Agen Informal Belum Dimaksimalkan untuk Sosialisasi Anti-Covid-19
Tanpa disertai kesadaran dari masyarakat, penindakan pelanggaran protokol kesehatan hanya akan seperti penilangan terhadap pelanggar aturan lalu lintas. Selama tidak ada polisi, tetap akan ada pengendara yang melanggar.
Oleh
Johanes Galuh Bimantara
·3 menit baca
KOMPAS/JOHANES GALUH BIMANTARA
Sejumlah pengguna jalan di area Palmerah, Jakarta Barat, Senin (13/7/2020), tidak mengenakan masker.
Ketidakdisiplinan banyak warga Ibu Kota menjalankan protokol kesehatan sudah menjadi masalah, bahkan sejak DKI Jakarta masih menerapkan pembatasan sosial berskala besar sebelum masa transisi. Selain penegakan kedisiplinan oleh petugas yang belum maksimal, agen informal belum dioptimalkan untuk sosialisasi anti-Covid-19.
Sosiolog Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Rakhmat Hidayat, membahasakan agen informal sebagai forum kekeluargaan. Contohnya, kelompok pengajian, majelis taklim, serta karang taruna. ”Mungkin karena lebih dekat komunitasnya, lebih cair, itu bisa menjadi salah satu mekanismenya (untuk menggencarkan sosialisasi pencegahan Covid-19),” ucapnya saat dihubungi pada Sabtu (18/7/2020).
Rakhmat memandang sejak awal pemerintah pusat ataupun Provinsi DKI belum cukup mendayagunakan peran forum kekeluargaan untuk membantu meningkatkan kesadaran seluruh warga membiasakan diri dengan protokol kesehatan, seperti memakai masker dan menjaga jarak fisik. Pemerintah baru berkutat dengan hal-hal formal.
Ono, penjual es jeruk peras di Palmerah, Jakarta Barat, tidak mengenakan masker saat berdagang pada Senin (13/7/2020).
Sebelumnya, pakar epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono juga menyarankan Pemprov DKI lebih aktif melibatkan tokoh masyarakat dan tokoh agama untuk menyebarluaskan pesan penggunaan masker. Pemakaian masker adalah kunci menekan pertambahan kasus Covid-19, tetapi sekaligus menjadi hal yang masih kerap diabaikan oleh banyak warga di Ibu Kota.
Tanpa disertai kesadaran dari masyarakat, penindakan pelanggaran protokol kesehatan hanya akan seperti penilangan terhadap pelanggar aturan lalu lintas. Selama tidak ada polisi, tetap akan ada pengendara yang tidak peduli melanggar, misalnya melawan arus dan menerobos lampu merah.
Namun, Rakhmat menekankan, itu bukan berarti pemerintah harus melonggarkan penegakan kedisiplinan. Sanksi yang tegas tetap diperlukan untuk menunjukkan bahwa melanggar protokol kesehatan merupakan perbuatan yang membahayakan. Apalagi, sesuai penyampaian Gubernur DKI Anies Baswedan, 66 persen orang yang ditemukan tertular virus korona baru di Jakarta merupakan orang tanpa gejala (OTG).
Kompas/Riza Fathoni
Sebuah mural yang mengeskpresikan kondisi normal baru terlukis di dinding di kawasan Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Kamis (16/7/2020).
Melalui kanal resmi di Youtube, Anies pada Kamis (16/7/2020) menyatakan, Pemprov DKI memperpanjang PSBB transisi pada 17-31 Juli. Salah satu pertimbangannya, angka rata-rata positif Covid-19 atau positivity rate pada minggu keenam PSBB transisi tahap pertama mencapai 5,9 persen, melampaui rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Menurut Rakhmat, perpanjangan PSBB masa transisi menunjukkan kegagalan pemerintah pusat dan Pemprov DKI untuk mencapai adaptasi kebiasaan baru. Pemerintah belum siap dengan perangkat yang memadai, termasuk regulasi, kontrol, dan sanksi, serta masih tersandung dengan kedisiplinan warga.
Menurut Rakhmat, perpanjangan PSBB masa transisi menunjukkan kegagalan pemerintah pusat dan Pemprov DKI untuk mencapai adaptasi kebiasaan baru.
Sekretaris Pengurus RW 001 Johar Baru, Kecamatan Johar Baru Jakarta Pusat, Herviyanthi, mengeluhkan hingga kini warga di lingkungannya cenderung mengabaikan protokol kesehatan. Mereka masih sesuka hati tidak bermasker dan berkumpul di luar rumah.
KOMPAS/JOHANES GALUH BIMANTARA
Anak-anak bermain tanpa mengenakan masker di RW 001 Kelurahan Johar Baru, Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat, Selasa (14/7/2020).
”Di depan kantor RW, setiap habis maghrib, anak-anak kecil bukannya makin sepi malah makin ramai. Saya pusing,” ujar Evi, sapaan Herviyanthi. Ia bingung para orangtua di lingkungannya membiarkan anak mereka menghadapi risiko tertular Covid-19 dengan bebas bermain.
Di depan kantor RW, setiap habis maghrib, anak-anak kecil bukannya makin sepi malah makin ramai. Saya pusing.
Berdasarkan data di laman corona.jakarta.go.id, RW 001 Johar Baru adalah satu dari 30 RW rawan Covid-19 di DKI. RW 001 Johar Baru juga “dikepung” RW rawan lainnya di Jakarta Pusat, antara lain RW 007 Tanah Tinggi, RW 001 Galur, dan RW 002 Paseban. Namun, melintas di jalan-jalan permukiman padat di sana, situasinya tidak seperti sedang dalam PSBB.
Dari RW 001 Galur hingga RW 001 Johar Baru, sangat banyak warga yang duduk-duduk mengobrol di luar rumah tanpa menggunakan masker. Anak-anak pun bebas berlarian juga tanpa masker. Kompas sempat datang ke RW 001 Johar Baru pada Selasa (14/7/2020) sore dan melihat anak-anak berkerumun di seberang Sekretariat RW. ”Itu belum seberapa. Coba datang habis maghrib,” kata Evi.