PSBB Tanpa Pengawasan Ketat Protokol Kesehatan Minim Dampak
Tanpa pengawaaan ketat protokol kesehatan dan pergerakan warga di zona merah, perpanjangan masa PSBB transisi di Jakarta dan PSBB proporsional di Bodebek tidak akan berhasil menurunkan penularan virus Covid-19.
Oleh
AGUIDO ADRI
·4 menit baca
Kompas/Wawan H Prabowo
Spanduk kawasan wajib masker menghiasi pagar di dekat trotoar Stasiun Kebayoran Lama, Jakarta, Sabtu (18/7/2020). Keberadaan spanduk itu belum diikuti oleh kepatuhan para pedagang barang bekas untuk menggunakan masker.
BOGOR, KOMPAS — Bogor, Depok, dan Bekasi memperpanjang masa pembatasan sosial berskala besar atau PSBB proporsional hingga 1 Agustus 2020 mengikuti langkah kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memperpanjang PSBB transisi. Perpanjangan masa PSBB proporsional akan diikuti penerapan saksi yang melanggar protokol kesehatan.
Selang beberapa hari pengumuman perpanjangan PSBB transisi di DKI Jakarta, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil memutuskan memperpanjang PSBB di wilayah Bogor Raya, Depok, dan Bekasi (Bodebek), pada Sabtu (18/7/2020). Pemberlakuan PSBB proporsional ini tertuang dalam Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 444/Kep.398-Hukham/2020. Keputusan perpanjangan PSBB karena jumlah kasus terkonfirmasi positif masih cukup tinggi.
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Bogor Dedie A Rachim mengatakan, perpanjangan masa PSBB di Bodebek karena menyesuaikan kebijakan Pempov DKI Jakarta memperpanjang PSBB transisi selama 14 hari. Keputusan perpanjangan PSBB ini juga tak lepas dari wilayah Bogor yang berbatasan dengan Jakarta.
”Berdasarkan keputusan Gubernur Jawa Barat, pelaksanaannya pembatasan sosial berskala mikro (PSBM). Pengawasan dan kewaspadaan lebih ditingkatkan mulai dari kecamatan, desa, dan kelurahan. Namun, Program PSBM sudah kami jalani sejak PSBB proporsional pertama. Kami sudah ada Kampung RW siaga, tim surveilans, hingga tim deteksi Covid-19,” kata Dedie, Minggu (19/7/2020).
Data Covid-19 Kota Bogor, Sabtu (18/7/2020), jumlah kasus terkonfirmasi positif bertambah satu orang sehingga total jadi 217 kasus, sedangkan pasien dalam perawatan ada 41 orang. Hingga pukul 14.00, tidak ada perubahan data kasus terkonfirmasi positif.
HUMAS PEMKOT BOGOR
Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim saat meninjau Pasar Kembang yang masih padat meski tengah diberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), Senin (18/5/2020).
”Kasus pada Sabtu dan Minggu sama. Tidak terjadi penambahan kasus terkonfirmasi positif, masih di angka 217 kasus. Tentu kita berharap tidak ada penambahan, tetapi ingat kita belum aman dan tetap kepatuhan protokol kesehatan harus terus ditingkatkan,” kata Dedie
Sejalan dengan perpanjangan PSBB proporsional, kata Dedie, Pemkot Bogor berkerja sama dengan TNI-Polri dan dan sejumlah organisasi masyarakat untuk terjun mengawasi kepatuhan dan kedisiplinan warga menjalani protokol kesehatan.
”Kemarin (Sabtu), kami sudah apel gabungan dalam rangka sosialisasi rencana penerapan Pergub Jawa Barat terkait denda atau sanksi bagi warga yang tidak patuh protokol kesehatan. Kami sosialisasi di empat lokasi. Tanggal 27 Juli rencananya pergubnya keluar, jadi diharapkan penerapan protokol kesehatan semakin tinggi oleh warga,” kata Dedie.
Sementara di Kota Depok dalam dua hari terjadi peningkatan jumlah kasus positif cukup tinggi. Data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Depok pada Sabtu (18/7/2020), jumlah kasus terkonfirmasi positif bertambah 24 orang sehingga total menjadi 971 orang. Sementara pasien sembuh bertambah 17 orang menjadi total 763 orang dan meninggal bertambah 1 menjadi 37.
