Pelonggaran Akses Antardaerah Picu Kenaikan Kasus Covid-19 di Bekasi
Kota Bekasi kembali mencatat penambahan 11 kasus baru dalam sepekan terakhir. Kluster keluarga di kawasan permukiman menjadi penyumbang terbanyak kasus baru di kota itu.
Oleh
STEFANUS ATO
·3 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Kasus Covid-19 di Kota Bekasi, Jawa Barat, kembali meningkat menjadi 25 kasus pada Selasa (14/7/2020). Kluster keluarga dari kawasan permukiman mendominasi penambahan kasus baru di kota itu. Pelonggaran mobilitas orang keluar masuk daerah diklaim sebagai pemicu kenaikan kasus Covid-19 di Kota Bekasi.
Berdasarkan data dari laman corona.bekasikota.go.id, jumlah kasus positif Covid-19 di Kota Bekasi yang masih dirawat hingga Selasa sore 25 kasus. Jika dibandingkan dengan data dari sumber yang sama, kasus positif Covid-19 di Kota Bekasi pada 6 Juli 2020 tersisa 14 kasus. Artinya, dalam satu pekan terakhir, ada 11 kasus baru yang ditemukan di daerah itu.
”Penemuan kasus baru, terutama dari kasus keluarga, ada peningkatan. Rata-rata dari kluster keluarga karena ada transisi pulang dari luar daerah. Jadi, kami rencana buat kuesioner terhadap yang kena (Covid-19) untuk menelusuri perjalanan mereka selama dua atau tiga minggu belakangan,” kata Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi.
Penemuan kasus baru, terutama dari kasus keluarga, ada peningkatan. Rata-rata dari kluster keluarga karena ada transisi pulang dari luar daerah. Jadi, kami rencana buat kuesioner terhadap yang kena (Covid-19) untuk menelusuri perjalanan mereka selama dua atau tiga minggu belakangan.
Ia mengatakan, penambahan kasus di Kota Bekasi tidak bisa dicegah selain meminta warga mematuhi protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Pemerintah Kota Bekasi juga siap jika terjadi lonjakan kasus dengan memperkuat fasilitas kesehatan dan memperbanyak tes, baik dengan metode tes cepat maupun tes usap tenggorokan.
”Sarana prasarana kami cukup mendukung apa yang terjadi sekarang. Tes cepat kami masih banyak, ada ribuan. Begitu pula dengan alat tes usap, jumlahnya masih ribuan,” ucapnya.
Rahmat mengakui peningkatan kasus baru di Kota Bekasi tidak terlepas dari mobilitas warga antardaerah, termasuk ke luar masuk Kota Bekasi yang makin tak terbendung. Salah satu cara meminimalkan kasus baru dari mobilitas warga itu adalah dengan kembali menyiagakan petugas pemeriksaan di daerah perbatasan atau mengimbau warganya tidak menerima tamu atau pendatang dari luar Kota Bekasi.
”Tetapi kalau kita berpikir sempit dengan cara-cara sempit malah susah nanti. Dan sekarang ini mobilitas orang antarkota tidak bisa dibendung. Jadi, yang penting kami sediakan dan antisipasi dengan tes cepat, tes usap, dan tim medis,” katanya.
Kota Bekasi sejak pertengahan Juni 2020, sudah membubarkan pemeriksaan di 12 titik perbatasan. Sebelum dibubarkan, petugas yang berjaga di titik perbatasan berperan mengawasi pergerakan orang keluar masuk daerah itu dengan memeriksa kelengkapan dokumen perjalanan, termasuk SIKM.
Rahmat mengakui kesadaran warga untuk mematuhi protokol kesehatan di Kota Bekasi, terutama untuk selalu mengenakan masker, akhir-akhir ini mengendor. Ini jadi tugas bersama, baik pemerintah maupun masyarakat untuk saling mengingatkan betapa urgennya mematuhi protokol kesehatan.
Gubernur Jawa Barat, seperti dikutip dari Kompas.com, Senin (13/7/2020), mengatakan akan menerbitkan aturan baru wajib bermasker di fasilitas umum. Warga yang tidak mengenakan masker di tempat umum bakal dikenai denda.
”Proses edukasi, teguran sudah dilakukan. Tahap ketiga disiplin dengan denda dari Rp 100.000 sampai Rp 150.000 kepada mereka yang tidak menggunakan masker di tempat umum,” kata Kamil.
Proses edukasi, teguran sudah dilakukan. Tahap ketiga disiplin dengan denda dari Rp 100.000 sampai Rp 150.000 kepada mereka yang tidak menggunakan masker di tempat umum.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bekasi Abi Hurairah, saat dihubungi terpisah, mengatakan, sanksi bagi warga yang tak bermasker di Kota Bekasi masih akan dikoordinasikan dengan Gugus Tugas Covid-19 Kota Bekasi. ”Besok akan saya koordinasikan dengan gugus tugas,” ucapnya.