Calon Siswa Titipan Tak Lolos, Lurah Mengamuk di SMAN 3 Tangsel
Lurah Benda Baru Saidun mengamuk setelah upayanya tidak dikabulkan pihak sekolah. Proses disiplin aturan kepegawaian segera dilakukan.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Seorang lurah di Tangerang Selatan mengamuk setelah siswa titipannya tidak lolos dalam penerimaan peserta didik baru 2020/2021. Ombudsman Provinsi Banten menyelisik kasus tersebut.
Lurah yang mengamuk itu adalah Saidun, Lurah Benda Baru. Ia mengamuk dan menumpahkan kekesalannya kepada Pelaksana Tugas Kepala SMA Negeri 3 Tangerang Selatan (Tangsel) Aan Sri Analiah di ruang tamu sekolah pada Jumat (10/7/2020) pukul 15.30.
Kepala Polsek Pamulang Komisaris Supiyanto menjelaskan, peristiwa tersebut dipicu penolakan Sri Analiah terhadap permintaan Saidun yang memaksa dua siswa titipannya diterima di SMA Negeri 3 Tangsel. Mendengar penolakan itu, Saidun mengamuk dan menendang toples di atas meja. Fasilitas dan sejumlah barang yang ada di ruang tamu sekolah pecah berserakan di lantai. Setelah mengamuk, Saidun pergi meninggalkan sekolah.
”Pihak sekolah sudah melaporkan kejadian itu. Kami sudah menerima laporan dan masih dalam penyelidikan,” ujar Supiyanto, Jumat (17/7/2020).
Saidun mengakui hendak menitipkan dua siswa agar diterima di SMA Negeri 3 Tangsel. Dua siswa itu merupakan anak dari anggota stafnya.
Sri Analiah yang dikonfirmasi mengatakan, pihak sekolah tidak bisa meluluskan permintaan Saidun karena masa penerimaan peserta didik baru (PPDB) telah berakhir. Selain itu, kapasitas sekolah terbatas dan tidak mungkin ditambah lagi. Dalam masa PPDB tahun ini, SMA Negeri 3 Tangsel menerima 252 siswa baru.
Menurut Sri, tidak ada iming-iming atau sesuatu yang dijanjikan Saidun kepada dirinya. Ia menilai Saidun berupaya menitipkan siswa karena mendapat banyak permintaan dan tekanan dari orangtua siswa. Atas kejadian itu, Sri menyebut Saidun telah meminta maaf secara pribadi kepada dirinya dan pihak sekolah.
Kendati Saidun telah meminta maaf, Sri belum mempertimbangkan mencabut laporan di polisi. Ia menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada polisi.
Dikonfirmasi secara terpisah, Saidun mengakui hendak menitipkan dua siswa agar diterima di SMA Negeri 3 Tangsel. Dua siswa itu, kata Saidun, merupakan anak dari anggota stafnya. Ia pun mengatakan telah meminta maaf kepada Sri melalui pesan singkat. Namun, ia menuding kasus tersebut terlalu dibesar-besarkan. ”Sudah tidak ada lagi (masalah). Ini cuma karena kurang komunikasi,” katanya.
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Banten Dedi Irsyan menyayangkan apa yang dilakukan Saidun. Ia berjanji akan menelaah informasi tersebut dan menanganinya sebagai laporan inisiatif. Dedi juga mendesak pihak kepolisian mengusut tuntas kasus itu.
”Kami akan meminta kepada Inspektorat Kota Tangsel untuk memeriksa lurah tersebut terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan, baik dari sisi etika maupun jabatan,” ujar Dedi.
Tindakan Saidun, menurut Dedi, bisa mencoreng nama Pemerintah Kota Tangsel dan membuat kepercayaan masyarakat terhadap aparatur sipil negara (ASN) terkikis. Penilaian masyarakat terhadap ASN bisa makin memburuk karena peristiwa itu terjadi saat Pemkot Tangsel sedang gencar-gencarnya melaksanakan PPDB secara daring yang diharapkan bisa bebas dari praktik nepotisme.
Terkait permintaan maaf dari Saidun kepada pihak sekolah, Dedi berpendapat, proses hukum harus tetap berlanjut agar ada efek jera.
Pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Surabaya, Warsono, menyebut fenomena itu sebagai ”logika kekuasaan”. Dalam logika kekuasaan, orang yang mempunyai kekuasaan menganggap dirinya memiliki segalanya, bahkan menganggap tindakannya sebagai sebuah kebenaran. Apa yang dilakukan Saidun bisa dilakukan oleh pejabat di tingkat mana pun.
Warsono menilai peristiwa tersebut memberikan contoh tidak baik di dunia pendidikan. Sebab, pendidikan semestinya tidak boleh dicampuri oleh kekuasaan. Sikap yang ditunjukkan Saidun bisa berpotensi menumbuhkan anak-anak ”bermental penerabas”, sebagaimana diutarakan antropolog dari Universitas Indonesia, almarhum Koentjaraningrat.
”Ini juga mengajarkan kepada anak bahwa mereka bisa masuk dengan cara-cara tidak benar. Ini secara tidak langsung akan mendidik moralitas anak itu yang tidak baik,” ujarnya.
Kepala Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan Tangsel Apendi mengatakan akan menindaklanjuti kasus tersebut sesuai dengan hasil dan ketentuan mengenai kode etik kepegawaian. Apendi menyebut Saidun tidak memberikan contoh yang baik. Menurut dia, ASN adalah pelayan masyarakat sehingga tidak dibenarkan tindakan seolah menjadi calo siswa baru.
”Karena itu, nanti akan saya panggil. Mengenai kepegawaiannya, saya akan tindaklanjuti sesuai aturan dan ketentuan PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 53 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Apa nanti hukumannya, sekarang belum tahu. Saya akan laksanakan dan proses sesuai aturan dan ketentuan,” tutur Apendi.