Hari Minggu (19/7/2020), jumlah terkonfirmasi positif total menjadi 992 orang, sembuh 769 orang, dan pasien meninggal 37 orang.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Warga berolahraga saat hari bebas kendaraan bermotor (HBKB) di masa PSBB transisi di kawasan Jalan Sudirman, Jakarta Pusat, Minggu (21/6/2020).
Wali Kota Depok Mohammad Idris mengatakan, aturan perpanjangan masa PSBB proporsional merupakan upaya pemerintah dalam rangka percepatan penanganan virus Covid-19, terutama di wilayah yang berdampingan dengan Provinsi DKI Jakarta. Perpanjangan PSBB mempertimbangkan masih tingginya jumlah kasus terkonfirmasi positif.
”PSBB Proporsional di wilayah Bodebek diperpanjang sampai tanggal 1 Agustus 2020. Kota Depok mengikuti pengaturan perpanjangan ini sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Gubernur Jawa Barat,” kata Idris.
Ia mengimbau masyarakat agar tetap mengikuti protokol kesehatan yang telah ditetapkan pemerintah. Imbauan tersebut dimaksudkan guna menekan penularan virus Covid-19.
Kembali ke PSBB
Kepala Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universotas Indonesia Tri Yunus Miko Wahyono mengatakan, penularan virus Covid-19 di Jakarta dan wilayah sekitarnya seperti Bodebek akan terus meningkat karena lemahnya pengawasan terhadap protokol kesehatan, zona merah, hingga pelaksanaan PSBB yang tidak dijalankan secara maksimal.
Ia menilai, dari awal pelaksanaan PSBB transisi atau PSBB adaptasi normal baru tidak dijalankan secara serius oleh masing-masing pemerintah daerah. Ketidakseriusan bisa dilihat dari lemahnya pengawasan kepatuhan protokol kesehatan.
”PSBB itu artinya harus ada pembatasan sosial. Namun, yang terjadi di lapangan implementasi pembatasan sosial tidak berlangsung. Ini mau pembatasan atau pelonggaran? Kenapa ada transisinya? Ini dua hal yang berbeda, tetapi dipaksa dijalankan secara bersama. Jadi situasi saat ini adalah, orang-orang menjalankan transisinya daripada PSBB-nya. Kita ini mau ikut PSBB atau transisinya?” kata Tri.
Menurut Tri, PSBB transisi atau PSBB adaptasi normal baru yang diikuti kebijakan pembukaan sejumlah sektor membuat masyarakat menganggap situasi sudah aman dan Covid-19 sudah berlalu sehingga kepatuhan protokol kesehatan diabaikan.
Tri menilai, wilayah Jabodetabek belum layak menerapkan pelonggaran, transisi, atau adaptasi normal karena tingkat penularan masih tinggi. Penurunan sejumlah kasus terkonfirmasi positif tak bisa diartikan bahwa sudah landai tingkat penyebarannya.
”Padahal, itu belum aman. Seperti saat ini, kasus naik lagi dan bisa terus naik seperti April lalu yang mencapai 800 kasus per minggu. Bahkan, bisa melebihi. Ini bahaya jika tidak ada ketegasan kebijakan dari pemerintah. Sebelum terjadi lonjakan parah, saat ini harus PSBB ketat. Tidak ada istilah transisi, adaptasi, normal baru, atau istilah lainnya,” kata Tri.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Anak-anak di kawasan RW 014 Grogol Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, bersepeda sembari mengenakan masker, Minggu (5/7/2020).
Tri melanjutkan, peningkatan jumlah kasus terkonfirmasi positif memang tak lepas dari gencarnya tes cepat dan usab oleh pemerintah. Namun, tes tersebut tidak diikuti dengan langkah pengawasan ketat terhadap orang yang melakukan isolasi mandiri di rumah. Tanpa adanya pengawasan ketat, orang tersebut bebas pergi ke mana saja sehingga kembali menularkan virus.
Tak hanya itu, upaya pemetaan zona merah di wilayah kecamatan hingga RW oleh pemerintah tidak diiringi pengawasan ketat. Warga yang tinggal di zona merah masih bisa lalu lalang keluar masuk dan beraktivitas. Bahkan, ada yang tidak menerapkan protokol kesehatan, begitu pula dengan orang luar bisa masuk ke zona merah.
”Kelemahannya adalah pada pengawasan yang longgar. Dalam situasi penularan tinggi seperti ini, pengawasan di zona merah bahkan kuning harus ketat. Dan, memproteksi warga di wilayah yang mengarantina lokal. Jika itu berjalan baik dan benar, tingkat penularan rendah dan wilayah berubah menjadi zona hijau,” kata Tri.