Jakarta mengalami peningkatan penularan dari 1 menjadi 1,15. Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria meminta warga waspada. Warga jangan lengah dengan terminologi ”transisi” dan ”pelonggaran”.
Oleh
I Gusti Agung Bagus Angga Putra/Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
Jakarta mengalami peningkatan penularan dari 1 menjadi 1,15. Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria meminta warga waspada. Warga jangan lengah dengan terminologi ”transisi” dan ”pelonggaran”.
JAKARTA, KOMPAS— Berbagai aturan telah dikeluarkan pemerintah. Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia atau APPSI telah berikrar untuk mendisiplinkan diri. Namun, tanpa pengawasan dan pengarahan, penerapan protokol keamanan Covid-19 tetap bolong-bolong.
Hal itu tampak di Pasar Tebet Barat, Jakarta Selatan, Jumat (17/7/2020). Para pedagang dan pengunjung mengenakan masker, tetapi umumnya hanya mengalungkan saja di leher. Atau mereka memakai masker untuk menutupi mulut tetapi hidung terbuka.
Padahal, pada Jumat pagi pukul 09.00, APPSI DKI Jakarta mengucapkan ikrar di hadapan Wakil Gubernur Jakarta Ahmad Riza ”Ariza” Patria. Mereka berkomitmen mendisiplinkan diri dengan cara selalu bermasker, menjaga jarak fisik, dan rajin mencuci tangan dengan sabun. ”Memang sukar membendung jumlah pengunjung di pasar tradisional,” kata Ketua APPSI DKI Jakarta Sesfentri atau akrab dipanggil Pepen.
Menurut dia, sempat terjadi lonjakan pengunjung pasar pada pekan-pekan sebelum Idul Fitri. Akan tetapi, kepadatan pengunjung hanya terjadi di bagian penjualan daging, ayam potong, sayur, dan bumbu masak. Setelah Idul Fitri, pasar bisa dikategorikan lengang.
Pepen mengakui, selepas Idul Fitri muncul kasus-kasus pedagang pasar yang positif Covid-19. Data Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyebutkan 6,8 persen kasus penularan virus korona baru di Ibu Kota berasal dari kluster pasar tradisional. Ada 303 pasar di Jakarta. Sebanyak 153 pasar di antaranya dikelola Perusahaan Daerah Pasar Jaya dan selebihnya pasar rakyat.
”APPSI rutin mendatangi pasar-pasar untuk kampanye soal pentingnya menerapkan protokol Covid-19. Kami tentu tidak mau tertular virus karena nanti tidak bisa berjualan,” ujarnya.
Hal ini membutuhkan pembiasaan karena banyak pedagang mengaku kesulitan berbicara jika memakai masker. Kebiasaan merokok dan memakan camilan juga menjadi alasan masker sering dilepas.
Ariza meminta kerja sama para pedagang pasar untuk terbuka terhadap tes reaksi polimerase (PCR) atau tes usap tenggorokan. Ia memahami kecemasan pedagang jika ditemukan positif Covid-19 dan akan diminta mengisolasi diri selama 14 hari sehingga tidak bisa mencari nafkah. Sejauh ini, baru 46 pasar yang pedagangnya menjalani tes.
”Mohon dipahami bahwa melakukan tes, penelusuran kontak, dan isolasi adalah cara kita semua melawan penyebaran Covid-19. Justru dengan menghindar akan semakin sulit bagi pemprov mengendalikan pandemi,” katanya.
Ia mengingatkan masyarakat bahwa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi dilanjutkan hingga akhir Juli. Jakarta mengalami peningkatan penularan dari 1 menjadi 1,15. Artinya, satu orang positif berpotensi menularkan ke lebih dari satu orang lainnya. Ariza menekankan masyarakat jangan lengah dengan terminologi ”transisi” dan ”pelonggaran” karena kewaspadaan adalah keniscayaan.
Tempat terbaik bagi warga saat ini adalah di rumah masing-masing. Jika terpaksa keluar untuk kebutuhan mendesak, seperti bekerja yang tak bisa dilakukan secara jarak jauh, warga wajib mematuhi protokol Covid-19 untuk melindungi diri sendiri dan orang lain.
”Harap ingat, lansia dan anak kecil adalah kelompok rentan tertular. Jangan bawa mereka keluar dengan alasan apa pun,” kata Ariza.
Meski demikian, di Pasar Tebet Barat, banyak pengunjung membawa anak kecil, demikian juga lansia yang datang untuk berbelanja. Mereka memakai masker dan petugas mengukur suhu tubuh mereka sebelum memasuki pasar di pintu utama. Seorang petugas keamanan mengatakan, sejauh ini tidak ada arahan dari pengelola pasar untuk melarang lansia dan anak-anak ke pasar.
Pada kesempatan terpisah, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Jakarta Fify Mulyani mengungkapkan, ada 15.708 kasus positif Covid-19 di DKI. Sebanyak 9.994 orang sembuh dan 731 orang meninggal. Selebihnya dirawat atau melakukan isolasi mandiri. Setengah dari orang yang positif Covid-19 tidak menunjukkan gejala apa pun. Oleh karena itu, penerapan protokol kesehatan tidak bisa ditawar.
Tangerang Raya
Pemprov Banten memperbanyak tes usap tenggorokan dengan metode PCR. Penelusuran kontak dengan pasien positif pun diharapkan lebih optimal. Upaya ini dilakukan untuk menekan angka rata-rata positif hingga di bawah 5 persen.
”Kami akan terus-menerus screening dan testing ke lapangan,” ujar Gubernur Banten Wahidin Halim saat meninjau pelaksanaan tes usap tenggorokan bagi pengemudi ojek daring di Terminal Poris Plawan, Kota Tangerang, Banten, kemarin.
Tes bagi pengemudi ojek daring digelar merata di Tangerang Raya. Pemprov memberikan tes gratis jelang diperbolehkannya ojek daring untuk mengangkut penumpang di masa PSBB tahap keenam.
Kuota setiap tes di Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan sebanyak 700 pengemudi ojek daring. Setidaknya akan ada 2.100 ojek daring di Tangerang Raya yang akan menjalani tes.
Beberapa pekan lalu, Dinas Kesehatan Provinsi Banten juga telah melaksanakan tes terhadap tenaga kesehatan dan warga di Tangerang Selatan. Untuk tenaga kesehatan, tes dilaksanakan di Puskesmas Jurang Mangu, Tangerang Selatan, dengan kuota 300 orang.
Adapun tes untuk warga dilakukan di Rumah Lawan Covid-19 Tangerang Selatan, kuota yang disediakan 300 orang. Pekan depan, pada 22 Juli 2020, Dinkes Banten akan kembali melaksanakan tes usap di Klinik Lentera, Pamulang, dengan kuota 300 orang.
Kepala Dinkes Banten Ati Pramudji Hastuti mengatakan, 10 hari ke depan, Dinkes Banten menargetkan bisa melakukan 14.000 tes usap. (IGA/DNE)