibubur, Jakarta Timur, pada Senin (20/7/2020) pagi. Kumpulan pekerja itu berduyun-duyun menyambut bus yang baru datang. Mereka berusaha berangkat pagi dan mendapat kursi paling nyaman di bus.
Di tengah antrean itu, Muhammad Subhi (37) memendam rasa cemas. Ia khawatir terutama karena beberapa moda bus tidak menerapkan protokol kesehatan Covid-19. Selain itu, beberapa bus rute Jakarta, seperti bus Royaltrans, baru beroperasi seminggu belakangan dan belum sepenuhnya menerapkan protokol yang ada.
Saat bus tampak padat, Subhi mengurungkan niat untuk naik bus Royaltrans. ”Saya lihat, bus itu penumpangnya padat sekali. Sepertinya saya naik kendaraan lain saja,” ucap pria yang bekerja di daerah Kuningan, Jakarta Pusat, ini.
Pagi itu, sebagian orang yang mestinya bertolak dari Cibubur menuju Jakarta pun akhirnya urung naik bus. Apria Rahayu (29), pekerja yang tinggal di Cibubur, Jakarta Timur, juga urung naik bus jurusan Cileungsi-Senen karena padat penumpang.
Melihat kepadatan setiap bus, Apria pun akhirnya urung naik moda transportasi umum. Ia kemudian memesan taksi daring dari selter bus di depan pusat perbelanjaan Cibubur Junction. ”Saya tadinya memang berniat naik bus umum untuk hemat ongkos, tetapi kalau situasinya padat sekali, ya, sebaiknya naik taksi saja,” ujarnya.
Situasi serupa terus terjadi kepada sejumlah warga yang menunggu di selter. Saat moda Royaltrans dari arah Cibubur telah habis sekitar pukul 07.30, sebagian warga yang menunggu di selter berusaha mencari alternatif moda selain bus.
Sejumlah kondisi itu mencerminkan kekhawatiran sebagian kaum pelaju yang sehari-hari naik bus. Kekhawatiran mereka pun dapat dipahami karena di Jakarta kasus Covid-19 dua hari belakangan mencapai angka 300 orang positif. Jumlah itu meliputi 331 kasus pada 18 Juli dan 313 kasus pada 19 Juli.
Warga menunggu bus di selter bus kawasan Cibubur, Jakarta Timur, Senin (20/7/2020).
Amelia (46), warga yang bekerja di sebuah sekolah Islam di kawasan Jakarta Pusat, juga mencemaskan kondisi bus di tengah situasi pandemi. Menurut dia, jumlah orang di bus kerap tidak terkontrol apabila sedang padat penumpang di jalan. ”Untuk sementara, saya menghindari bus. Saya hafal sekali, bus yang mengarah ke dekat sekolah saya itu suka ambil banyak penumpang. Kalau sudah begitu, bagaimana mau terapkan jaga jarak?” kata Amelia.
Operator upayakan protokol
Di tengah kekhawatiran sejumlah pengguna, operator bus telah mengupayakan agar protokol kesehatan terus berjalan. Bus Transjakarta, misalnya, menerapkan pemeriksaan suhu dan mewajibkan penumpang menggunakan cairan pembersih tangan.
Kepala Divisi Sekretaris Korporasi dan Humas Transjakarta Nadia Diposanjoyo menyebutkan, bus-bus pada sejumlah rute kini membatasi kuota penumpang. Terutama untuk rute Cibubur, terdapat bus premium Royaltrans yang dibatasi menjadi 15 penumpang. ”Kapasitas maksimum Royaltrans kini hanya 15 pelanggan per bus. Dari situ kami memastikan ketersediaan kursi serta tidak ada yang berdiri selama perjalanan," ucap Nadia dalam keterangan tertulis.
Kompas/AGUS SUSANTO
Pengguna jasa bus Transjakarta melintas saat jam pulang kerja di Jalan MT Haryono, Jakarta Timur, Rabu (8/7/2020). Jam kerja karyawan di Jakarta ditegaskan lagi supaya diubah menjadi berbeda-beda agar penumpukan dan antrean penumpang angkutan umum tidak terjadi pada jam sibuk setiap pagi dan sore.
Ketua Organisasi Angkutan Darurat DKI Jakarta Syafruhan Sinungan menuturkan, operator bus pun berupaya menjalankan protokol kesehatan yang ada. Sejumlah operator berkomitmen mengurangi jumlah hingga 50 persen.
Walakin, kondisi di lapangan memang kerap tidak sesuai. Sopir bus juga berpikiran untuk kejar setoran sehingga selalu ada penumpang berlebih di setiap moda bus. Dalam hal itu, menurut Syafruhan, petugas dinas perhubungan semestinya melakukan pengawasan ketat terhadap protokol kesehatan di bus.
”Dari kami, pembatasan penumpang hingga 50 persen sebenarnya sudah oke. Tetapi tidak menutup kemungkinan kalau sopir tetap mengejar setoran dengan mengambil lebih banyak penumpang. Untuk itu, semestinya tetap ada pengawasan protokol di lapangan,” tutur Syafruhan.
Associate professor bidang sosiologi bencana Nanyang Technological University (NTU) Singapura, Sulfikar Amir, sebelumnya menyebutkan, kondisi transportasi publik harus diwaspadai karena riskan menjadi lokasi penularan Covid-19. Dengan kondisi ruang yang padat, tertutup, dan berpendingin ruangan, alhasil virus menyebar dengan cepat karena jarak antarpenumpang minim.
Petugas gabungan dari Dinas Perhubungan Kota Bogor, Organda, dan sukarelawan melakukan penyemprotan disinfektan pada sejumlah angkutan kota yang melintas di Jalan Juanda, Kota Bogor, Jawa Barat, Senin (13/4/2020).
”Semakin padat ruang kota, semakin cepat virus menyebar. Demikian juga aktivitas warga yang semakin tinggi. Sementara di dalam ruangan dengan pendingin ruangan, Covid-19 menyebar 40 persen lebih cepat daripada di luar ruangan,” ujar Sulfikar (Kompas, 18/6/2020).
Dalam kondisi itu, pengawasan protokol kesehatan pada bus harus tetap berjalan. Hal itu untuk mengurangi kekhawatiran calon penumpang saat naik bus. Tanpa pengawasan, protokol kesehatan pada moda tersebut akan terus dilanggar.