Kelahiran anak binturong disambut gembira di Jakarta Aquarium. Saat ini, populasi binturong hanya sekitar 30 persen. Keberadaannya semakin langka larena pembabatan hutan dan diperjualbelikan.
Oleh
AGUIDO ADRI
·5 menit baca
Setelah mengandung sekitar 91 hari, pada Senin (25/5/2020), binturong (Arctictis Binturong) bernama Jovin melahirkan seekor anak ”bule” di Jakarta Aquarium. Kelahiran hewan endemik Asia Tenggara itu disambut gembira di tengah kian kritis populasinya karena kerusakan hutan dan diperjualbelikan.
”Kelahiran bayi binturong itu istimewa karena berbulu terang alias kebule-bulean. Ini karena bayi binturong terlahir dengan kondisi leucism atau leukistik, yaitu kondisi kehilangan pigmen secara parsial,” kata Head of Social, Branding, and Communication Jakarta Aquarium Fira Basuki, Rabu (15/7/2020).
Normalnya, binturong berwarna gelap, kecoklatan atau kehitaman. Ekornya lebat dan panjang. Sementara si bayi binturong terlihat kontras dengan induknya karena terlihat ”bule” dengan bulu yang terang dan kekuningan.
Hewan yang sering disebut kucing beruang ini masuk dalam satwa langka akibat perburuan liar dan habitatnya di alam yang semakin rusak akibat perambahan hutan secara besar-besaran. Di Indonesia, spesies ini termasuk dalam satwa yang dilindungi yang diatur dalam Undang-Undang No 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar.
Binturong bisa ditemukan di wilayah hutan serta pedalaman Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Binturong menyukai hutan-hutan primer dan sekunder, hanya kadang-kadang saja ditemukan di kebun tepi hutan. Di hutan Kalimantan, Binturong terlihat hidup hingga di ketinggian 1.500 meter di atas permukaan laut.
”Saat ini populasinya di Indonesia hanya tersisa sekitar 30 persen. Oleh karena itu, kami sangat gembira menyambut kelahiran bayi binturong. Satwa berbulu hitam lebat bertampang mirip beruang, berekor panjang, serta juga berkumis lebat dan panjang seperti kucing ini harus kita jaga jangan sampai punah,” tutur Fira.
Saat ini populasinya di Indonesia hanya tersisa sekitar 30 persen. Oleh karena itu, kami sangat gembira menyambut kelahiran bayi binturong. Satwa berbulu hitam lebat bertampang mirip beruang, berekor panjang, dan juga berkumis lebat serta panjang seperti kucing ini harus kita jaga jangan sampai punah.
Fira mengatakan, binturong salah satu satwa yang menarik karena tubuhnya mengeluarkan semacam bau khas, mirip popcorn, yang keluar dari kelenjar di bawah pangkal ekornya. Binturong jantan mengeluarkan bau yang lebih kuat dibandingkan dengan betina. Bau tersebut digunakan untuk menandai wilayah kekuasaannya.
Fira mengajak masyarakat agar bersukacita bersama dengan cara memberikan nama pada bayi binturong. ”Pemberi nama yang terpilih akan mendapatkan tiket gratis masuk ke Jakarta Aquarium untuk mendapatkan kesempatan melihat sendiri si bayi binturong yang menggemaskan ini,” kata Fira.
Cara berpartisipasi dalam pemberian nama ini adalah dengan mengikuti Instagram @jakartaaquarium dan menaruh pesan melalui direct message (DM), menyebutkan nama yang dipilihkan untuk anak binturong tadi hingga akhir Juli 2020.
Diperjualbelikan
Berdasarkan catatan Kompas, binturong salah satu satwa dilindungi yang kerap diperjualbelikan di pasar gelap. Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jakarta Awen Supranata mengatakan, rata-rata perputaran uang penjualan satwa liar dan dilindungi di Jakarta bisa Rp 5 miliar setahun.
”Jumlahnya mungkin tak sampai ribuan ekor setahun, tapi nilainya dari Rp 100 juta sampai Rp 5 miliar per tahun,” kata Awen (Kompas, 18/2/2016).
Menurut Awen, maraknya penjualan karena masih banyaknya pesanan dengan keuntungan menggiurkan. Komoditas satwa langka juga cukup mudah dijual di pasaran karena banyak peruntukan, mulai obat-obatan, hobi, hingga gaya hidup.
Jalur perdagangan itu meliputi jalur darat, laut, dan udara. Sebagian besar penjualan untuk pasar lokal Jakarta. Namun, penyelundupan banyak terjadi ke luar negeri. Pasar tujuan paling besar adalah Hong Kong, China, Taiwan, dan Eropa.
Sementara satwa dilindungi asal Indonesia yang paling banyak diperdagangkan adalah kura-kura, ular, owa, siamang, macan dahan, beruang, dan organ-organ hewan seperti binturong.
Sementara satwa dilindungi asal Indonesia yang paling banyak diperdagangkan adalah kura-kura, ular, owa, siamang, macan dahan, beruang, dan organ-organ hewan seperti binturong.
Kasus serupa pernah terjadi di Bandung. Berdasarkan arsip Kompas (19/2/2017), 16 satwa dilindungi diserahkan sebuah tempat wisata di Parongpong, Bandung Barat, ke Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat. Satwa-satwa itu dititipkan di Taman Safari Indonesia, The Aspinall Foundation, dan Pusat Konservasi Elang Kamojang, Garut, untuk direhabilitasi sebelum dilepasliarkan.
Satwa yang diserahkan terdiri dari 3 owa jawa, 2 siamang, 2 binturong, 4 tarsius, 1 julang mas, 2 kakaktua jambul kuning, 1 merak, dan 1 elang brontok.
”Kami mengimbau masyarakat yang masih memelihara satwa dilindungi untuk segera menyerahkan kepada kami,” ujar Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jabar Sustyo Iriyono.
Ke-16 satwa dalam kondisi sehat. Namun, BBKSDA akan memeriksa lebih spesifik dan mengidentifikasi asal-usul satwa guna memudahkan proses pelepasliaran mereka kelak.
Dewan Penasihat ProFauna Indonesia Herlina Agustin mengatakan, masyarakat perlu didorong menyerahkan satwa dilindungi ke balai konservasi. Satwa liar memiliki fungsi menjaga ekosistem.
Dari arsip Kompas, pada 6 Oktober 2017 juga terdapat kasus penyeludupan satwa langka ke Jakarta via mobil travel dari Palembang.
Satwa langka yang disita adalah 1 siamang (Symphalangus syndactylus), 3 macan akar (Neofelis nebulosa), 2 binturong (Arctictis binturong), 1 musang bulan (Paguma lavarta), dan 1 musang akar (Arctogalidia trivirgata). Saat ditemukan, satwa disimpan dalam keranjang putih dan diletakkan di dalam mobil travel jurusan Palembang-Jakarta.
Mobil travel itu dikemudikan oleh Ipul (39), warga Kelurahan Segalamider, Kecamatan Kemiling, Kota Bandar Lampung. Namun, Ipul tak dapat menunjukkan dokumen resmi. Ia mengaku hanya mendapat titipan barang tersebut untuk segera dibawa ke Jakarta.
Petugas kesulitan membongkar pelaku penjualan satwa liar karena pengiriman hewan itu dilakukan dalam paket tanpa disertai identitas dan alamat pengirim atau penerima. Sopir bus mengaku tidak tahu.
Petugas kesulitan membongkar pelaku penjualan satwa liar karena pengiriman hewan itu dilakukan dalam paket tanpa disertai identitas dan alamat pengirim atau penerima. Sopir bus mengaku tidak tahu.
Dokter hewan yang bertugas di Seksi Konservasi Wilayah III Lampung BKSDA Bengkulu, Sugeng Dwi Hastono, mengatakan, kondisi satwa saat ditemukan mengalami stres, dehidrasi, dan malanutrisi. Bahkan, dua musang dalam kondisi tidak terawat dan banyak ditemukan kutu di tubuhnya.